Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

18 Dokter Gugur Usai Terinfeksi Covid-19

18 Dokter Gugur Usai Terinfeksi Covid-19 Prancis evakuasi pasien Covid-19 pakai kereta cepat. ©THOMAS SAMSON/POOL/AFP

Merdeka.com - Tenaga medis hari demi hari kian berguguran. Mereka ikut terinfeksi virus Corona Covid-19 dari pasien yang ditangani. Hingga Minggu (5/4), tercatat 18 dokter meninggal dunia usai menjadi garda terdepan memerangi Covid-19.

Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Halik Malik amat sedih melihat jumlah dokter yang meninggal usai terpapar Covid-19. Para dokter ini gugur meninggalkan keluarga untuk selamanya usai bertugas perang lawan Corona.

"Sejauh ini kami sangat prihatin dan menyesalkan jika tenaga medis yg menjadi benteng pelayanan ini tumbang satu per satu tanpa ada upaya serius (pemerintah) untuk melindungi mereka," kata Halik, Minggu (5/4).

Halik berharap, ada langkah konkret untuk mencegah kian bertambahnya tenaga medis yang meninggal karena terinfeksi Corona. Dia juga meminta perubahan sistem pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga dokter dan tenaga medis seperti perawat tidak rentan terpapar virus mematikan tersebut.

“Sehingga bisa diambil langkah antisipatif dan langkah nyata penguatan sistem layanan kesehatan yang ada di Indonesia," paparnya.

Halik membandingkan, penanganan Covid-19 di Korea Selatan dan Indonesia. Pemimpin di Korsel, katanya, langsung mengambil kebijakan ekstrem untuk melindungi para tenaga medisnya.

Begitupun dengan yang terjadi di Prancis, menurut Halik satu dokter meninggal di sana perdana menterinya dituntut. "Sampai mengambil kebijakan ekstrem bagaimana mengantisipasi itu," ungkapnya.

Berikut identitas dokter yang gugur usai terinfeksi Corona:

1. Prof Dr. dr. Iwan Dwi Prahasto (Guru Besar FK UGM)

2. Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna (Guru Besar FKM UI)

3. dr. Bartholomeus Bayu Satrio (IDI Jakarta Barat)

4. dr. Exsenveny Lalopua, M.Kes (Dinkes Kota Bandung)

5. dr. Hadio Ali K, Sp.S (Perdossi DKI Jakarta, IDI Jakarta Selatan)

6. dr. Djoko Judodjoko, Sp.B (IDI Bogor)

7. dr. Adi Mirsa Putra, Sp.THT-KL (IDI Bekasi)

8. dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ (RSJ dr. Soeharto Herdjan, IDI Jakarta Timur)

9. dr. Ucok Martin Sp. P (Dosen FK USU, IDI Medan)

10. dr. Efrizal Syamsudin, MM (RSUD Prabumulih, Sumatera Selatan, IDI Cabang Prabumulih)

11. dr. Ratih Purwarini, MSi (IDI Jakarta Timur)

12. Laksma (Purn) dr. Jeanne PMR Winaktu, SpBS (IDI Jakarta Pusat)

13. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH (Guru Besar Epidemiologi FKM UI)

14. Dr. Bernadetta Tuwsnakotta Sp THT (IDI Makassar)

15. Dr. dr. Lukman Shebubakar SpOT (K) (IDI Jakarta Selatan)

16. dr. Ketty Herawati Sultana (IDI Tangerang Selatan)

17. Dr. Heru Sutantyo (IDI Jakarta Selatan)

18. Dr. Wahyu Hidayat, Sp.THT-KL (IDI Kabupaten Bekasi)

Melanggar HAM

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil sekaligus penelitian KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan, pemerintah mesti minta maaf terkait banyaknya dokter yang meninggal dunia. Sebab, kata dia, meninggalnya para tenaga kesehatan dalam penanganan terhadap virus Corona itu merupakan tanggung jawab Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Pertama, saya rasa (pemerintah) harus minta maaf," kata Rivanlee, Minggu (5/4).

Menurut Rivanlee, secara tidak langsung meninggalnya para tenaga kesehatan itu disebabkan kelalaian pemerintah yang tidak memberikan perlengkapan alat perlindungan diri kepada mereka secara merata di seluruh Indonesia.

"Kalau presiden kemarin bilang, sudah menyebar sekian ribu APD ke daerah ini, daerah ini. Sekarang masah ada juga dokter yang disebutkan sama presiden itu kekurangan APD," ungkapnya.

Menurut Rivanlee, permohonan maaf dari pemerintah juga perlu dilakukan karena mereka tidak terbuka mengenai jumlah tenaga kesehatan yang meninggal saat menangani pendemi ini."Bagaimana negara menjamin mereka, apakah cukup dengan santun saja? Padahal kan ini soal nyawa gitu," terang dia.

Rivanlee juga melihat, selama ini negara kukuh dengan pendiriannya yang tak mengikuti rekomendasi para ilmuwan dan ahli kesehatan dalam menangani pendemi Covid-19 ini. Hal ini terlihat dari pemerintah yang lebih memilih mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar atau PSBB. Padahal menurut Rivanlee, para ahli dari awal menyarankan karantina wilayah.

