Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Industri label cuma cari untung

Industri label cuma cari untung Komedian Soleh Solihun. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Orang mungkin lebih mengenal nama Soleh Solihun sebagai salah satu komedian, Stand Up Comedy. Namun, siapa sangka jika sebelum menjadi seorang komedian, Soleh merupakan seorang wartawan musik yang pernah bernaung di beberapa majalah musik tanah air.

Hal inilah yang akhirnya juga membawa Soleh ikut terjun dalam dunia penyiaran. Walaupun kini profesi itu sudah ditinggalkan, namun pria yang kini kerap mewarnai salah satu program rutin di stasiun TV swasta sebagai juri kompetisi ini, memiliki sejumlah wawasan mengenai industri musik dan perkembangan band-band lokal di tanah air.

Ditemui di bilangan Gatot Subroto di antara sela-sela padat jadwal syutingnya, Soleh pun berbicara blak-blakan tentang industri musik tanah air, dari sudut pandangnya sebagai mantan wartawan musik dan penyiar radio. Menurut dia, musik Indonesia terpuruk karena banyak label yang memilih selektif dengan selera pasar.

Padahal menurut dia, banyak musisi tidak terkenal namun karya-karya mereka juga patut di dengar. "Yang lagi laku ini, semua ikutan begitu. Belum ada yang mau bikin sesuatu yang beda karena tidak profitable mungkin," ujar Soleh Solihun saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu pekan kemarin.

Berikut wawancara Soleh Solihun kepada Mohammad Yudha Prasetya dari Merdeka.com soal pandangannya tentang industri musik tanah air.

Dulu Anda seorang penyiar, bisa diceritakan kapan tepatnya terjun di dunia tersebut ?

Saya dulu waktu pertama kali siaran itu tahun 2005. Itu juga karena tiba-tiba di tawarkan sama bos-nya MRA, iRadio. Sama salah satu bos di grup MRA, tiba-tiba habis karaoke-an bareng, ketawa-tawa, tiba-tiba besoknya saya ditawarkan siaran. Sudah begitu saja, jalan tiga bulan. Pas siaran di Indika juga. Gara-gara waktu itu Rolling Stone punya kerjasama dengan Indika dan disuruh mengirim wartawannya buat siaran, temani penyiarnya Indika, terus tahu-tahu saya diajak. Sudah saja begitu, tidak ada yang bagaimana banget. Karena diajak, ya sudah saya ikut.

Basic-nya ya mungkin karena suka nyeloteh juga. Karena waktu jaman di kampus saya suka jadi komentator bola, terus suka jadi MC. Pernah juga jadi koordinator supporter, ya memang dari jaman kuliah saya suka ngomong di depan orang-orang. Mereka yang tahu saya dari jaman kuliah mah ya dari dulu juga begitu.

Anda juga mantan wartawan musik, bagaimana menyesuaikan selera musik pendengar ?

Ya kalau sudah siaran mah memang tidak usah memikirkan selera. Lagu-lagunya memang tidak ada yang sesuai selera saya kalau lagi siaran mah. Jadi ya begitu jadi penyiar mah ya tidak usah memikirkan lagi lagu kok begini-begini amat. Ya terima saja. Soalnya kan sudah di atur sama MD-nya (music director). Kalau masalah jengah mah ya iyalah. Tetapi mau bagaimana lagi, itu kan sudah wewenang MD dan MD pun tergantung sama karakter radionya. Jadi ya tidak usah mikir lagi masalah selera musiknya.

Menurut Anda, apakah selera musik masyarakat cenderung seragam sesuai yang disajikan oleh radio ?

Ya iya tentunya. Kadang-kadang mereka (MD) kan bilang 'ini yang disuka pendengar', tetapi mereka tidak mau mencoba memberikan lagu-lagu baru yang berbeda dari yang sudah ada. Ini coba dong dengar dulu lagu si ini, siapa tahu suka. Jadi kaya lingkaran setan, MD-nya bilang ini lagu yang disukai pendengar, sementara pendengar kan seleranya bisa dibiasakan. Kalau memang dibiasakan mendengarkan lagu yang itu-itu saja, lama-lama selera pendengar ya juga segitu-gitu juga.

Terus kalau di radio suka ada yang bilang 'ini sudah hasil survei bahwa lagu-lagu yang disuka tuh yang ini'. Mereka argumennya itu bahwa kalau mereka mau bikin program, itu sudah di survei ke beberapa ratus responden, di kasih beberapa ribu lagu misalnya. Nah yang keluar tuh lagu-lagu ini, jadi ini yang harus diputar. Yang tidak masuk di hasil survei, tidak boleh diputar karena tidak disukai orang.

Ya lagi-lagi kan bingung ya, bagaimana kalau selera respondennya memang terbatas? Atau bagaimana kalau respondennya cuma biasa dengar lagu yang begitu-begitu? tidak biasa mendengarkan lagu yang berbeda. Lingkaran setannya ya di sana, MD bilang ini lagu-lagu yang disuka masyarakat, sedangkan masyarakat suka sama lagu itu karena dari dulu diputar lagu-lagu yang begitu, tidak pernah dikasih beragam lagu.

