Fixpoll: Masyarakat Tak Setuju Masa Jabatan Presiden Lebih dari 2 Periode dan 5 Tahun
Merdeka.com - Mayoritas masyarakat tidak setuju jika masa jabatan presiden lebih dari dua periode dan lebih dari lima tahun. Hal itu berdasarkan pemaparan survei Fixpoll terhadap rencana Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Senin (23/8).
57,5% Masyarakat tidak setuju jika masa jabatan presiden diubah menjadi lebih dari dua periode. Namun, 11,4% menyatakan setuju. Sedangkan 12,6 menjawab tidak tahu.
Kemudian, 61% juga tidak setuju masa jabatan presiden ditambah atau lebih dari 5 Tahun. 7,9% menyatakan setuju dan 12,7 tidak tahu serta 18,4 menyatakan netral.
Masyarakat juga menolak dengan rencana amandemen UUD. 19,5% menolak, 9,1% setuju dan 28,5% netral. Bahkan 42,8% tidak tahu dengan rencana itu. Mayoritas juga menolak jika kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Namun, mayoritas setuju jika ada calon presiden bisa berasal dari Independen. 33,9% Setuju, 20,9% menolak dan 20,9% tidak tahu serta 24,3% netral.
Jika rencana amandemen UUD tetap dilaksanakan, masyarakat pun akan bereaksi beraneka ragam. Tertinggi adalah pasrah dan menerima kebijakan tersebut dan tidak akan memilihnya lagi. Kemudian melakukan Protes dengan ikut berdemonstrasi, memposting di media sosial/blog atau membuat petisi terbuka serta lainnya.
Sebelumnya, wacana soal amandemen UUD1945 telah disinggung Bamsoet saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu. Dia menyebut amandemen konstitusi hanya akan terbatas dan hanya fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak Pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (16/8).
Pasalnya, Bamsoet menyebut, PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50-100 tahun mendatang.
"50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi," ungkapnya.
Keberadaan PPHN, lanjutnya, tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat electoral," tandasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Taufik mengingatkan kepada masyarakat untuk memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan kemampuan mengatasi permasalahan bangsa.
Baca Selengkapnya"Jadi ditunjuk lewat keputusan presiden. Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai."
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab tudingan bantuan sosial (bansos) dipolitisasi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dalam pertemuan dengan Wapres, para tokoh yang hadir menyampaikan hal-hal terkait pentingnya keutuhan bangsa,.
Baca SelengkapnyaPara capres-cawapres harus tampil sebagai sosok penuh kedamaian.
Baca SelengkapnyaMenteri PUPR Basuki Hadimuljono harus semakin intensif melakukan peninjauan pembangunan IKN.
Baca SelengkapnyaMasa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca SelengkapnyaBudi Arie menyebut masyarakat sudah paham kemana Presiden Jokowi akan menjatuhkan pilihan.
Baca SelengkapnyaMayoritas responden menyatakan puas atas penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya