Jaring calon istri pakai sarung, dapat langsung nikah
Merdeka.com - "Kalau sudah penjajakan, nanti di tandai biasanya dikasih duit Rp 200 ribu tiap bulan. Sampai sekarang nominalnya masih segitu," kata Eka, 28 tahun warga Desa Parean Girang saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu pekan kemarin.
Eka mengatakan itu ketika berbincang soal tradisi Pasar Jodoh tepat di depan Pasar Parean, Jalan Pantai Utara, Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Tradisi Jaringan di Pasar Jodoh saat ini memang tinggal kenangan. Lokasi tempat yang dijadikan ajang mencari pasangan ini hilang tergerus perkembangan zaman. Namun bagi sebagian orang di Desa Parean Girang, tradisi ini begitu mengenang. Supinah, 65 tahun mengatakan jika dia dengan almarhum suaminya bertemu di Pasar Jodoh.
Supinah tak ingat kapan dia bertemu dengan suaminya. Namun dari pertemuan di sana dia menikah dengan almarhum suaminya dan dikaruniai 12 anak. "Iya dulu itu pakai sarung. Saya sama bapak di kalungin lalu ditarik. Kaya orang dijaring lah," kata Supinah menggunakan logat Jawa Bangongan.
Logat Jawa Bagongan merupakan salah satu bahasa digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Indramayu. Logat tersebut perpaduan antara bahasa sunda dengan bahasa jawa. Selain bahasa jawa bagongan, masyarakat Indramayu juga mengenakan dua bahasa lain, bahasa basan dan sunda kasar.
Tradisi jaringan sejatinya tidak hanya diikuti oleh para pemuda dan pemudi. Namun, peserta jaringan yang datang ke pasar jodoh juga banyak berstatus duda dan janda. Ada ciri-ciri khusus jika pesertanya janda.
Ketika datang ke Pasar Jodoh, wanita itu berpenampilan beda. Rambutnya diikat seperti menggunakan sanggul kemudian terselip kembang berwarna ungu. "Ada kembang di kepalanya," kata Yuani warga Desa Parean Bulak.
Bagi peserta jaringan yang masih lajang, ada aturan ketika datang ke Pasar Jodoh. Untuk kaum lelaki biasanya mengenakan baju berwarna hitam dan putih dengan celana komprang setinggi lutut. Lelaki lajang itu juga menyelempangkan kain sarung di pundak.
Untuk aturan bagi gadis datang ke Pasar Jodoh mereka diharuskan mengenakan baju kurung berwarna hijau dengan selembar selendang di pundak. Bawahan gadis itu juga menggunakan kain rajutan. "Kalau dulu kan kain yang dipakai wanitanya merajut sendiri. Biasanya kalau sudah pacaran, lelakinya suka nungguin saat ngerajut kain," tutur Yuani.
Sayangnya tradisi jaringan ini mulai punah dimakan perkembangan zaman. Jika dulu Pasar Jodoh kerap diisi muda mudi untuk mencari pasangan, kini pasar tersebut tak ubahnya seperti pasar malam di Jakarta. Ramai karena ada dagangan kagetan.
Tradisi ini juga mengalami pergeseran lantaran pengaruh modernisasi. "Kalau sekarang paling cuma orang pacaran," kata Yuani.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca SelengkapnyaCerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.
Baca SelengkapnyaSaat menerima nasi bungkus, kakek ini sengaja tak menghabiskan sayur dan lauknya lantaran untuk sang istri di rumah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menjadi anak kos adalah salah satu langkah menuju hidup mandiri.
Baca SelengkapnyaDi tengah teman-temannya yang berlomba membeli jajanan, siswa ini harus duduk sendirian menikmati bekal nasi yang dibawanya.
Baca SelengkapnyaAdi Hermawan (25) gelap mata setelah mendapatkan kabar istrinya dilecehkan. Dia pulang ke rumah dan menikami pelaku yang masih ada hubungan saudara dengannya.
Baca SelengkapnyaSejak lulus sekolah, ia memang tidak mau bekerja menjadi seorang karyawan. Ia kini berhasil menekuni profesi berdagang dengan hasil jutaan rupiah dalam sehari.
Baca SelengkapnyaBegini perjuangan hidup kakek tukang becak yang kini jarang dapat penumpang. Penghasilan tak sampai Rp50 ribu sebulan.
Baca SelengkapnyaMerayakan ulang tahun tak harus dengan perayaan mewah, tetapi juga bisa dengan cara sederhana dan membekas.
Baca Selengkapnya