Supersemar (6): Lima tahun bui untuk si penyembunyi
Merdeka.com - Upaya Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk menemukan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) belum membuahkan hasil. Terlebih, saksi sejarah peristiwa 46 tahun silam itu, satu per satu telah tiada.
Lembaga arsip negara telah berulang kali meminta penjelasan Jendral (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat yang hadir di Istana Bogor. Namun upaya itu selalu gagal sampai akhirnya Jusuf meninggal dunia pada 8 September 2004. Padahal, Jusuf pernah mengklaim memiliki naskah asli Supersemar.
Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn), Kivlan Zen, juga pernah mengeluarkan pernyataan mengejutkan perihal keberadaan naskah asli Supersemar. Dia mengatakan putra Brigjen Sutjipto SH telah menemukan naskah asli surat sakti tersebut di dalam dokumen milik ayahnya. Surat itu, kata Kivlan, kemudian diserahkan kepada Soeharto.
Sejarawan Anhar Gonggong meyakini Soeharto mengetahui naskah asli Supersemar. Dia tidak percaya kalau penguasa Orde Baru itu tidak mengetahui perihal keberadaan surat yang memberi kewenangan besar kepadanya itu. Namun dengan meninggalnya Soeharto pada 27 Januari 2008, Supersemar tetap menjadi misteri.
Pada 2008, Ubaydillah Thalib, putra Salim Thalib, staf intel Komando Operasi Tertinggi Gabungan-5 (G-5 KOTI), mengatakan ayahnya sempat melihat sekilas teks asli Supersemar. Thalib yang meninggal pada 2002, kata Ubay, melihat naskah asli Supersemar saat diperintahkan oleh Letkol Sudharmono untuk menyimpan di ruangannya.
"Tapi sayangnya yang melihat teks Supersemar itu hanya beberapa orang," kata Ubay yang selanjutnya tidak mendapat cerita di mana surat sakti itu kini berada.
Entah di mana naskah asli Supersemar kini berada. Namun yang jelas, jika ada yang menyembunyikan, ia akan berhadapan dengan hukum. Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan menyatakan barangsiapa dengan sengaja memiliki arsip negara dengan melawan hukum, maka akan dipenjara selama-lamanya 10 (sepuluh)
tahun.
Itu artinya, jika Supersemar asli disembunyikan oleh Soeharto, sebagaimana dugaan sejumlah pihak, penguasa Orba itu sebenarnya bisa dibui atas beleid yang ditekennya sendiri. Namun apa mau dikata, Soeharto telah pergi dengan masih meninggalkan banyak misteri.
Pada revisi terakhir UU itu, yakni UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, aturan pidana soal penyimpanan arsip negara sedikit berubah. Bagi yang memiliki arsip negara secara melanggar hukum ia akan dibui maksimal lima tahun. Dan bagi yang memusnahkan arsip tidak sesuai prosedur yang diatur akan mendapat hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Namun Kepala ANRI, M Asichin, mengatakan ancaman pidana itu mungkin tidak terlalu kaku diterapkan jika ada pihak yang muncul dengan membawa Supersemar asli. ANRI, katanya, justru menjanjikan penghargaan bagi mereka yang menyelamatkan arsip negara yang sangat penting itu.
“Kan soal penghargaan juga diatur undang-undang,” ujarnya.
Berkaca pada kasus Supersemar, Sejarawan Asvi Marwan Adam (2010), mengatakan, penting untuk menjaga dan menyimpan arsip secara baik dan rapi. Dia juga mengingatkan, surat para pejabat harus tegas perihal apa tugas yang diberikan, sejauh mana kewenangan yang diberikan dan kapan berakhirnya masa tugas. Ini untuk mencegah agar tidak disalahgunakan atau disalahtafsirkan anak buahnya, sebagaimana telah dilakukan Soeharto terhadap Soekarno.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak disangka, Ibu Tien Soeharto hanya ingin diwawancara oleh pemuda ini. Siapakah dia? Berikut sosoknya.
Baca SelengkapnyaDalam sejarah berdirinya negara Singapura, sosok presiden pertama yang menjabat adalah keturunan Indonesia.
Baca SelengkapnyaDua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sesaat setelah diberi pangkat, Soeharto mengabadikan momen dengan sosok jenderal bintang 4.
Baca SelengkapnyaPria asal Minangkabau ini merupakan sastrawan yang beralih menjadi politikus dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPresiden Soeharto memimpin langsung Upacara HUT Kemerdekaan RI ke-24 di Istana Merdeka, Jakarta pada 17 Agustus 1969.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang kata-kata bijak Soekarno tentang perjuangan yang perlu Anda ketahui.
Baca SelengkapnyaRahmat menilai suara masyarakat Sumbar untuk Capres nomor urut dua Prabowo Subianto telah gembos.
Baca SelengkapnyaTak ada lampu, hanya beberapa lilin karena Solo mesti digelapkan saat malam pernikahan Soeharto.
Baca Selengkapnya