Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Belajar keberagaman dari keluarga asal Yogyakarta

Belajar keberagaman dari keluarga asal Yogyakarta Keluarga Sumulyo Halim. ©2017 Merdeka.com/purnomo

Merdeka.com - Isu keberagaman akhir-akhir ini ramai menjadi bahan perbincangan. Keberagaman di Indonesia yang majemuk, dianggap memasuki masa kritis. Tokoh-tokoh nasional pun berpadu mengajak bangsa untuk menguatkan kesatuan dan persatuan, menghindari berpecahan.

Di Dusun Mandingan, Desa Ringinharjo, Kabupaten Bantul, DIY, ada sebuah keluarga yang bisa dijadikan sebagai gambaran indahnya keberagaman di Indonesia.

Keluarga yang terdiri dari empat anggota terdiri dari ayah, masing-masing memiliki keyakinan yang berbeda. Dalam keluarga, setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinan sesuai dengan proses pencariannya masing-masing. Setiap anggota keluarga pun tak pernah memaksakan keyakinannya kepada anggota keluarganya lain.

Sumulyo Halim (22) anak pertama dari pasangan Djoni Efendi Halim (64) dan Vivi (50) mengatakan bahwa sudah sejak kecil keluarganya memiliki keyakinan yang berbeda.

Halim, demikian Sumulyo Halim biasa dipanggil menceritakan bahwa awalnya, ayahnya, Djoni memiliki keyakinan yang sama dengan sang ibu yaitu Buddha. Saat menikah pun keduanya masih memeluk keyakinan tersebut. Hingga pada suatu saat, Djoni melakukan perjalanan ke Jawa Barat selama beberapa waktu. Sepulangnya dari Jawa Barat ini, Djoni pun memutuskan untuk berpindah keyakinan menjadi Islam.

Pilihan Djoni ini pun didukung Vivi. Meskipun mendukung Djoni menjadi Islam namun Vivi tetap pada keyakinannya yaitu Buddha. "Jadi serumah saya ada empat orang dan berbeda keyakinan. Ayah Islam. Ibu Buddha. Saya Kristen Karismatik dan adik saya Kristen Jawa," papar Halim saat ditemui merdeka.com, Sabtu lalu.

Halim menjelaskan bahwa dalam keluarganya menganut prinsip bahwa agama atau keyakinan bukanlah berdasarkan keturunan. Keyakinan, kata Halim merupakan sesuatu yang holistik dan merupakan pengalaman spiritual yang didapatkan berdasarkan pengalaman dan pencarian masing-masing.

"Meski berbeda keyakinan, tetapi di keluarga kita saling mendukung dan menguatkan. Misalnya saat bulan Ramadan seperti ini, ayah saya menjalankan ibadah puasa, ibu saya pun tetap menyiapkan hidangan sahur dan buka puasa. Bahkan juga membangunkan ayah saat sahur," terang Halim.

Halim pun menuturkan bahwa saat dirinya merayakan Natal, kedua orang tuanya juga mengucapkan selamat Natal dan menyiapkan hidangan spesial. Sedangkan saat ayah merayakan Idul Fitri, semua anggota keluarga pun ikut merayakannya. Bahkan juga mengikuti tradisi mengunjungi tetangga lainnya dan saling bersalaman dan bermaaf-maafan.

"Kami juga saling mengingatkan saat keluarga yang lainnya waktunya beribadah. Misal waktunya ayah salat, kami sering mengingatkan. Atau kalau hari Minggu, waktunya saya ke gereja, orang rumah juga mengingatkan agar berangkat ke gereja. Kalau ibu sedang sembayangan di vihara, saya juga kerap mengingatkan dan juga mengantar ibu beribadah. Dulu waktu kecil saya juga sering diantar ke gereja oleh ayah dan ibu," urai alumnus jurusan Geografi UNY ini.

Di rumah yang saat ini ditinggali oleh keluarganya, Halim menyampaikan bahwa berbagai kitab dan alat untuk beribadah tersedia. Halim mencontohkan bahwa di rumahnya ada Al Kitab yang merupakan kepunyaannya, ada pula Alquran yang sering dibaca oleh ayahnya maupun kitab Parrita milik ibu.

"Keberagaman di keluarga kami tak pernah membuat perpecahan. Setiap ada masalah, tak pernah salah satu dari anggota keluarga memaksakan keyakinannya dalam mencari solusi. Semuanya dibahas bersama tanpa ada yang merasa paling benar," terangnya.

Halim memilih menjadi umat Kristen setelah sempat dikenalkan kedua orang tuanya berbagai macam agama di Indonesia. Dari proses pencarian tersebut, akhirnya Halim mantap memilih beragama Kristen.

