Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Analisis Pakar Hukum Tata Negara soal Putusan PN Jakut, Bisakah Tunda Pemilu?

Analisis Pakar Hukum Tata Negara soal Putusan PN Jakut, Bisakah Tunda Pemilu? Ilustrasi Pemilu. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima. Fahri menilai putusan yang meminta KPU tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 dan kembali melakukan tahap verifikasi merupakan di luar kuasa atau ultra vires.

"Secara hukum putusan hakim dalam perkara No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst adalah 'ultra vires' atau dengan kata lain 'beyond the power'," kata Fahri dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/3).

Sebab, Fahri memandang penundaan Pemilu atas putusan PN Jakarta Pusat menghukum KPU tidak melanjutkan dan kembali melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari berpotensi menciptakan kekacauan ketatanegaraan.

Baca berita Pemilu di Liputan6.com

"Sehingga konsekuensi yuridisnya dari status putusan yang demikian ini adalah bersifat null and void (batal demi hukum) atau bersifat van rechtswege nietig/null end void, sehingga tidak dapat dieksekusi," ujar Fahri.

Menurutnya, hal tersebut menjadi penting untuk melindungi kesisteman kerangka hukum Pemilu, berdasarkan desain konstitusional Pemilu yang berlaku saat ini. Sebagaimana telah diatur sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilu telah telah mengatur dan membagi frame penegakan hukum menjadi dua jenis yaitu Pelanggaran dan Sengketa.

Pelanggaran di dalam UU Pemilu sendiri terbagi menjadi tiga jenis yaitu Pelanggaran Administratif, Pelanggaran Kode Etik dan Pelanggaran Pidana. Sedangkan untuk Sengketa terbagi menjadi dua yaitu Sengketa Proses dan Sengketa Hasil.

"Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengkonstruksikan saluran hukum penyelesaian jika terdapat permasalahan berupa dispute baik pelanggaran maupun sengketa," katanya.

Oleh karena itu, Fahri menambahkan, secara spesifik UU Pemilu memberikan otoritas yang berbeda-beda sesuai kompetensinya dalam penyelenggaraan pemilihan umum, terkhusus penyelesaian pelanggaran dan sengketa.

Di antaranya, Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Negeri (PN), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dimana, penyelesaian Sengketa Proses Pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Selanjutnya ketentuan Pasal 470 ayat (1) UU Pemilu mengatur (l) Sengketa proses Pemilu melalui pengadilan tata usaha negara meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik caton Peserta Pemilu, atau bakal Pasangan Calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU lhbupaten/Kota.

Ketentuan ayat (2) mengatur : Sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sengketa yang timbul antara a. KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.

"Dengan demikian, karakter dari perkara yang diputus oleh PN Jakpus ini sesungguhnya adalah masuk pada ranah perkara sengketa, yang tentunya merupakan yurisdiksi atau kompetensi absolut dari PTUN, bukan PN Jakpus. Sehingga hemat saya, putusan ini dapat dikualifisir sebagai never existed oleh karena hakim mengokupasi kewenangan kekuasaan lembaga peradilan lain," jelasnya.

Alhasil, Fahri menegaskan bila putusan pengadilan ini jika diterapkan, maka konsekuensinya potensial menciptakan kekacauan ketatanegaraan, yang mana kekuasaan pemerintahan, baik presiden maupun lembaga-lembaga negara lainya seperti DPR, DPD, MPR, akan kehilangan legitimasinya. Sebab Pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai agenda konstitusional.

"Misalnya, presiden RI akan berakhir masa jabatannya pada 20 oktober 2024, dan tidak ada pelantikan presiden yang baru berdasarkan mandat rakyat melalui suatu pemilihan umum yang legitimate," ucapnya.

"Sebab UUD 1945 tidak memberikan jalan keluar jika Pemilu tidak dapat dilaksanakan tepat waktu, atau tidak ada presiden yang terpilih sesuai agenda Pemilu yang telah ditetapkan, ini akan menjadi suatu keadaan kebuntuan konstitusional, ini sangat riskan, dan taruhannya terlalu mahal, itu salah satu impact yang cukup serius jika mengikuti nalar dari putusan ini," tambah dia.

Fahri berpendapat, Idealnya putusan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam sengketa Perdata oleh pengadilan negeri tidak boleh berdimensi terhadap siklus serta agenda ketatanegaraan. Karena hanya bersifat dari putusan perdata mengikat para pihak dalam rezim sengketa.

Artinya, menurut Fahri Bachmid, putusan PMH itu tidak bersifat ergo omnes (mengikat semuanya)" yang mengikat pada lembaga-lembaga negara sebagai organ konstitusional yang umumnya melaksanakan kewenangan publik.

"Apalagi berkaitan dengan pelaksanaan agenda ketatanegaraan terkait sirkulasi kepemimpinan nasional yang tentunya berlandaskan pada hukum publik," imbuhnya.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal Tugas KPU dan Wewenangnya, Perlu Diketahui
Mengenal Tugas KPU dan Wewenangnya, Perlu Diketahui

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Hormati Keputusan KPU, PKS Beri Catatan dan Kritisi Proses Pemilu
Hormati Keputusan KPU, PKS Beri Catatan dan Kritisi Proses Pemilu

Dia menilai masih banyaknya dugaan pelanggaran etika oleh KPU dan Bawaslu.

Baca Selengkapnya
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!

Jokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
KPU Buka Pendaftaran Pemantau Pilgub DKI Jakarta 2024, Cek Jadwal dan Syarat Berikut Ini
KPU Buka Pendaftaran Pemantau Pilgub DKI Jakarta 2024, Cek Jadwal dan Syarat Berikut Ini

Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempersiapkan pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya
Polisi Belum Kembalikan Berkas Perkara Firli, Begini Respons Kejati
Polisi Belum Kembalikan Berkas Perkara Firli, Begini Respons Kejati

Kejati DKI Jakarta memastikan tidak ada konsekuensi apapun, jika polisi belum selesai melengkapi petunjuk JPU meski melewati tenggat waktu.

Baca Selengkapnya
KPU Serahkan Alat Bukti Tambahan Berupa Formulir D Kejadian Khusus
KPU Serahkan Alat Bukti Tambahan Berupa Formulir D Kejadian Khusus

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyerahkan alat bukti tambahan berupa formulir D Kejadian Khusus tingkat kecamatan seluruh Indonesia kepada Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya
Malam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024
Malam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024

KPU mempersiapkan diri dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya
KPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK
KPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK

Proses pendaftaran sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3x24 jam.

Baca Selengkapnya
TKI Ilegal Picu Membludaknya Daftar Pemilih Khusus Pemilu 2024 di Jeddah
TKI Ilegal Picu Membludaknya Daftar Pemilih Khusus Pemilu 2024 di Jeddah

Hal itu diketahui saat proses rapat pleno rekapitulasi suara nasional berlangsung di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Jumat (1/3).

Baca Selengkapnya