Merdeka.com - DPRD Jateng lebih memprioritaskan penambahan transportasi massal dari pada pembangunan Proyek Strategis Nasional Jalan tol Bawen-Yogyakarta. Alasannya karena pembangunan tol sepanjang 70 kilometer itu menggunakan lahan basah atau lahan pertanian seluas 350 hektar.

"Jelas keuntungannya efisiensi anggaran dapat menghindari pembangunan di tanah rawan gempa, selamatkan 350 hektar lahan produktif, dan pencegahan eksploitasi material jutaan kubik jika nanti dibangun jalan tol," kata Ketua Pansus Raperda Revisi DPRD Jateng, Abdul Aziz.

Lebih lanjut dengan adanya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah yang menghapus Tol Bawen-Yogyakarta, pemerintah diminta segera menyelesaikan pembangunan reaktivasi Rel Kereta Api Semarang-Yogyakarta.

"Pemerintah harus lebih serius membangun sistem transportasi berbasis massal. Kita hanya memberi satu-satunya opsi, ya reaktivasi rel kereta api," ungkapnya.

Nilai investasi kereta api lebih murah dibandingkan pembangunan jalan tol, dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja.

"Nilai investasinya lebih murah, kalau kereta api itu Rp 25-30 miliar per kilometer, sementara Jalan Tol Rp 150 miliar perkilometer, butuh 10 triliun anggarannya, kereta api Rp 2 triliun. Kita bisa menyimpan Rp 8 triliun, bisa untuk membangun rel kereta api dari Semarang, ke arah Kudus dan rembang," terang Aziz.

Meski begitu proyek tol Bawen-Yogyakarta sudah ke tahap Penetapan Lokasi (Penlok), ia menyatakan akan menunggu evaluasi dari pemerintah pusat, dan jika tetap dibangun akan melanggar Peraturan Daerah RTRW yang ada.

"Ada beberapa pertimbangan yang obyektif yang kami pertimbangkan, tol ini posisinya equivalent dengan tol Semarang Solo dan sedang Go In Project Solo-Yogyakarta tidak jauh-jauh amat jaraknya, kalau malam hari bisa lewat solo," tutupnya.