Di atas kapal perang, Indonesia ingin jaya semasa zaman Sriwijaya
Merdeka.com - Pencurian ikan serta gangguan dari armada laut China membuat Indonesia meradang. Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti bahkan sampai emosi mendengar Negeri Tirai Bambu itu mengintervensi upaya penegakan hukum yang dilakukan Indonesia.
Untuk menunjukkan eksistensinya, Presiden Joko Widodo datang ke lokasi penangkapan tersebut dengan kapal perang Imam Bonjol-383. Kedatangannya seolah ingin menunjukkan berdaulatnya Indonesia atas perairan itu.
Hal yang sama juga dirasakan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Bahkan, dia ingin Indonesia merasakan masa jaya kerajaan Sriwijaya dengan luas kekuasaannya yang besar.
Berikut ungkapan Luhut yang diunggah lewat akun Facebook resminya:
"Di atas kapal perang KRI Imam Bonjol–383, kemarin saya bersama rombongan Presiden mengarungi perairan Natuna. Sembari memandangi luasnya lautan, saya membayangkan hebatnya kemaharajaan bahari Kerajaan Sriwijaya dulu di abad ke-7 di wilayah itu. Konon, besarnya pengaruh kekuasaan Sriwijaya sampai mencapai pulau Madagaskar.
Pada zaman itu, seorang pendeta Tiongkok bernama I Tsing melakukan perjalanan di Laut China Selatan. Dia singgah di beberapa pulau, termasuk di sebuah pulau besar yang disebutnya sebagai Nan (pulau) Toa (besar). Sekarang, kita menyebutnya dengan Pulau Natuna.
Dari segi luas pulau, Natuna sebenarnya tidak tergolong besar. Tapi dari segi ekonomi, Natuna menyimpan potensi yang sangat besar. Misalnya di sektor energi, di wilayah perairannya terdapat 16 blok sumber gas, 5 di antaranya sudah berproduksi dan 11 lainnya berada dalam tahap eksplorasi.
Sektor perikanan juga menyimpan potensi yang besar sehingga Presiden mempertimbangkan untuk men-transfer 6.000 kapal dari Jawa yang kurang produktif. Hal ini tentu saja akan dilakukan dengan tidak mengurangi hak nelayan-nelayan setempat untuk mencari ikan.
Industri ikan akan ditingkatkan tidak hanya dengan sebatas mengambil ikan, tapi juga dengan pemrosesan di dalam negeri. Kita terbuka untuk melakukan kerja sama dengan siapa saja, dengan negara mana saja, selama dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Natuna. Maka dari itu pemerintah tidak ingin Natuna berubah menjadi kawasan konflik supaya tidak mengganggu upaya pengembangan potensi ekonominya.
Kehadiran Presiden di Natuna boleh saja dimaknai sebagai pemberian sinyal kepada dunia bahwa Indonesia dengan tegas mempertahankan hak teritorialnya. Tapi seperti layaknya kebesaran Kerajaan Sriwijaya yang ditopang dengan diplomasi yang kuat dengan Timur Tengah, India, dan Tiongkok di zaman itu, Indonesia juga tetap akan memelihara hubungan baik dengan negara manapun.
Meskipun demikian, bukan berarti Indonesia akan berkompromi terhadap kedaulatan kita. Tidak akan pernah!
Untuk itu, marilah kita dukung Presiden Jokowi, khususnya TNI-AL dalam mempertahankan kejayaan di lautan Nusantara yang kita cintai bersama ini, seperti pada masa keemasan Sriwijaya.
Jalesveva Jayamahe!"
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapal akan mengarungi laut dan diprediksi mencapai waktu sekitar 52 hari perjalanan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengeluarkan aturan yang membolehkan pengerukan pasir laut, salah satunya untuk tujuan ekspor pada Mei 2023.
Baca SelengkapnyaUsulan kenaikan pangkat Prabowo ini merupakan usulan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi dijadwalkan akan kembali ke Jakarta pada Kamis malam ini.
Baca SelengkapnyaMenurut Jokowi, tidak penting siapa yang lebih dulu mengundang pada pertemuan itu.
Baca SelengkapnyaBukan dibuang ke laut, ini potret ruangan khusus untuk menyimpan jenazah di dalam kapal pesiar.
Baca Selengkapnya"Kekeringan panjang, hujan yang juga terus menerus sehingga menyebabkan banyak gagal panen," kata presiden.
Baca SelengkapnyaKapal Pinisi itu akan difungsikan sebagai kapal pariwisata dari kawasan IKN menuju Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
Baca SelengkapnyaNamun saat berada di 52 NM dari Pelabuhan Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, kapal tersebut dihantam cuaca buruk.
Baca Selengkapnya