Sebenarnya kalau mau mah, kesempatan buat dengar berbagai macam lagunya juga dikasih yang sama. Kaya misalnya lagu pop tetapi bukan dari band-band yang begitu saja. Dikasih lah beberapa macam alternatif, biar orang terbiasa dulu. Kalau selama ini kan seragam, diputarnya yang begitu saja.

Dengan adanya semacam batas volume dari pemutaran lagu, apakah mempengaruhi keseragaman selera musik pendengar ?

Kalau soal itu biasanya kan disesuaikan dengan karakter radionya. Kalau misalnya di radio dewasa, pasti dia tidak mau memutarkan lagu metal karena terlalu kencang. Tetapi kan beda kalau misalnya segment radionya anak muda, ya masih ada yang bisa mentoleransi. Kalau soal itu memang tergantung karakter radionya saja. Misalnya juga kebijakan radionya, bahwa mereka tidak mau memutar lagu metal karena terlalu kencang atau ada juga yang membolehkan tetapi batasannya seperti ini. Tetapi ada juga yang bebas misalnya. Tetapi sebenarnya, kaya misalnya lagu dangdut juga kan tidak diputar di radio-radio anak muda dan dewasa. Mereka biasanya diputar di radio dangdut, ya sama saja. Jadi soal kencang tidak kencang, ya tergantung segment pendengarnya juga dan bagaimana si radio mau menampilkan karakternya.

Apakah seragamnya sebagian besar selera musik masyarakat juga penyebab dari berkembangnya kultur musik indie ?

Ya kalau itu, dari dulu juga musik alternatif itu selalu ada. Sebab yang namanya counter culture itu memang bakal selalu ada sampai kapanpun. Bisa jadi karena banyak orang yang bosan dengar lagu yang itu-itu saja di radio akhirnya pada bikin tandingannya. Saya pribadi juga bingung sih kalau bicara media atau bahkan radio, karena dari dulu tidak ada yang berani menampilkan yang beda.

Apakah hal ini menjadi alternatif atau bahkan ancaman bagi industri penyiaran ?

Kalau jadi ancaman sih belum yah, karena mereka (radio streaming) kan modalnya kecil. Kalau mau mengancam radio-radio yang sudah mapan, harus punya modal yang kencang juga. Tetapi kalau sebagai alternatif sih sudah. Radio-radio streaming itu dari sisi lagu-lagunya cenderung bisa lebih bebas, kaya misalnya De'majors Radio atau bahkan RuRu Radio. Itu mereka kan bisa segala macam lagu diputar atau bahkan bahasa ngomong si penyiarnya pun juga bisa sembarangan. Bisa ngomong jorok, berlama-lama, tidak ada aturan. Sebab kalau mau bikin radio streaming itu, selama orang itu punya koneksi internet yang bagus, mixer sederhana dan komputer saja kan juga sudah bisa. Tetapi karena dikelolanya juga belum terlalu profesional, jadi memang belum jadi ancaman. Karena lagi-lagi kan balik ke modal.

Menurut Anda apakah iklim musik tanah air akan kembali bergairah ke depannya ?

Ya mungkin saja kalau label-label besar itu mau ngasih yang beda. Lagi-lagi ini kan kurang ajarnya semua karena orang-orang di industri ini yang main aman. Yang lagi laku ini, semua ikutan begitu. Belum ada yang mau bikin sesuatu yang beda karena tidak profitable mungkin. Ya tidak bisa disalahkan juga sih sebenarnya. Karena sekarang saja dari sisi band-band nya yang di jalur mainstream juga belum ada yang kedengaran siapa yang mendobrak dan menciptakan sesuatu yang baru dan segar. Belum lagi kan argumen mereka selalu begitu, ini jual rilisan fisik susah jadi tidak pada rilis dulu. Tetapi tidak mau mencoba juga, jadi takut juga. Susah kalau ngomongin industri musik mah.

Jika ada, apa hal yang ingin Anda kritisi antara seniman dengan industri Radio atau televisi ?

Kalau saya dari dulu pengen dikasih kesempatan yang sama buat lagu-lagu yang tidak sering diputar. Misalnya, orang yang cuma terbiasa mendengarkan Nidji, D'massiv atau Noah dan teman-temannya itu, minimal di kasih kesempatan mendengarkan band-band lain yang sebetulnya juga masih bisa didengarkan. Misalnya kaya White Shoes and The Couples Company dan sejenisnya. Kita tidak ngomongin dulu lah bahwa kita harus kasih kesempatan ke band-band metal atau hardcore buat diputar di radio, karena mereka terlalu keras mungkin. Saya bisa mengerti kenapa Burgerkill tidak diputar di radio, ya karena memang segmented banget mungkin.

Tetapi misalnya band-band pop yang laku itu dibilang nyaman buat kuping awam, bagaimana kalau band pop nya jangan yang itu-itu saja. Kasih kesempatan yang sama pada band-band pop yang lain lah. Kaya Mocca saja yang lagunya enak, tetapi mereka tidak mendapat kesempatan yang sama. Jarang banget diputar di radio padahal kan lagunya juga ngepop-ngepop juga. Bahkan saya dulu waktu siaran di Indika, lagu The Rain saja yang 'Terlatih patah hati', itu tidak diputar. Padahal kan di radio lain ada, tetapi saya tidak mengerti lah kebijakannya itu seperti apa.

