Di Myanmar BBM Rp 15 ribu/liter, kita paling murah di dunia

Merdeka.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan sinyal akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi seusai percepatan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan, Mei ini.

Tetapi presiden meminta DPR untuk menyetujui permintaannya membagikan bantuan tunai langsung (BLT), saat harga BBM subsidi anyar mulai diberlakukan. Pemerintah pun sampai saat ini masih menutup rapat harga BBM subsidi anyar. Para pengamat menilai harga BBM subsidi naik menjadi Rp 6.500 per liter.

"Belum tentu, sekitar itu. Kira-kira ke arah sana. Belum pasti. Yang pasti yang dampaknya paling kecil," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo pada merdeka.com, Rabu (1/5).

Berikut penuturan Susilo, pada Alwan Ridha Ramdani, Arbi Sumandoyo, Achmad serta juru foto Muhammad Luthfi Rahman dari merdeka.com saat wawancara khusus di ruang kerjanya.

Berapa harga wajar BBM subsidi?

(Ekonom) Ichsanuddin Noorsy saat ditanya wartawan di salah satu stasiun televisi, berapa kira kira harga yang pas untuk BBM? jawaban dia Rp 6.500 per liter. Jawaban saya, bisa. Kalau minyaknya, kilangnya, tempat penyimpanan, truknya punya Noorsy, mau dijual berapa pun silahkan.

Tetapi, kalau yang jualnya Pertamina, Pertamina harus mencari keuntungan. Jangan dibandingkan saat sepeda motor keluaran 1970 dengan sepeda motor sekarang, yang sekali gas langsung ngacir. Itu biaya produksi Rp 7.800 ditambah ongkos pengangkutan, ongkos operasi, dan marjin. Emang gratis dapat minyak, dari mana?

Di Myanmar saja yang enggak punya apa saja jual BBM Rp 15 ribu per liter. Kita paling murah di dunia. Kecuali Arab Saudi yang banyak kilang minyak, begitu pun juga kalau di Kuwait . Tapi kita tidak bisa disamakan dengan Kuwait dan Venezuela lah. Jadi harga ekonomian itu, harga dasar ditambah ongkos prosesing ditambah dengan alfa margin. Alfa tergantung biaya penyimpanan, biaya operasional, biaya depo, biaya angkut dari depo ke SPBU. Angkut ke distributor. Jadi kalau ada orang bertanya ya segitu, itu lah.

Jadi benar harganya nanti Rp 6.500 per liter?

Belum tentu, sekitar itu. Kira-kira ke arah sana. Belum pasti. Yang pasti yang dampaknya paling kecil.

Kalau jadi Rp 6.500 per liter, pemerintah tetap subsidi?

Harga keekonomian Rp 9.500, saat ini harga jual Rp 4.500, jadi subsidinya Rp 5.000 per liter. Pertamina harus beli minyak mentah dan segala macem.

Tapi kenapa selalu berdebat dan tidak ada putusan, sehingga bikin bingung masyarakat?

Bukan membuat bingung masyarakat. Presiden dalam putusannya, harus betul-betul yakin bahwa dampaknya paling sedikit bagi masyarakat.

Atau karena banyak tekanan, masukan, sehingga presiden dan ESDM bingung?

Enggak juga, kita enggak bingung. Kita firm, kita tunggu hitungannya bagaimana, berapa nanti defisit dan inflasi. Kita melihat apa dampak pada ekonomi makro, utang kita harus bagaimana kita, kita melihat itu .

Tapi kenapa tidak ada eksekusi?

Lah ya iya, karena itu memerlukan waktu. Kalau you jadi presiden, begitu menaikkan BBM dihajar, dihajar you.

Jadi ESDM juga serba salah?

Ini bukan masalah ESDM, ini masalah negara. Kalau DPR menyetujui, bantuan langsung dong. Jangan silakan-silakan, tapi bantuan langsung tidak disetujui. Ini semua dipolitisir.

Politisasi yang jadi berat membuat keputusan?

Ya enggak juga. Ini suatu risiko. Semuanya ada proses politiknya.

ESDM dan Kemenkeu ngotot BBM harus naik?

Ya iyalah, karena kita dan Menteri Keuangan, perdagangan, ESDM satu sistem. Cuma kewajibannya masing-masing.

Anda pribadi sudah memberi masukan dan dukungan ke Presiden?

Presiden deket dengan semuanya, semua masukan dalam rapat ya Pak Jero Wacik, Pak Boediono sudah. Semua sudah mendukung beliau, apapun keputusan bapak kami mendukung. Oh kita tinggal ini, siapkan ini. Jadi ada roadmap, action plane.

Dari tahun lalu pengusaha setuju BBM naik, tapi mereka tidak setuju listrik naik?

Dua isu yang berbeda, dua hal yang berbeda. Dulu waktu 2012, BBM tidak boleh naik, TDL boleh karena BBM naik. Tapi DPR akhirnya tidak setuju, BBM tidak naik, TDL tidak naik. Sekarang dua-duanya harus naik, kalau tidak subsidi listrik akan bengkak Rp 100 triliun, subsidi hampir sama. Biaya produksi listrik Rp 1.300 disuruh jual Rp 760, siapa yang mau nombokin, kalau tidak ada duitnya dari mana! Utang. Utang dikritik.

Adanya penolakan kenaikan BBM karena kurangnya sosialisasi oleh ESDM?

Kurang pembelajaran ya, oleh itu peran dari pada media yang kita harapkan menyampaikan yang baik-baik.