Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Membubarkan partai pelahap dana korupsi

Membubarkan partai pelahap dana korupsi Sidang MK. ©2012 Merdeka.com/imam buhori

Merdeka.com - Kasus korupsi yang membelit pengurus teras Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), membuat banyak orang berpikiran: kedua partai itu pantas dibubarkan. Di beberapa negara, partai politik yang terbukti menerima uang hasil korupsi, sudah pasti dibubarkan; setidaknya dibekukan, atau tidak boleh mengikuti pemilu.

Tidak usah jauh-jauh ke Eropa atau Amerika, di Thailand beberapa kali Mahkamah Konstitusi membubarkan partai politik yang terbukti menerima dana ilegal. Yang paling ramai diberitakan adalah pembubaran Partai Thai Rak Thai yang menjadi kendaraan politik Thaksin Shinawatra untuk menjadi perdana menteri 2001-2006.

Jika menerima dana ilegal sebagai dasar pembubaran partai politik, sesungguhnya yang pantas dibubarkan tidak hanya PD dan PKS, tetapi juga partai-partai politik lain. Coba buka kembali pengakuan para terpidana korupsi mereka mengumpulkan uang untuk membiayai partai dalam memenangkan pemilu.

Tetapi mengapa tidak ada satu pun partai politik Indonesia yang dibubarkan, meskipun banyak tersangka, terdakwa, bahkan terpidana telah menyetor uang haram ke partai politik? Mengapa hanya orang per orang pengurus partai yang jadi korban, sementara partainya sendiri masih aman-aman saja?

Jangankan partai politik, puncak pimpinan partai saja tidak terkena, (kecuali mereka terlibat langsung seperti Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng) meskipun kesaksian menunjukkan penerimaan dana haram oleh partai politik diketahui oleh pimpinan puncak partai politik. Bukan hanya diketahui, merekalah yang justru mengarahkan anak buahnya untuk menjarah dana haram.

Mau tidak mau kita harus melihat bagaimana hukum mengatur soal ini. Dalam hal ini bisa diperhatikan ketentuan undang-undang partai politik (UU No 2/2008 dan UU No 2/2011), serta undang-undang pemilu legislatif (UU No 8/2012, UU No 10/2008 dan UU No 12/2003).

Dalam UU No 2/2008 disebutkan, partai politik bisa dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apabila terbukti melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan dan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan NKRI.

Masalahnya tidak mudah bagi MK untuk mengidentifikasi soal itu. Lagi pula siapa yang harus mengadukan ke MK, karena tanpa pengajuan gugatan ke MK, MK tidak bisa melakukan apa-apa. Sebab, sebagai lembaga peradilan, MK bersikap pasif: menunggu pihak minta keadilan; sekaligus aktif: tidak bisa menolak mengadili jika ada yang minta.

Selanjutnya perhatikan UU No 8/2012 atau undang-undang pemilu sebelumnya. Di sana terdapat larangan partai politik menerima dana kampanye dari sumber-sumber terlarang: APBN/APBD, BUMN/BUMD, dari pihak asing, dan dari pihak yang tidak jelas identitasnya. Namun partai yang menerima dan menggunakan dana tersebut, mereka hanya diminta untuk mengembalikan ke kas negara. Tidak ada sanksi apapun.

Selain itu, partai peserta pemilu juga dilarang menerima sumbangan dana kampanye dari perseorangan dan perusahaan yang melebihi batas yang telah ditentukan. Namun sanksi bagi partai yang menerima sumbangan melebihi batas juga tidak tegas. Malah yang memberi sumbangan yang diancam hukuman pidana.

Di beberapa negara terdapat ketentuan, partai politik yang menerima sumbangan dari sumber-sumber terlarang dan atau menerima sumbangan melampaui batas, dikenakan sanksi tidak bisa mengikuti pemilu berikutnya. Selain itu, perolehan suara dari pemilu yang sedang berlangsung bisa dikurangi.

Namun ketentuan macam itu, tidak ada di undang-undang partai politik maupun undang-undang pemilu yang sedang berlaku. Oleh karena itu, bisa dipahami setiap menjelang pemilu, partai politik berusaha melahap sebanyak-banyaknya dana dari siapa saja, kapan saja, di mana saja. Yang penting cash dan tidak tercatat di rekening maupun pembukuan partai resmi.

Dalam kondisi demikian, maka secara undang-undang, tidak perlu memupuk harapan untuk membubarkan partai politik pelahap dana haram. Namun jika mengacu ke UU No 2/2008 sesungguhnya terbuka ruang interpretasi buat MK untuk membubarkan partai yang diduga melahap dana haram. Masalahnya kini, siapa yang akan mengajukan gugatan ke MK?

(mdk/tts)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres

Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Baca Selengkapnya
Contoh Koalisi Partai Politik Sebagai Penentu Pembentukan Pemerintahan Kuat, Kenali Bedanya dengan Oposisi
Contoh Koalisi Partai Politik Sebagai Penentu Pembentukan Pemerintahan Kuat, Kenali Bedanya dengan Oposisi

Berikut contoh koalisi Partai Politik dan kenali perbedaan dengan oposisi.

Baca Selengkapnya
KPK Sebut Ada Biaya Angkut Lebihi Standar saat Pendistribusian Korupsi APD Kemenkes
KPK Sebut Ada Biaya Angkut Lebihi Standar saat Pendistribusian Korupsi APD Kemenkes

Keterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Ada 431 Kasus Korupsi Diusut Polisi di Tahun 2023, Kerugian Negara Capai Rp3,6 Triliun
Ada 431 Kasus Korupsi Diusut Polisi di Tahun 2023, Kerugian Negara Capai Rp3,6 Triliun

Polri juga menetapkan 887 tersangka tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) sepanjang tahun 2023.

Baca Selengkapnya
KPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor
KPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2023

Baca Selengkapnya
Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Begini Reaksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali
Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Begini Reaksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyatakan menghormati langkah (KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka korupsi.

Baca Selengkapnya
Berkas Dugaan Politik Uang Lengkap, Caleg Demokrat Diserahkan ke Kejari Makassar
Berkas Dugaan Politik Uang Lengkap, Caleg Demokrat Diserahkan ke Kejari Makassar

Berkas Dugaan Politik Uang Lengkap, Caleg Demokrat Diserahkan ke Kejari Makassar

Baca Selengkapnya
MK Buka Peluang Panggil 4 Menteri Jokowi jadi Saksi Sengketa Pilpres, Tapi Ada Syarat Khususnya
MK Buka Peluang Panggil 4 Menteri Jokowi jadi Saksi Sengketa Pilpres, Tapi Ada Syarat Khususnya

Keempat menteri Jokowi itu adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perdagangan Zu

Baca Selengkapnya
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil

Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.

Baca Selengkapnya