Beban moral dalam Forum Demokrasi Bali
Merdeka.com - Pertemuan Forum Demokrasi Bali kelima pada 8-9 November lalu seperti ingin mengatrol tingkat kualitas demokrasi Indonesia. Forum ajang pamer, seolah demokrasi Indonesia meningkat. Padahal, pada kenyataan, demokrasi di tanah air kian merosot.
“Forum itu hanya dijadikan ajang promosi semata. Forum sopan-santun dan seremonial. Tidak ada diskusi menjelajah yang bahasannya fokus dan tajam,” kata Dodi Ambardi, pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Ironis memang. Sepekan sebelum pelaksanaan forum, bentrok antarkelompok di Lampung kembali memanas. Indonesia, penggagas pertemuan itu, gagal memberikan contoh bagaimana menyelesaikan ketegangan antarkelompok dan menghormati nilai-nilai hak asasi. Ini merupakan dua indikator demokrasi sangat mendasar dan penting. Meski begitu, forum itu terus berjalan tanpa beban moral terhadap kondisi di lapangan.
I Ketut Putra Erawan, Direktur Eksekutif Institute for Peace and Democracy (IPD) Universitas Udayana, Denpasar, Bali, mengatakan pertemuan saban tahun di Pulau Seribu Pura itu merupakan ajang berbagi pengalaman tentang demokrasi dengan negara-negara Asia Pasifik. “Setiap tahun ada isu sentral dibicarakan. Arah kebijakannya memang strategis, tidak teknis. Sedangkan teknisnya digarap IPD dalam setahun,” kata Ketut Erawan saat dihubungi merdeka.com kemarin siang.
Forum itu seperti sengaja menjaga gengsi dengan menghadirkan para pemimpin dunia. Pada forum pertama empat tahun lalu, berhasil menggandeng Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao. Pada kesempatan itu juga hadir 17 menteri luar negeri dan perweakilan dari 32 negara. Negara di luar Asia diundang sebagai peninjau, seperti Amerika Serikat, Austria, Belanda, Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Swiss, Swedia, dan Tunisia.
Forum terakhir bulan ini mampu menghadirkan 12 kepala negara dan delegasi dari 83 negara. Pemimpin yang hadir di antaranya Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Presiden Afghanistan Hamid Karzai, Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak, Perdana Menteri Turki Reccep Tayip Erdogan, dan Presiden Republik Islam Iran Mahmud Ahmadinejad.
Sejak pertemuan pertama, menurut Ketut Erawan, forum ini sudah menghasilkan agenda dan keputusan penting. Forum pertama merupakan fondasi ingin ditanamkan kepada semua peserta. Ketika itu, pertemuan ingin menjadikan demokrasi sebagai isu utama. Setahun kemudian adalah pilar demokrasi. “Isu demokrasi sudah diembuskan harus memiliki pilar penyangga kuat. Pada 2009 berbicara penegakan hukum, proses demokrasi, dan pembangunan ekonomi,” ujarnya.
Tahun berikutnya menelurkan hasil dari pertemuan pertama dan kedua. Dia menjelaskan target pada 2010 membahas masalah keamanan, stabilitas, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Sedangkan pada forum keempat, mengikuti momen revolusi di Timur Tengah. Dia menilai musim semi Arab adalah menjadikan suara rakyat sebagai pijakan dalam sebuah kebijakan.
Pertemuan terakhir lebih fokus terhadap isu-isu global. “Faktor eksternal juga mempengaruhi suatu negara. Tidak mungkin kondisi lokal, nasional, bisa baik kalau tidak memperhatikan isu global, apalagi dalam konteks Asia Pasifik,” kata Ketut Erawan.
Menurut Ketut, meski indeks demokrasi Indonesia dilansir sejumlah lembaga menurun, bukan suatu masalah dan tidak perlu dikhawatirkan. Kemerosotan itu justru bisa dijadikan sebagai masukan. Sebab, demokrasi pada dasarnya 20 persen desain dan 80 persen kerja keras untuk lebih baik.
Ketut menilai posisi paten Indonesia dalam forum demokrasi itu akan terus berlanjut. Dia mengakui prestasi jeblok ini menjadi beban moral selaku tuan rumah. “Demokrasi kita belum selesai, pembangunan segala bidang harus terus berjalan,” kata Ketut Erawan.
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut dia, sejumlah Presiden Jokowi seolah tidak pro terhadap tegaknya demokrasi.
Baca SelengkapnyaMereka juga menolak segala bentuk provokasi yang dapat memecah belah Bangsa Indonesia.
Baca SelengkapnyaRamai Petisi Selamatkan Demokrasi, Forum Rektor Indonesia Pilih Deklarasi Pemilu Damai
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Forum Sivitas Akademika Unej juga menuntut tegaknya hukum dan etika penyelenggaraan pemilu serta menjunjung tinggi prinsip transparansi.
Baca SelengkapnyaAHY menegaskan ingin fokus memenangkan Partai Demokrat dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHasto mengatakan, perguruan tinggi merupakan cerminan dari kekuatan moral.
Baca SelengkapnyaAnies berharap kinerja sungguh-sungguh dilakukan Tim Hukum Nasional AMIN terbayar dengan keputusan MK terhadap demokrasi lebih baik ke depan bagi Indonesia.
Baca SelengkapnyaAdapun tema debat soal kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.
Baca SelengkapnyaPrabowo menceritakan kembali momen saat berdebat dengan Anies. Prabowo mengucapkan kata 'ndasmu etik'.
Baca Selengkapnya