DPR: Vonis 12 Tahun Hanya Timbulkan Cacian Lanjutan ke Mantan Mensos Juliari
Merdeka.com - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan hukuman pidana terhadap bekas Menteri Sosial Juliari Batubara selama 12 tahun penjara dan denda senilai Rp500 Juta. Dengan pertimbangan yang meringankan karena Juliari telah memperoleh cacian meski pengadilan belum puruskan dirinya bersalah.
Merespons hal itu, Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menilai vonis tersebut telah gagal memenuhi rasa keadilan masyarakat. Lantaran derita rakyat yang dirugikan akibat korupsi ini dirasa tak sebanding dengan hukuman yang diterima Juliari dan dipandang tak bisa hentikan cacian.
"Vonis hakim semestinya mampu memberikan efek jera sekaligus menyiratkan pesan yang 'kuat dan tajam' kepada khalayak untuk tidak coba-coba melakukan korupsi di tengah pandemi," kata Bukhori dalam keteranganya, Selasa (24/8).
Sehingga, dia menyayangkan vonis 12 tahun yang lebih berat 1 tahun dari tuntutan jaksa dan jauh dari hukuman maskimal, hanyalah akan mengundang cacian lanjutan dari masyarakat yang dikhawatirkan dapat melebar hingga menyasar kehormatan dari majelis hakim.
"Namun sangat disayangkan, vonis itu hanya mengundang publik untuk tidak berhenti mengolok-olok terpidana, tetapi kian melebar dan dikhawatirkan menyasar majelis hakim hingga kehormatan lembaga peradilan itu sendiri," ujarnya.
Bukhori pun menilai kritik atas pertimbangan tersebut memang sulit diterima akal sehat. Padahal, kata dia, masih banyak pertimbangan lain yang patut membuat terdakwa bisa dihukum lebih berat.
"Putusan ini sangat mengherankan. Semestinya makian publik menjadi salah satu pertimbangan hakim untuk perberat hukuman, bukan sebaliknya (meringankan)," katanya.
Misalnya, tindakan memperkaya diri dengan korupsi yang dilakukan saat penanggulangan keadaan bahaya akibat bencana pandemi. Tidak hanya itu, praktik lansung ini juga telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 14,5 miliar. Atau sesuai dakwaan telah menerima uang suap sebesar Rp32,48 miliar.
"Pasalnya, makian publik sebenarnya muncul akibat rasa kekecewaan dan kemarahan mereka lantaran haknya dirampas oleh pejabat yang semestinya melindungi. Hakim seyogyanya juga harus cermat melihat ini (masyarakat) sebagai ekspresi dari suasana batin mereka yang menjerit," sambungnya.
Cacian Kepada Juliari Jadi Pertimbangan Hakim
Sebelumnya, Majelis hakim telah menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada Juliari Batubara, terdakwa kasus korupsi bansos Covid-19. Putusan tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi yang meringankan dan memberatkan atas pelanggaran pidana mantan Menteri Sosial (Mensos) tersebut.
Dalam poin yang meringankan, hakim menyebut Juliari sudah cukup mendapatkan sanksi sosial dalam bentuk penghinaan dari masyarakat Indonesia, meskipun pengadilan belum memutuskan bahwa dirinya bersalah.
"Keadaan meringankan, terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis bersalah oleh masyarakat, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tutur hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (23/8).
Selain itu, hakim melanjutkan, Juliari selama persidangan yang berjalan empat bulan ini selalu hadir dan tertib. Dia dinilai kooperatif tanpa bertingkah dengan membuat berbagai alasan yang menghambat jalannya persidangan.
"Padahal, selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," jelas hakim.
Adapun hal yang memberatkan adalah tindak pidana korupsi Juliari dilakukan dalam kondisi bencana darurat non alam yakni pandemi Covid-19. Sementara mantan kader PDIP itu malah terus menyangkal segala perbuatannya.
"Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria. Ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya," katanya.
Putusan tersebut, dijatuhkan karena Juliari dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Perbuatannya itu melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Julius menyampaikan, keputusan yang menetapkan Muhyani hanya melakukan pembelaan diri sudah tepat
Baca SelengkapnyaAturan mengenai batas usia Capres-Cawapres digugat ke MK pda Senin (21/7).
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hujan malam hari bisa menimbulkan perasaan melankolis yang dapat Anda tuangkan dalam bentuk kata puitis.
Baca SelengkapnyaVonis tersebut dijatuhkan majelis hakim dipimpin hakim ketua Budi Susilo dengan anggota Jerry Thomas dan Rihat Satria Pramuda dibacakan pada Rabu 13 Maret 2024.
Baca SelengkapnyaTujuannya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
Baca SelengkapnyaMasyarakat terkini itu sudah cerdas dan pandai memilah dan menjadi wewenang rakyat juga untuk memilih paslon tertentu.
Baca SelengkapnyaIstana mempersilakan masyarakat melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila memang ada kecurangan dalam proses Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya"Korban ditemukan tewas dengan banyak luka. Diduga akibat pembunuhan," ungkap Kasi Humas Polres OKU Iptu Ibnu Holdon
Baca Selengkapnya