Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

SBY sangat tidak pantas dapat penghargaan toleransi

SBY sangat tidak pantas dapat penghargaan toleransi

Merdeka.com - The Appeal of Conscience Foundation (ACF) adalah sebuah lembaga lintas iman mengkampanyekan perdamaian, toleransi dan resolusi konflik. Sejak didirikan pada 1997, organisasi ini memberikan penghargaan negarawan dunia kepada pemimpin dianggap berjasa dan berupaya keras memelihara toleransi dan menyelesaikan kekerasan atas nama agama di negara masing-masing.

Kanselir Jerman Angela Merkel dan mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy pernah menerima hadiah ini. Tahun ini, penghargaan negarawan dunia disematkan kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Upacara penyerahan bakal berlangsung Kamis pekan depan di markas yayasan, Kota New York, Amerika Serikat.

Sejak ACF mengumumkan Yudhoyono sebagai calon penerima bulan lalu, banyak kalangan menolak hal itu. Sebab Yudhoyono dianggap membiarkan kekerasan atas nama agama terus berlangsung di tanah air. Sebut saja kasus penututpan rumah ibadah kaum Nasrani dan pengusiran jamaah Syiah di Sampang, Madura (Jawa Timur).

Pastor tersohor sekaligus Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Franz Magnis-Suseno, termasuk yang menentang. Sebab itu, dia telah menyurati ACF menuntut penghargaan buat Yudhoyono dibatalkan.

Berikut penuturan Romo Magnis, sapaan akrabnya, kepada Alwan Ridha Ramdani dan Islahuddin dari merdeka.com saat ditemui Selasa lalu di kampus Driyarkara.

Kenapa Anda mengkritik penghargaan untuk Presiden SBY dari The Appeal of Conscience Foundation (ACF)?

Saya memprotes karena punya pesan, mereka tidak bertanya kepada yang bersangkutan di Indonesia. Kalau yayasan itu mau memberi penghargaan kepada presiden RI dengan alasan beliau berjasa mendukung toleransi di Indonesia, seharusnya mereka bertanya kepada minoritas-minoritas, LSM-LSM, dan lembaga pemantau mengikuti isu itu, bagaimana pendapat mereka. Itu rupanya tidak terjadi. Saya tidak tahu atas dasar apa mereka memberikan penghargaan itu.

Saya berpendapat dalam sepuluh tahun terakhir toleransi di Indonesia tidak hilang, tapi jelas berkurang. Jadi tidak terlihat ada kemajuan. Dalam situasi seperti ini, sama dengan mengatakan di Indonesia itu bagus-bagus saja. Bagi saya, sebetulnya itu adalah bentuk penghinaan kepada minoritas-minoritas punya kesan lain.

Seberapa bergengsi penghargaan ini dibandingkan penghargaan lain?

Saya tidak tahu dan saya juga tidak tahu sama sekali akan lembaga itu. Saya mengirim surat protes ke alamat surat elektronik mereka. Saya mendengar mereka sudah memberikan penghargaan serupa kepada beberapa tokoh, seperti Margaret Thatchaer. Apa itu yayasan penting, saya tidak tahu.

Menurut Anda, penghargaan ini berarti toleransi di Indonesia kian membaik?

Pemerintah justru tidak banyak melakukan tindakan dalam hal ini. Saya menggunakan istilah pembiaran. Bukannya pemerintah mendukung intoleransi, tidak. Tapi dari sekian banyak kesulitan dialami minoritas dalam dimensi keagamaan oleh pemerintah didiamkan.

Misalnya kami orang Kristiani, mengalami kesulitan sungguh-sungguh mendapat izin membangun rumah ibadah. Ini tidak beres dalam sebuah negara Pancasila yang setiap orang beragama memiliki hak beribadah, kalau tidak kita dituduh kafir. Lalu macam-macam gangguan dan serangan. Lalu yang serius adalah kekerasan sudah diderita, sampai ada yang mati di antara komunitas-komunitas dianggap sesat.

Katakan saja Ahmadiyah dan Syiah. Pemerintah, termasuk presiden, belum pernah membuka mulut untuk mengecam kekerasan terhadap minoritas itu atau minta kepada masyarakat menghormati perbedaan.

Artinya presiden memang tidak layak mendapatkan penghargaan ini?

Iya, saya anggap tidak layak dan saya ungkapkan dengan keras. Sebuah lembaga luar negeri merasa mampu memberi penilaian seperti itu, presiden sangat berjasa dalam hal ini. Padahal di Indonesia banyak suara menentang. Kalau di Indonesia ada yang akan memberikan penghargaan serupa, silakan saja. Kita bicara di antara kita, mungkin akan ada perbedaan pendapat. Tapi ini lembaga luar negeri dari Amerika Serikat memberi penilaian seperti itu, saya anggap tidak tepat. Sangat-sangat tidak tepat.

Bagaimana pandangan ormas-ormas keagamaan besar, seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama?

Saya mendapat surat elektronik. Saya tidak mau menyebut nama, dari tokoh Muhammadiyah, saya dapat dukungan. Pihak NU juga mendukung yang telah saya lakukan ini. Banyak yang memberi dukungan.

Intoleransi di Indonesia sebetulnya bukan masalah masyarakat madani, tapi masalah negara. Misalnya, kami Katolik merasa hubungan cukup baik dengan NU dan Muhammadiyah dan kami bisa bicara terbuka. Mereka juga menolak kekerasan terhadap yang selama ini dianggap sesat.

Tapi masalahnya bukan di situ, masalahnya negara tidak boleh memberi ruang terhadap kekerasan atas nama agama atau nuansa agama lainnya. Justru organisasi-organisasi agama menyesalkan negara tidak tegas. Saya melihat masalahnya bukan pada tingkatan umat bisa hidup normal sehari-hari. Karena itu, di Indonesia intolerasi masih besar.

