Majelis Rasulullah (2): Berdakwah sambil mereguk rupiah
Merdeka.com - Arena jual beli itu terbentang sejauh setengah kilometer dari ujung jalan masuk menuju lokasi panggung Majelis Rasulullah. Lapak para pedagang aksesoris pengajian itu; mulai minyak wangi, tasbih, kopiah, jaket, surban, stiker, buku-buku agama, hingga poster para habib, berjejer di pinggiran ruas jalan perumahan kawasan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu malam pekan lalu.
Umbul-umbul warna hijau dengan label kebesaran majelis, yakni kubah masjid dan tulisan www.mejelisrasulullah.org tertancap di kanan dan kiri jalan. Suara peluit polisi dan anak muda berseragam jaket hitam dengan kopiah putih, menambah meriah suasana.“Pasar seperti ini sudah ada di setiap pengajian sejak zaman Rasulullah,” kata Nurjayadi, seorang pedagang yang selalu ikut berjualan di berbagai tempat pengajian di Jakarta.
Agenda malam itu adalah peringatan maulid Nabi dengan Habib Mundzir al-Musawa sebagai penceramah. Seperti biasa, pengajian selalu diramaikan pedagang, baik dari internal majelis (Kios Nabawi), atau pedagang dari luar. Mereka harus berinfak kepada panitia untuk memperoleh lapak dan lampu.
Nurjayadi, pedagang non-Kios Nabawi tidak begitu. Dia membawa gerobak sendiri dari rumah. Barang-barang yang ia jual juga hasil kulakan sendiri. Bahkan untuk lampu penerangan, dia sudah menyiapkan aki dari rumah. “Biar tidak merepotkan panitia,” ujarnya.
Bapak dua anak ini sudah dua tahun berjualan di pelbagai lokasi pengajian. Berawal kebiasaanya mengaji di majelis-majelis para habib, antena bisnis lelaki 35 tahun itu berputar-putar membaca ceruk pasar bisnis.”Saya berharap bisa berdagang sambil menuntut ilmu.”
Dengan jamaah yang diperkirakan mencapai 50 ribu orang, Majelis Rasulullah adalah pasar yang sangat potensial.. Wahyu, petugas sekretariat Majelis Rasulullah, mengatakan sebenarnya majelis sudah menyiapkan kios sendiri. Tapi karena jamaah banyak, pedagang non-kios alias pedagang luar tetap datang.”Padahal sudah kami beri arahan, tapi tetap seperti itu,” ujar dia ketika dihubungi merdeka.com.
Namun Wahyu menolak menyebut keuntungan yang diperoleh para pedagang Kios Nabawi. Begitu juga dengan sumber keuangan untuk operasional dan memenuhi kebutuhan majelis. Dari pantauan merdeka.com, di setiap pengajian panitia menyiapkan karung infak bagi para jamaah dan pedagang yang ingin membuka lapak.
“Kami tidak ada yang mengkoordinir. Tidak ada tarikan uang dari panitia. Tapi kami memberikan infak seikhlasnya untuk operasional majelis, tapi tidak besar kok,” kata Arul, seorang jamaah pengajian.
Sumber keuangan majelis tidak hanya dari hasil penjualan aksesoris yang dijual di kios-kios pengajian, juga lewat penjualan secara online. Misalnya, untuk jaket seragam dijual Rp 100 ribu, parfum Rp 15 ribu, VCD pengajian habib Rp 20 ribu, dan buku panduan salat Rp 20 ribu.”Kebutuhan majelis selama ini memang dipenuhi dari hasil penjualan aksesoris itu,” ucap Wahyu.
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bagi sebagian orang hal ini tak masuk akal, tapi pelaku mengaku jalur klenik merupakan bagian dari usaha memenangkan Pemilu
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang doa keluar masjid dan masuknya yang diajarkan oleh Rasulullah.
Baca SelengkapnyaIptu Dalfis ditegur Majelis sehingga terjadi sedikit keributan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban yang sedang berangkat kuliah dengan jalan kaki tiba-tiba diadang oleh pelaku.
Baca SelengkapnyaIstri Lettu Agam sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat UU ITE usai memviralkan dugaan perselingkuhan suaminya.
Baca SelengkapnyaRamadan baru saja tiba, sambut bulan suci ini dengan belajar seputar hal-hal pembatal puasa.
Baca SelengkapnyaKelompok remaja yang menamakan diri gengnya dengan 'Kampung Tengah' itu kerap beraksi kekerasan.
Baca SelengkapnyaTersangka telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp172.760.000.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang amalan malam lailatul qadar yang dianjurkan oleh Rasulullah yang mempunyai pahala yang besar.
Baca Selengkapnya