Dampak Larangan Ekspor CPO, Apkasindo Sebut 1 Juta Orang di Sumsel Terancam Miskin
Merdeka.com - Petani kelapa sawit di Sumatera Selatan masih mengeluhkan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh pemerintah. Kebijakan larangan dinilai akan membuat satu juta warga di provinsi itu miskin mendadak.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumsel Yunus. Satu juta orang tersebut merupakan akumulasi dari 250 ribu kepala keluarga yang mencari nafkah sebagai petani sawit swadaya. Satu kepala keluarga setidaknya menanggung tiga sampai empat orang di dalam keluarga.
"Satu juta warga Sumsel dan 16 juta warga Indonesia terancam miskin karena larangan ekspor CPO. Mereka selama ini bergantung hidup dari sawit," ungkap Yunus, Rabu (18/5).
Dikatakan, 250 ribu KK tersebut mengelola secara swadaya 500 ribu hektare sawit di Sumsel. Petani sawit tak bisa berbuat banyak lantaran harga komoditi itu sekitar Rp1.000 sampai Rp1.200 per kilogram saja yang awalnya tembus Rp3.000 per kg.
"Jangan kan untuk perawatan, untuk makan saja kami kesulitan dengan harga segitu. Padahal perawatan sangat perlu karena mengancam keberlangsungan pohon sawit ke depan," ujarnya.
Tidak hanya harga, petani juga dibuat bingung lantaran ada pembatasan pembelian di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Jika sebelumnya tidak ada pembatasan pembelian, kini pabrik hanya mampu membeli 50-100 ton saja. Alhasil banyak tandan buah segar (TBS) sawit terancam busuk dan akhirnya terbuang lantaran tangki CPO di PKS penuh.
Di Sumsel sendiri terdapat 75 PKS yang sebagian besar membeli hasil panen petani swadaya. Pabrik-pabrik itu terancam tutup atau tak lagi beroperasi jika larangan ekspor masih berlaku.
"Jika sampai PKS tidak mau membeli atau bahkan tutup, kami tidak ada lagi penghasilan, otomatis kami miskin mendadak," kata dia.
Melihat kondisi ini, petani berharap pemerintah segera mencabut kebijakan itu karena sama sekali tidak menguntungkan sektor hilir, seperti petani dan PKS. Kebijakan tersebut juga berpengaruh besar terhadap sektor hulu, seperti produk turunan sawit dan sentra kelapa sawit.
"Tidak ada waktu lagi kecuali sekarang dan secepatnya cabut kebijakan itu. Kebijakan itu keliru, sangat keliru dan tidak manusiawi," pungkasnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemda dan Petani menyambut gembira karena memasuki musim tanam tahun ini tak perlu khawatir lagi soal ketersediaan pupuk.
Baca SelengkapnyaKerajaan ini memiliki kekayaan alam dan tanah yang subur serta dikenal sebagai penguasa perairan di bagian utara Selat Malaka.
Baca SelengkapnyaKeluhan Pemudik di Merak: Kami Sudah Sabar Semalaman, Tapi Belum Juga Masuk Kapal
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Salah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.
Baca Selengkapnya"Jadi awal mulanya dari ledek-ledekan tentang pemuda," kata Kapolsek Palmerah, Kompol Sugiran
Baca SelengkapnyaTembok pos pantau pintu air penyaringan Palmerah, Jakarta Barat ambruk akibat hujan deras
Baca SelengkapnyaUsaha tidak akan mengkhianati hasil. Itulah yang dibuktikan oleh seorang pengusaha ulung dari Sumatera Selatan.
Baca Selengkapnyaatoni mengajak seluruh pihak untuk mempertahankan kondusifitas daerah, menjaga Provinsi Sumsel agar aman dan damai.
Baca SelengkapnyaKejari Aceh Barat mengeksekusi hukuman cambuk sebanyak 154 kali terhadap RD (26), warga Labuhan Haji, Aceh Barat Daya yang terbukti memerkosa penumpang angkot,
Baca Selengkapnya