Dia juga mengungkapkan, ada beberapa tenaga kesehatan yang mengeluhkan kekurangan APD di rumah sakitnya justru mendapatkan intimidasi. "Karena saya mendapatkan informasi, beberapa tenaga kesehatan yang mengeluhkan APD-nya kurang itu ditekan oleh atasannya," kata dia.

Tindakan pengabaian seperti itu, menurut Rivanlee, negara secara tidak langsung melakukan pelanggaran HAM terhadap para tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19. "Negara telah melakukan pelanggaran HAM dengan pengabaian terhadap tenaga kesehatan yang gugur sampai hari ini," tegasnya.

Di pihak lain merespons kejadian tersebut, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanggulangan Covid-19, Achmad Yurianto mengaku belum mendapatkan data mengenai jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena melakukan penanganan pendemi Covid-19.

"Apakah semuanya meninggal karena menangani? Nanti saya cari dulu kebenarannya karena saya gak mungkin berbicara katanya," kata Yuri.

Sistem Pelayanan Kesehatan jadi Faktor

Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Adib Khumaidi menyebutkan, rentannya tenaga medis terpapar virus Covid-19, karena keterbatasan APD dan pelayanan kesehatan yang tidak terstruktur.

"Jadi, tenaga medis yang lebih rentan itu yang kontak langsung dengan warga seperti di tingkat bawah, klinik maupun Puskesmas. Mereka masih banyak yang membutuhkan APD, walaupun ada itu sekadar inisiatif dari mereka dan tidak berstandar medis, seperti penggunaan jas hujan," ungkap Adib.

Ditambah, penanganan yang tidak terstruktur juga jadi penyebab para tenaga medis terjangkit corona. Karena masyarakat dengan bebas bisa kemana saja untuk mengecek, bila mengalami gejala Covid-19.

"Kan belum semua tempat kesehatan tercukupi kebutuhan APD dan alat medis pendukung lainnya. Maka perlu penanganan yang terstruktur mulai dari RS, Puskesmas, hingga klinik," kata Adib.

Oleh sebab itu, Adib meminta pemerintah pusat maupun daerah kembali menginformasikan rekomendasi tempat pelayanan kesehatan, terkait tahapan-tahapan proses penanganan masyarakat yang mengalami gejala Covid-19.

"Informasi ini penting, jadi masyarakat bisa menyesuaikan kemana harusnya mereka mengecek kondisi apabila muncul gejala corona. Jangan sampai mereka datang ke Puskesmas maupun klinik yang saat ini masih kekurangan APD, itu malah membuat intensitas kontak langsung sangat tinggi," ujarnya.

Reporter: Yopi Makdori

Sumber: Liputan6.com

Baca juga:Tanda-tanda Terinfeksi Virus Corona dari Hari ke Hari, Begini CirinyaBahu-membahu Melindungi Pahlawan MedisHarimau di Kebun Binatang New York Positif CoronaTrump Minta Pasien Virus Corona Minum Obat Malaria Meski Belum Terbukti Manjur7 Cara Berhenti Merokok untuk Kurangi Risiko Penularan Covid-195 Cara Cuci Pakaian buat Hindari Virus Corona Covid-19

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Dokter MY yang Diduga Cabuli Istri Pasien Mangkir dari Panggilan Polisi, Pengacara: Masalah Pekerjaan
Dokter MY yang Diduga Cabuli Istri Pasien Mangkir dari Panggilan Polisi, Pengacara: Masalah Pekerjaan

Pekerjaan itu diklaim sudah terjadwal sebelumnya sehingga tidak bisa ditinggalkan.

Baca Selengkapnya
Kombes Pol Yade Setiawan Sukses raih Doktor dan Pertahankan Disertasi Penanganan Covid 19.
Kombes Pol Yade Setiawan Sukses raih Doktor dan Pertahankan Disertasi Penanganan Covid 19.

Kombes Pol Yade Setiawan Sukses raih Doktor dan Pertahankan Disertasi Penanganan Covid 19.

Baca Selengkapnya
Indonesia Darurat Pemenuhan Dokter Spesialis, Apa Penyebabnya?
Indonesia Darurat Pemenuhan Dokter Spesialis, Apa Penyebabnya?

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan 78.400 dokter spesialis.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.

Baca Selengkapnya
IDI: Perlu Kerja Sama Strategis Mewujudkan Pemerataan Dokter di Indonesia
IDI: Perlu Kerja Sama Strategis Mewujudkan Pemerataan Dokter di Indonesia

IDI mengungkapkan tidak seimbangnya rasio dokter umum dan spesialis di Indonesia sangat berdampak terhadap kualitas kesehatan di setiap daerah.

Baca Selengkapnya
Kasus Dugaan Pencabulan Istri Pasien Dinaikkan Penyidikan, Dokter MY Bakal Jadi Tersangka?
Kasus Dugaan Pencabulan Istri Pasien Dinaikkan Penyidikan, Dokter MY Bakal Jadi Tersangka?

Cukup banyak alat bukti yang telah dikantongi penyidik, baik didapat dari TKP maupun serahan dari pelapor.

Baca Selengkapnya
Dinkes DKI Akhirnya Mengungkap Jumlah Kasus Covid-19 JN.1 di Jakarta Selama Tahun 2023
Dinkes DKI Akhirnya Mengungkap Jumlah Kasus Covid-19 JN.1 di Jakarta Selama Tahun 2023

Ani menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.

Baca Selengkapnya
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun

Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Baca Selengkapnya
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan

Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.

Baca Selengkapnya