Apa harapan Anda menyikapi kondisi industri musik seperti itu ?

Harusnya setiap radio itu bikin lah satu segment minimal satu jam, buat lagu-lagu yang jarang diputar, hingga ada kesempatan buat didengar. Minimal kalau memang tidak mau sering diputar, ya kasih lah satu program buat diputar. Seminggu sekali saja misalnya, tidak harus setiap hari. Minimal ada nih ajang buat lagu-lagu yang cukup bagus. Saya rasa sebetulnya para MD itu juga punya idealisme atau bahkan selera yang mengerti bahwa banyak lagu bagus, tetapi tidak bisa diputar. Nah coba kalau semua radio ngasih kebijakan bahwa kasih lah segment khusus selama satu jam sekali seminggu, buat lagu-lagu yang tidak sering diputar. Beberapa sih sudah ada yang begitu memang, kaya di Radio Oz dan Hitz FM misalnya.

Kalau misalnya bisa begitu, menurut saya lumayanlah bisa jadi penyegaran. Soalnya kan sekarang semua radio rata-rata sama memutarkan lagunya, itu-itu saja. Paling bedanya hanya di satu atau beberapa lagu saja, sama penyiarnya paling yang membedakan. Alasan mereka ya sama, lagu-lagu itulah yang disuka sama pendengar, jadi ya itu-itu saja lagunya karena dianggap hits.

(mdk/arb)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Curhat Pengusaha Minuman Ringan Makin Terpuruk: Kondisi Industri Ini Sangat Menyedihkan

Curhat Pengusaha Minuman Ringan Makin Terpuruk: Kondisi Industri Ini Sangat Menyedihkan

Selama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.

Baca Selengkapnya
12 Cara Meningkatkan Produksi ASI secara Alami dan Efektif

12 Cara Meningkatkan Produksi ASI secara Alami dan Efektif

Sejak lahir hingga usia enam bulan, ASI eksklusif dianggap sebagai makanan terbaik untuk bayi. Namun, banyak ibu yang merasa cemas tentang kecukupan ASI.

Baca Selengkapnya
Mas Menteri AHY Ketemu Jenderal Bintang Dua, Bawa Sertifikat Markas TNI Segera Dibangun

Mas Menteri AHY Ketemu Jenderal Bintang Dua, Bawa Sertifikat Markas TNI Segera Dibangun

Potret AHY bareng jenderal bintang dua bawa sertipikat, siap resmikan markas TNI.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kisah Perajin Seni Liping di Sukoharjo, Mulai dari Jualan di Jalanan Hingga Produknya Terkenal ke Mancanegara

Kisah Perajin Seni Liping di Sukoharjo, Mulai dari Jualan di Jalanan Hingga Produknya Terkenal ke Mancanegara

Bejo Wage Suu pada awalnya merupakan seorang teknisi bengkel yang belajar seni liping secara otodidak

Baca Selengkapnya
Cara Hilangkan Lendir dan Bau Amis Belut Tanpa Jeruk Nipis, Hanya dengan 1 Bahan Dapur

Cara Hilangkan Lendir dan Bau Amis Belut Tanpa Jeruk Nipis, Hanya dengan 1 Bahan Dapur

Lendir dan bau amis belut pada belut sering kali sulit untuk dihilangkan. Yuk simak caranya!

Baca Selengkapnya
7 Warna Petir dari yang Umum Hingga Paling Langka, Ternyata Ada Maknanya

7 Warna Petir dari yang Umum Hingga Paling Langka, Ternyata Ada Maknanya

Tanpa banyak disadari orang, petir sebenarnya muncul dalam berbagai macam warna. Yuk, cek ada warna apa aja!

Baca Selengkapnya
Pengusaha Tekstil Kompak Dukung Aturan Pembatasan Barang Impor, Ini Alasannya

Pengusaha Tekstil Kompak Dukung Aturan Pembatasan Barang Impor, Ini Alasannya

Aturan ini memberikan kesempatan industri TPT domestik untuk bangkit dan bersaing dengan produk impor legal.

Baca Selengkapnya
Fenomena Baru, Banyak Pengusaha Indonesia Pilih Terjun ke Bisnis Kuliner Ketimbang Garap Sumber Daya Alam

Fenomena Baru, Banyak Pengusaha Indonesia Pilih Terjun ke Bisnis Kuliner Ketimbang Garap Sumber Daya Alam

Padahal, banyak jenis usaha atau bisnis yang bisa dikembangkan karena memiliki sumber daya yang luar biasa.

Baca Selengkapnya
Ini Keuntungan Fasilitas KITE IKM, Ekspor Impor Barang Jadi Lebih Murah

Ini Keuntungan Fasilitas KITE IKM, Ekspor Impor Barang Jadi Lebih Murah

Industri kecil dan menengah tak perlu risau lagi jika hendak kirim barang ke luar negeri

Baca Selengkapnya