Bupati Biak divonis 4,5 tahun penjara karena terima ijon proyek
Merdeka.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari ini menjatuhkan putusan terhadap Bupati non-aktif Biak, Yesaya Sombuk, dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan. Ketua Majelis Hakim Artha Theresia menyatakan Yesaya terbukti menerima suap ijon rencana proyek pembangunan tanggul laut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal sebesar SGD 100 ribu atau setara Rp 1 miliar dari Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut.
"Menjatuhkan putusan kepada terdakwa Yesaya Sombuk dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan dikurangi masa tahanan," kata Hakim Ketua Artha saat membacakan putusan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (29/10).
Di samping hukuman badan, Hakim Ketua Artha juga mengganjar Yesaya dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta. Bila tidak dibayar maka Yesaya mesti mengganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.
Pertimbangan memberatkan Yesaya adalah menerima uang dari Teddy dan tidak memberikan teladan bagi warga Biak Numfor padahal pernah menjadi guru. Sementara keadaan meringankannya adalah bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatan, menjadi tulang punggung keluarga, dan belum pernah dihukum.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi akhir September lalu. Saat itu, jaksa meminta hakim menjatuhkan putusan enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Hakim Ketua Artha menyatakan Yesaya terbukti melanggar dakwaan primer. Yakni Pasal 12 huruf (a) atau (b) Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Hakim Anggota Aviantara mengatakan, Teddy dan Yesaya terbukti dua kali bertemu di Jakarta. Yakni pada Maret 2014 di lobi Cafe Mal Thamrin City, Jakarta Pusat, dan pada April 2014 di Hotel Amaris, Jakarta Barat. Tak lama kemudian, Yesaya mengajukan proposal proyek itu kepada Menteri Percepatan Daerah Tertinggal, Helmi Faisal Zaini. Proposal itu dibawa Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Biak Numfor, Turbey Onisimus Dangeubun, dan diserahkan kepada Deputi V Pengembangan Daerah Khusus pada Kementerian PDT, Lili Romli, di kawasan Kuningan, Jakarta.
"Sekitar akhir Mei 2014, Teddy memberitahukan Turbey melalui telepon dalam APBN-P 2014 terdapat anggaran sebesar Rp 20 miliar untuk proyek rekonstruksi talut abrasi pantai di Biak Numfor. Dan Teddy bersedia membantu mengawal usulan proyek," kata Hakim Aviantara
Kemudian, pada Juni 2014 Yesaya mendadak mengontak Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor, Yunus Saflembolo, dan mengatakan sedang butuh uang Rp 600 juta buat melunasi utang pemilihan kepala daerah. Yunus lantas menelepon Teddy.
Pada 5 Juni 2014, Yesaya mengontak Teddy dan mengajaknya bertemu di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya Nomor 81, Jakarta Pusat. Saat berjumpa, Yesaya mengutarakan ingin meminta uang Rp 600 juta. Di tempat itu Teddy juga mengungkap anggaran proyek tanggul laut Biak Numfor sudah tersedia.
"Teddy mengatakan, 'saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau Kaka ada memberikan pekerjaan yang pasti, saya bisa ngambil kredit dari bank," ujar Hakim Aviantara.
Dalam pertemuan itu, Yesaya berjanji kepada Teddy akan memberikan proyek itu. Dengan mengatakan, 'Kalau ada proyek ke Biak, kau yang kawal dan kau yang kerjakan.' Karena terdesak dan melihat peluang, Yesaya langsung meminta Yunus datang ke Jakarta. Setelah tiba di ibukota, Yunus selama sepekan bolak-balik Kementerian PDT buat menanyakan hal itu. Dia lantas pulang setelah mendapat kepastian anggaran itu dari Sekretaris Menteri PDT, Lucky Hary Korah. Kemudian setelah itu, Yunus mengontak Teddy kalau Yesaya akan meminta uangnya.
Pada 13 Juni, Teddy memberikan uang tahap pertama sebesar SGD 63 ribu kepada Yesaya. Tetapi, menurut Yesaya uang itu masih kurang. Lantas duit sogokan kedua diserahkan tiga hari kemudian.
Selepas penyerahan uang kedua sebesar SGD 37 ribu di Hotel Acacia pada 16 Juni 2014, petugas KPK kemudian menangkap Yesaya dan Teddy.
Hakim Aviantara mengatakan, perbuatan Yesaya menerima uang dari Teddy memenuhi unsur delik diatur dalam pidana korupsi. Dia menambahkan, Teddy juga mengakui pemberian uang sejumlah itu supaya dia mendapatkan proyek tanggul laut.
"Penerimaan itu telah melanggar kewenangan terdakwa sebagai penyelenggara negara buat membentuk pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," sambung Hakim Aviantara.
Hakim Aviantara menyatakan penyelenggara negara telah dilarang menerima suatu hadiah atau janji yang bisa mempengaruhi kewajibannya. Hakim I Made Hendra juga menyatakan tidak menemukan alasan pembenar dan pemaaf bagi Yesaya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ibu Jubaedah bercerita bahan dasar yang digunakan kerupuk ini adalah kencur.
Baca SelengkapnyaVonis tersebut akan dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Baca SelengkapnyaSempat ditipu hingga ratusan juta, pengusaha bawang goreng satu ini justru makin sukses dengan penghasilan mencapai ratusan juta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Otorita IKN Nusantara akan membangun kawasan hijau atau lindung seluas 177 ribu hektare.
Baca SelengkapnyaKetua majelis hakim Budiman Sitorus menunda sidang pekan depan dengan agenda keterangan saksi
Baca SelengkapnyaIde membuat terasi dilatarbelakangi kegemarannya makan sambal
Baca SelengkapnyaCerita Prabowo Subianto saat masih menjadi Danjen Kopassus dan memimpin operasi penting di Papua.
Baca SelengkapnyaSelain pupuk pemerintah juga menyiapkan benih gratis bagi petani yang mau mempercepat tanam.
Baca SelengkapnyaRealisasi ini meningkat sebesar 99,96 persen (yoy) dibandingkan dengan realisasi Januari tahun sebelumnya.
Baca Selengkapnya