Catatan Ahli Hukum Terkait Proses Pengesahan UU Cipta Kerja
Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai proses legislasi atau pembuatan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang pada 5 Oktober 2020 lalu disahkan DPR RI, adalah yang terburuk dalam proses legislasi setelah reformasi.
Menurut dia, masalah tersebut terdapat pada perubahan naskah, informasi, dan prosedur yang turut melanggar prinsip-prinsip hukum tata negara.
"Jadi ini praktik yang sangat buruk. Bahkan menurut catatan kami, ini yang terburuk ya dari proses legislasi selama ini. Apalagi selama proses legislasi setelah reformasi," kata Bivitri dalam diskusi SmartFM, Sabtu (17/10).
Ia pun menjabarkan masalah pertama terdapat pelanggaran yang terkesan terburu-buru dalam pembuatannya dan itu tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Menurutnya, saat DPR dan pemerintah melakukan rapat pengambilan keputusan tingkat I pada 3 Oktober 2020 yang saat itu dilakukan jelang tengah malam.
"Pada saat keputusan tingkat I yang terjadi Sabtu di atas jam 10 malam saja itu tidak wajar," ujarnya.
Kedua, ia mengatakan berdasarkan Tata Tertib DPR, naskah RUU semestinya sudah siap naskahnya pada saat rapat pengambilan keputusan tingkat I. Karena Tata Tertip DPR menyatakan bahwa RUU harus dibacakan dalam pengambilan keputusan tingkat I.
"Nah biasanya Di tingkat I itu harusnya ada naskah lengkapnya. Tapi kita tahu ini begitu terburu- buru, bahkan ada keinginan mempercepat rapat dari 8 Oktober ke 5 Oktober tanpa ada pemberitahuan memadai. juga menyalahi secara prosedural," ungkapnya.
Terlebih, lanjutnya, selama proses persetujuan tingkat I belum ada naskah draft final UU Omnibus Law Ciptaker dan pada akhir tanggal 5 Oktober 2020 saat pengambilan tahap II dalam rapat paripurna belum ada naskah finalnya.
"Jadi kelaziman yang biasa diterapkan untuk bisa punya naskah akhir pada persetujuan tingkat I tidak bisa diraih. Seninnya pada 5 Oktober jadinya tidak ada naskah sebenarnya naskah yang betul-betul final," katanya.
Langgar Moralitas Demokrasi
Dampaknya, Bivitri menyoroti adanya beragam versi dan perubahan yang terdapat dalam Rancangan UU Cipta Kerja Menurutnya, proses legislasi jangan hanya dinilai hanya sebatas pengesahan.
Lantaran, setelah disahkan, UU Cipta Kerja sempat dikoreksi kembali dan berbedar draf UU Cipta Kerja dalam berbagai versi jumlah halaman. Yang sampai saat ini, draf final UU Cipatker yang diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani adalah 812 halaman.
"Dari segi prinsip itu semua juga melanggar moralitas demokrasi. Karena ketok palu itu kan bukan sekedar seremoni makna demokrasi nya itu dalam sebuah negara demokrasi adalah persetujuan bersama perwujudan dari pasal 20 UUD 1945 ayat 2 bahwa setiap UU itu persetujuan bersama presiden diwakili menteri dengan anggota DPR," ujarnya.
"Jadi ada makna besarnya dalam demokrasi kita jangan cuma dipandang hanya ketok palu saja," kata dia.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan memastikan bakal merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Baca SelengkapnyaKetua umum PKB ini mengungkap alasan mengapa dulu menyetujui UU Cipta Kerja.
Baca SelengkapnyaKetua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mencatat capaian yang produktif dalam bidang legislasi dengan menyelesaikan sebanyak 21 rancangan undang-undang
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.
Baca SelengkapnyaHak angket hanya boleh dilakukan anggota DPR berdasarkan kepentingan hukum dan fungsi lembaga legislatif.
Baca SelengkapnyaPenyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baca SelengkapnyaGerindra menyebut mekanisme pemilihan ketua DPR masih sesuai UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Baca SelengkapnyaAda beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Pertama, penataan rekrutmen dan jabatan ASN yang lebih fleksibel.
Baca Selengkapnya446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca Selengkapnya