Emirsyah Satar di Pusaran Korupsi Garuda
Merdeka.com - Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan Kejagung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (persero) tahun 2011-2021. Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo diduga melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat jenis ATR 70-600.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, kerugian keuangan negara dalam kasus PT Garuda Indonesia ini mencapai Rp8,8 triliun. Selain Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo, Kejagung sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara tersebut.
Ketiga tersangka itu adalah Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia periode 2009-2014 Agus Wahjudo, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012 Setijo Awibowo dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia periode 2005-2012 Albert Burhan.
Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Meski begitu, keduanya tidak dilakukan penahanan lantaran masih menjalani hukuman pidana atas kasus PT Garuda Indonesia yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK," kata Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (27/6).
Proses Hukum di Kejagung Tetap Berjalan
Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago menilai Kejagung tetap bisa menetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka meski keduanya sedang menjalani masa hukuman setelah divonis 8 tahun penjara. Sebab kasus hukum yang diusut Kejagung dan KPK hal berbeda.
Menurut Faisal, Kejagung mengusut dugaan kerugian pada PT Garuda Indonesia terkait penyewaan pesawat. Sedangkan KPK mengusut dugaan korupsi pengadaan suku cadang pesawat dilakukan PT Garuda Indonesia.
"Bisa saja, karena kasusnya berbeda yang satu korupsi pengadaan yang satu korupsi korporasi, itu kan berbeda. Kecuali kasus yang sama, kalau didakwa dengan sama-sama kasus Roll Royce, karena sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Jadi itu kasus yang berbeda dengan ranahnya KPK," kata Faisal saat dihubungi merdeka.com, Senin (27/6).
Diketahui, kasus dugaan korupsi ini bukan yang pertama menyeret Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo. Emirsyah Satar bahkan telah dijebloskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat pada Rabu 3 Februari 2021.
Emirsyah Satar masuk lapas berdasarkan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Emirsyah Satar. Keputusan ini terkait suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC di Garuda Indonesia dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Jika tak dibayar dan hartanya tak cukup untuk membayar, maka akan diganti pidana penjara selama 2 tahun. Selain dianggap terbukti melakukan tindak pidana suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Garuda Indonesia, Emir terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Faisal menyebut kasus yang menjerat Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo lumrah dan pernah terjadi sebelumnya. Salah satunya kasus gratifikasi dan pencucian uang serta kasus korupsi Wisma Atlet yang menyeret mantan politisi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
"(Sudah biasa kasus seperti ini) Banyak sekali bahkan dalam dunia hukum boleh-boleh saja seperti contoh kasus Nazarudin," ujar dia.
Terkait pemeriksaan terhadap para tersangka, Kejagung nantinya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPK. Mengingat, keduanya saat ini tengah menjalani kasus yang pernah diusut KPK.
Kejagung disebutnya harus bersurat kepada pihak KPK terlebih dahulu jika ingin melakukan pemeriksaan terhadap keduanya. Sehingga, tidak begitu saja pihak Kejagung untuk memeriksa Emirsyah dan Soetikno.
"(Boleh di luar lapas) Itu teknis saja bisa diperiksa di Lapas atau di Kejagung. Jadi tidak masalah di mana saja, tergantung kebutuhan pemeriksaan. Kalau ditarik ke Kejagung untuk dikomper dengan tersangka lain. Hanya untuk memudahkan proses hukumnya. KPK pasti akan mengizinkan untuk hal tersebut," tutupnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nama Lanud Sulaiman diambil dari seorang prajurit AURI yang gugur karena kecelakaan pesawat di Kiaracondong.
Baca SelengkapnyaPrajurit yang diterjunkan kemungkinan bakal lebih banyak pada saat pelaksanaan upacara kemerdekaan.
Baca SelengkapnyaYusril bantah isi pemberitaan tentang dugaan korupsi Prabowo.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Satgas menyebut, saat ini Pj Bupati Nduga, Edison Gwijangge terus melakukan negosiasi dengan Egianus Kogoya.
Baca SelengkapnyaDalam bertugas, Mayor Yudhistira dan pasukannya selalu bersiaga.Sebab mereka tak bisa memprediksi setiap pelanggaran yang datang.
Baca SelengkapnyaDia menyelundupkan narkoba untuk melewati pengecekan hingga berhasil dibawa ke kabin pesawat.
Baca SelengkapnyaMenhan Prabowo Subianto membeli 24 unit F-15EX dari Amerika Serikat. Pesawat ini akan memperkuat TNI AU.
Baca SelengkapnyaGanjar membeberkan data anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam RKKL 2019-2004
Baca SelengkapnyaMenurut kesepakatan, Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur itu di dalam negeri.
Baca Selengkapnya