Draf RKUHP Buka Celah Polisi Kriminalisasi Ruang Privat Masyarakat
Merdeka.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditargetkan akan segera disahkan pada September dalam rapat akhir DPR periode 2014-2019. Kendati demikian, isi RKUHP oleh pemerintah masih dianggap bernuansa kolonialisme oleh aliansi reformasi KUHP.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, beberapa delik yang diatur dalam RKUHP memberi celah besar menjerat masyarakat dengan pidana penjara. Misalnya saja ia mengatakan tentang delik penistaan agama.
"Masih tidak ada kejelasan penghinaan agama. Siapa yang bisa mengatasnamakan agama itu. Bagaimana antar satu agama mengklaim menghina agama lain. Bisa chaos nanti," ujar Asfinawati di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Aturan seperti ini, menurut Asfinawati, berpotensi dengan 'pasal karet' juga memberi celah intervensi terhadap ruang privat masyarakat dan juga tidak ada kejelasan batasan hukum. Kondisi ini nantinya, kata Asfinawati, membuat polisi bisa saja melakukan kriminalisasi hukum.
"Artinya polisi dan jaksa dapat memproses pidana semua perbuatan yang mereka anggap masuk dalam kategori hukum yang hidup dalam masyarakat," tukasnya.
Senada, Direktur LBH Jakarta, Ricky Gunawan mengatakan, dalam RKUHP pemerintah terkesan menerapkan standar ganda. Ia mencontohkan hukuman mati.
Jika pemerintah berupaya maksimal agar para tenaga kerja Indonesia yang terancam eksekusi mati tidak terlaksana. Namun, hak kontradiktif terjadi di Indonesia yang menerapkan hukuman mati.
"Rasanya hari ini 'kentang', komitmen masih setengah hati. Kalau mau meninggalkan kolonialisme tinggalkan hukuman mati," kata Ricky.
Diketahui, pada 25 Juli lalu, rapat Paripurna DPR menyepakati perpanjangan pembahasan rancangan beleid tentang RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP). Proses RKUHP telah memasuki tahap konsinyering atau menerima masukan dari pihak terkait pada 25 hingga 26 Juni 2019.
Anggota tim RUU KUHP, Edward Omar Sharif Hiariej mengaku optimis pihak DPR akan mengesahkan RUU KUHP pada September mendatang. Dia menjelaskan, pihaknya hanya memiliki 25 hari.
"Karena kita punya waktu hanya tinggal 25 hari, untuk 2 kali tim perumus, sekali di panja, sekali di paripurna. Kami dan DPR optimistis pertengahan September bisa disahkan di DPR," jelasnya.
Dia mengungkapkan, ada tiga isu krusial yang sedang dibahas. Yaitu terkait pembahasan mengenai penghinaan terhadap presiden. Kedua terkait persoalan kejahatan terhadap kesusilaan dan ketiga terkait tindak pidana khusus.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kegiatan SOTR kerap disertai dengan iring-iringan kendaraan bermotor pada malam hari jelang subuh
Baca SelengkapnyaMengetahui ada kegiatan di lokasi terlarang, polisi segera membubarkan kegiatan tersebut.
Baca SelengkapnyaDia ingatkan, agar menghindari fitnah demi mendukung capres tertentu
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaKejati DKI Jakarta memastikan tidak ada konsekuensi apapun, jika polisi belum selesai melengkapi petunjuk JPU meski melewati tenggat waktu.
Baca SelengkapnyaKorban dugaan pelecehan seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Baca SelengkapnyaPurnomo Polisi Baik di tengah kesibukannya melakukan aksi sosial sedang meluangkan waktu untuk liburan bersama keluarga di sebuah air terjun yang sejuk dan asri
Baca SelengkapnyaPemicunya, rombongan pengantar jenazah ini ugal-ugalan dan memepet Bripda M Fathul.
Baca Selengkapnya