"Saya dulu sempat belajar agama Islam di masjid. Sempat ikut TPA. Sempat juga belajar Buddha dari ibu. Kemudian belajar Konghucu dari keluarga ibu yang kebetulan memang Tionghoa. Belajar Hindu pun saya juga pernah. Akhirnya saya memutuskan memilih Kristen karena merasa cocok. Saya memilih Kristen Karismatik," ungkap Halim.

Halim menyampaikan bahwa pilihannya menjadi penganut Kristen itu tak mendapat tentangan dari orang tua. Mereka justru mendukung pilihannya. "Mereka hanya berpesan agar saya bertanggung jawab atas pilihan saya. Selain itu saya diminta agar menjalankan semua perintah dalam Kristen sebaik-baiknya," ungkapnya.

Mengenai perbedaan yang ada di dalam keluarganya, ia mengaku sempat membuat teman-temannya kaget. Hal itu menjadi sesuatu yang aneh dan langka. Bahkan, teman-temannya shock dan tak heran ada yang selalu meminta diceritakan namun ia enggan menceritakan panjang lebar.

"Bagi kami perbedaan itu indah dan saya bersyukur bisa mengetahuinya. Meskipun berbeda ada kesatuan di dalam perbedaan itu. Tidak ada pemaksaan kehendak. Semua masalah diselesai bersama," pungkas Halim.

Disinggung mengenai kemungkinan menerapkan hal yang sama kepada anak-anaknya kelak, Halim menilai hal itu baik untuk anak-anaknya nanti. Setiap anak, akan dibebaskan Halim untuk memilih agama atau keyakinan sesuai dengan kepercayaan serta panggilan hati.

(mdk/cob)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Asal Usul Agama Baha’i Hingga Perkembangannya di Indonesia

Asal Usul Agama Baha’i Hingga Perkembangannya di Indonesia

Di Indonesia, dengan keanekaragaman budaya yang kaya, ada satu keyakinan agama yang mungkin terasa asing bagi beberapa orang yaitu agama Baha'i.

Baca Selengkapnya
Pertama Kali Memilih, Sekelompok Anak Muda dan Santri di Yogya Putuskan Dukung AMIN

Pertama Kali Memilih, Sekelompok Anak Muda dan Santri di Yogya Putuskan Dukung AMIN

Mereka baru pertama kali akan menggunakan hak pilih dan hak suaranya di Pilpres 2024

Baca Selengkapnya
Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga

Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga

Sang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
7 Ulama yang Berjasa Besar Sebarkan Ajaran Islam di Sidoarjo, Makamnya Berbaur dengan Warga Biasa

7 Ulama yang Berjasa Besar Sebarkan Ajaran Islam di Sidoarjo, Makamnya Berbaur dengan Warga Biasa

Makam para ulama ini terletak di pemakaman umum desa.

Baca Selengkapnya
Berziarah ke Makam Kyai Damar, Konon Utusan Wali Songo dan Tokoh Penyebar Agama Islam di Semarang

Berziarah ke Makam Kyai Damar, Konon Utusan Wali Songo dan Tokoh Penyebar Agama Islam di Semarang

Masyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap

Baca Selengkapnya
Belajar Membatik sejak SMP, Begini Kisah Pembatik Gen Z Asal Bojonegoro Keliling Indonesia Berkat Karyanya

Belajar Membatik sejak SMP, Begini Kisah Pembatik Gen Z Asal Bojonegoro Keliling Indonesia Berkat Karyanya

Membatik tidak hanya mendatangkan cuan tetapi juga melahirkan pengalaman hidup yang kaya raya.

Baca Selengkapnya
Cerita Pengalaman Bahasa Jawa Lucu, Jadi Hiburan Menarik

Cerita Pengalaman Bahasa Jawa Lucu, Jadi Hiburan Menarik

Meski sederhana, cerita pengalaman lucu dapat menghangatkan suasana ketika sedang berkumpul bersama.

Baca Selengkapnya
Modus Berbagi Takjil, Ratusan Pelajar Bikin Onar dan Hendak Tawuran Ditangkap di Jakpus

Modus Berbagi Takjil, Ratusan Pelajar Bikin Onar dan Hendak Tawuran Ditangkap di Jakpus

Modus Berbagi Takjil, Ratusan Pelajar Bikin Onar dan Hendak Tawuran Ditangkap di Jakpus

Baca Selengkapnya
Cara Menghadapi Hidup Banyak Masalah, Dijamin Lebih Tenang

Cara Menghadapi Hidup Banyak Masalah, Dijamin Lebih Tenang

Setiap masalah yang kita hadapi merupakan peluang untuk belajar dan mengasah keterampilan penyelesaian masalah.

Baca Selengkapnya