Merdeka.com - Belakangan marak kasus remaja mabuk air rebusan pembalut. Fenomena ini sudah terjadi di beberapa daerah di tanah air.

Guru besar Ilmu Kimia Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Heru Susanto mengatakan mengonsumsi air rebusan pembalut membahayakan bagi tubuh karena mengandung dioksin yang efek jangka panjang bisa menyebabkan penyakit kanker.

"Memang semua pembalut tidak mengandung dioksin. Tapi selain dioksin terdapat polimer yang juga formalin (bahan pengawet) menyebabkan hilangnya sistem kekebalan tubuh, dan kanker," jelas Heru saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (8/11).

Dikatakan bahwa kebiasaan remaja mengkonsumsi air rebusan pembalut lebih dikarenakan faktor ekonomi. Mereka mencari benda-benda mengandung senyawa dioksin maupun formaldehida yang biasa terdapat dalam lem kayu, obat batuk komik agar mencapai kondisi mabuk.

"Orang-orang yang biasa fly, akan mencoba mencari material yang mengandung unsur seperti dioksin dan formaldehida. Mungkin karena untuk mendapat senyawa seperti itu secara langsung mereka kesulitan," jelas Heru.

Menanggapi beredarnya kabar mulai merebaknya fenomena mengonsumsi air rebusan pembalut wanita di kalangan remaja di Jateng agar bisa mendapatkan kondisi fly atau mabuk.Heru menilai perilaku tersebut sangat membahayakan. Terlebih lagi jika, pembalut yang direbus itu bekas atau telah digunakan.

"Jelas sangat berbahaya. Apalagi jika pembalut itu mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi. Kalau bekas, maka lebih berbahaya lagi karena ada kemungkinan tercampur dengan spora (bakteri)," kata Heru.

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah mengendus adanya penyalahgunaan pembalut wanita di kalangan remaja. Mereka menggunakan air rebusan pembalut wanita agar dapat teler layaknya mengonsumsi narkotika.

"Tidak hanya di Jawa Tengah. Di Jawa Barat dan sekitar Jakarta juga kita menemukan bahwa ada anak-anak muda kita yang menggunakan kain pembalut wanita, yang direbus kemudian airnya diminum sebagai bahan pengganti narkoba," tutur Arman di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur.