Bawahan Dhana anggap sah periksa pajak pakai data eksternal
Merdeka.com - Mantan pegawai Ditjen Pajak dan terdakwa kasus pemerasan terkait pengurusan pajak, Salman Maghfiron, menyatakan penggunaan data eksternal buat pemeriksaan pajak sah. Dia mencantumkan hal itu dalam nota pembelaan (eksepsi) dibacakan hari ini.
Maka dari itu, menurut pengacara Salman, Muhammad Saleh Batalipu, dakwaan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan harus dinyatakan batal demi hukum. Sebab tidak cermat, error inpersona, dan kabur.
"Tidak pernah ada pemeriksaan tim audit investigasi kepada terdakwa terkait pemeriksan pajak PT Kornet Trans Utama. Padahal, sebelum pemeriksaan tindak pidana harusnya ada pemeriksaan internal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," kata Saleh saat membacakan eksepsi (nota keberatan) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (10/10).
Dalam eksepsi Salman disebutkan data eskternal dipakai buat menghitung kewajiban pajak PT KTU sah. Sebab, sudah divalidasi oleh kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) III.
"Dengan terbitnya Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), maka data eskternal sah. Oleh karenanya dakwaan JPU patut ditolak atau dinyatakan batal demi hukum," ujar Saleh.
Salman Maghfiron adalah anggota tim pemeriksa pajak PT KTU yang diketuai Dhana Widyatmika. Saat itu bertindak sebagai penyelia (supervisor) adalah Firman S.E., M.Si. Ketiganya kini dihadapkan ke meja hijau dalam kasus pemerasan wajib pajak dan malah merugikan keuangan negara.
Tiga pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Pancoran, Jakarta Selatan, itu mulai diajukan ke meja hijau pekan lalu. Mereka diduga memeras wajib pajak dan malah merugikan negara lantaran kalah banding di pengadilan pajak.
Kasus ini bermula saat tim pemeriksa terdiri dari Dhana Widyatmika sebagai ketua dan Salman Maghfiron sebagai anggota melakukan pemeriksaan pajak PT Kornet Trans Utama. "Saat itu, Firman bertindak sebagai supervisor, Dhana sebagai ketua tim dan Salman sebagai anggota pemeriksa," kata jaksa Novel saat membacakan dakwaan pekan lalu.
Dalam proses pemeriksaan pajak, Dhana dan Salman berdalih PT KTU kurang bayar jumlah pajak sebanyak Rp 3 miliar. Mereka lalu mengatur pertemuan dengan perwakilan PT KTU, yakni Riyana Juliarti dan Mr. Lee Jun-ho (Mr. Leo).
Dalam pertemuan di kafe Starbucks di Tebet Indraya Square antara Dhana dan Salman serta Riyana dan Direktur PT KTU Mr. Leo pada Desember 2005, mereka mengatakan data diajukan PT KTU dalam Surat Pajak Terhutang tidak sama dengan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak. Pertemuan itu terjadi dua kali di tempat sama.
Padahal, Dhana dan Salman menggunakan data luar tidak jelas asal-usulnya. Mereka pun menawarkan bantuan buat mengurangi jumlah pajak asal PT KTU mau membayar Rp 1 miliar kepada mereka. PT KTU merasa keberatan dan tidak mengabulkan permintaan keduanya. Karena permintaannya tidak dipenuhi, mereka atas persetujuan Firman, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan PT KTU diharuskan bayar pajak pertambahan nilai Januari sampai Desember 2002 sebesar Rp 787.540.398, pajak penghasilan badan 2002 Rp 1.468.721.600, dan PPH 21 tahun pajak 2002 Rp 89.970.888.
PT KTU kemudian meminta bantuan konsultan pajak Petrus Bernardus menghitung kembali kewajiban pajak perusahaan itu. Setelah dihitung, ternyata mereka hanya harus membayar pajak pertambahan nilai sebesar Rp 200 juta. Sementara PPH badan dan PPH pasal 21 nihil. Dia mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dan PT KTU menang. Akhirnya negara harus membayar ganti rugi Rp 900 juta kepada PT KTU.
Berdasarkan dakwaan pertama, keduanya diancam dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 undang-undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup dan maksimal 20 tahun. Sementara itu, dakwaan kedua menggunakan pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 dan pasal 12 huruf g Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55.
Salman Maghfiron diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun. Dia bersama rekannya, Dhana Widyatmika dan Firman, didakwa memeras wajib pajak dan berusaha memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PAN setuju dengan sikap tegas Prabowo yang menyatakan tidak mungkin semua kekuatan dan kelemahan sistem pertahanan nasional dibuka untuk umum.
Baca SelengkapnyaGanjar menyebut, dirinya hanya membutuhkan jawaban.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyaluran perdana Bantuan Pangan Beras 2024 ini diserahkan langsung oleh Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaPihak lapas sudah memilih dia sebagai petugas kebersihan karena sudah dinyatakan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Baca SelengkapnyaData dari PPATK bisa dijadikan peringatan oleh seluruh peserta Pemilu.
Baca SelengkapnyaDampak berlakunya pajak rokok untuk rokok elektrik sifatnya sangat membebani.
Baca SelengkapnyaMenurut Anies, jawaban data itu sebetulnya simpel dan sederhana. Tinggal dibuka saja data yang bisa dibuka atau tidak bisa dibuka ke publik.
Baca Selengkapnya"Kalau misalkan diperintahkan, saya sebagai mantan prajurit saya siaplah apapun," kata Dudung
Baca Selengkapnya