Saya selalu bilang sekitar 95 persen umat Kristiani hidup di antara minoritas lainnya, hidup berdampingan dengan mayoritas muslim. Kemudian minoritas di Bali hidup dengan Hindu, bisa hidup dan bekerja tanpa kesulitan. Tetapi kecenderungannya ke mana? Tindakan intoleransi tetap ada juga, sampai kepada tuduhan aliran sesat berujung pada tindakan kekerasan. Jumlah itu terus bertambah, di mana negara selama ini?

Apa yang mesti pemerintah segera lakukan?

Harusnya pemerintah bisa berbuat lebih banyak. Satu hal adalah menegakkan hukum. Dalam UUD 1945 Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Namun dalam hal keagamaan, itu tidak ditegakkan. Ambil kasus GKI Yasmin. Itu bukan berarti umat Kristiani di Bogor pada umumnya susah beribadah, tidak.

Saya kira di Bogor ada sekian gereja tidak memiliki masalah. Tapi dalam kasus GKI Yasmin, MA sudah mengatakan mereka berhak mendirikan, tugas pemerintah adalah menjamin hak itu diberikan. Kalau tidak, berarti hukum tidak dipakai. Kalau hukum tidak dipakai, malah menggunakan otot. Itulah yang disebut sebagai negara preman.

Kapan terakhir Anda bertemu presiden membahas intoleransi ini?

Saya tidak tahu. Yang jelas, surat saya kirimkan ke pihak pemberi penghargaan. Saya tidak tahu kalau surat itu masuk ke istana apakah itu membantu atau tidak. Kalau ditanggapi, tentu harus tahu apa yang harus dibicarakan dan didiskusikan dengan masyarakat.

Apakah Anda sudah dihubungi istana setelah mengirim surat ke ACF?

Belum, saya baru tahu tanggapan para staf presiden dari berita saya baca.

Biodata

Nama:

Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis

Nama populer:

Franz Magnis-Suseno

Tempat dan Tanggal Lahir:

Eckersdorf, Silesia, Jerman-Nazi (kini Bożków, Nowa Ruda, Polandia), 26 Mei 1936

Gelar:

Doktor kehormatan bidang Teologi dari Universitas Luzern, Swiss

Buku:

Etika Jawa

Etika Politik

(mdk/fas)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Masyarakat Diingatkan Perkuat Nilai Toleransi, Jangan Ributkan Perbedaan

Masyarakat Diingatkan Perkuat Nilai Toleransi, Jangan Ributkan Perbedaan

Perkuat juga solidaritas, empati, dan tolong-menolong antar-sesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.

Baca Selengkapnya
Masyarakat Diminta Perkuat Toleransi & Hindari Prasangka Buruk Terhadap Perbedaan

Masyarakat Diminta Perkuat Toleransi & Hindari Prasangka Buruk Terhadap Perbedaan

Memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat tidak boleh semena-mena melanggar hak dari mereka yang dianggap berbeda.

Baca Selengkapnya
MUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita

MUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita

Penting menjaga keberlangsungan lingkungan masyarakat yang damai dan toleran.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
'Seluruh Ajaran Agama Mengandung Nilai Kerukunan, Jangan Persoalkan Perbedaan'

'Seluruh Ajaran Agama Mengandung Nilai Kerukunan, Jangan Persoalkan Perbedaan'

Jika masyarakat telah matang dalam memandang perbedaan, maka dengan kemajemukannya dapat merespons kebutuhan sesama manusia tanpa memandang perbedaan.

Baca Selengkapnya
Panglima TNI Jenderal Agus Bicara Investasi Akhirat, Bergerak Dalam Gelap Mencari Ridho-Nya

Panglima TNI Jenderal Agus Bicara Investasi Akhirat, Bergerak Dalam Gelap Mencari Ridho-Nya

Panglima TNI Agus Subiyanto adalah sosok yang sangat religius, ia sering sholat Subuh berjamaah di masjid dan menyampaikan tentang pentingnya akhirat.

Baca Selengkapnya
BPIP: Bangsa Ini Sudah Biasa Bertindak dengan Menghargai Perbedaan

BPIP: Bangsa Ini Sudah Biasa Bertindak dengan Menghargai Perbedaan

Dengan perilaku toleransi tinggi, Indonesia diyakini kebal dengan serangan paham radikal terorisme ingin pecah belah NKRI.

Baca Selengkapnya
Indahnya Toleransi, Prajurit TNI Ini Unggah Momen Disiapkan Takjil oleh Ibu Pendeta

Indahnya Toleransi, Prajurit TNI Ini Unggah Momen Disiapkan Takjil oleh Ibu Pendeta

Di tengah ramainya war takjil, pria ini justru unggah momen disiapkan takjil oleh mama pendeta.

Baca Selengkapnya
'Kita Harus Rayakan Demokrasi dengan Damai Kedepankan Persaudaraan'

'Kita Harus Rayakan Demokrasi dengan Damai Kedepankan Persaudaraan'

Berdemokrasi sehat berarti mengerti jika Pemilu sarana untuk bersatu bukan bermusuhan.

Baca Selengkapnya
Anak-Anak di Inggris Beri Pesan Dukungan untuk Anak-Anak Palestina dalam Unjuk Rasa di London

Anak-Anak di Inggris Beri Pesan Dukungan untuk Anak-Anak Palestina dalam Unjuk Rasa di London

Anak-Anak di Inggris Beri Pesan Dukungan untuk Anak-Anak Palestina dalam Unjuk Rasa di London

Baca Selengkapnya