UGM Lakukan Penelitian pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Mewarisi Tradisi tapi Tetap Melek Teknologi
Kemandirian energi masyarakat Ciptagelar sepatutnya bisa jadi contoh bagi desa-desa lain.
Kemandirian energi masyarakat Ciptagelar sepatutnya bisa jadi contoh bagi desa-desa lain.
UGM Lakukan Penelitian pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Mewarisi Tradisi tapi Tetap Melek Teknologi
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih memegang adat dan tradisi yang diwariskan leluhur.
Walau begitu mereka tetap masih bisa beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Di desa itu, mereka punya saluran televisi lokal yang menayangkan aktivitas keseharian masyarakat serta jaringan internet melalui wifi
-
Bagaimana Kasepuhan Cisungsang menjaga tradisi? Masyarakat di sana, sampai sekarang melestarikan tradisi pertanian yang sudah dijalankan sejak turun temurun. Mereka tak boleh melibatkan berbagai tekonologi modern, terutama pupuk kimia untuk menyuburkan tumbuhan padi.
-
Kenapa Kasepuhan Cisungsang menjaga tradisi? Mengutip Youtube Mang Dhepi, jika ditarik asal usulnya, kampung Cisungsang merupakan warisan para karuhun. Dahulu kasepuhan ini merupakan tanah warisan dari Raja Kerajaan Pajajaran yakni Pangeran Walangsungsang. Ia menitipkan amanah agar kelak para penghuni di tanahnya bisa terbendung dari berbagai hal negatifi akibat tak terbendungnya kemajuan teknologi.
-
Apa yang di inovasikan mahasiswa UGM di KKN Sulawesi Barat? Mahasiswa adalah agen perubahan. Tak sedikit mahasiswa yang melakukan inovasi untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat. Bentuk inovasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya saat program Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Melalui program KKN, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada bakal memasang teknologi pemanen air hujan, tepatnya di Pulau Karampuang, Mamuju, Sulawesi Barat.
-
Siapa yang menjaga tradisi di Kampung Ciburial? Permainan di sini mayoritas bersifat kolektif, artinya dimainkan bersama-sama dengan anak lain secara kelompok, sehingga memantik keseruan seperti Jaleuleuja, Perepet Jengkol, kabarulem, sampai musik tradisional berbahan bambu.
-
Siapa saja yang berperan dalam pencapaian Antropologi UGM? Dari sisi SDM, Setiadi menyebutkan saat ini Prodi Antropologi memiliki lima orang guru besar, 11 orang dosen bergelar doktor, dan empat dosen tengah menempuh pendidikan S3.'Diharapkan awal tahun 2025, 100 persen dosen Antropologi sudah berlatar belakang doktor semua,' katanya dikutip dari ANTARA.
-
Kenapa program kreativitas mahasiswa UGM ini dilakukan? Program ini sangat memberikan dampak positif bagi kami. Sebelumnya kami hanya membakar sampah plastik agar tidak terjadi penimbunan. Tapi cara ini juga menyebabkan polusi udara dan gangguan pernapasan. Kami berharap program ini dapat terus berkembang. Tak hanya di desa kami, tetapi juga di desa-desa lainnya,'
Di Kasepuhan Ciptagelar, keperluan energi listrik dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Energinya berasal dari air sungai yang mengalir.
Dalam hal ini, masyarakat Ciptagelar memang masih menjaga tradisi, namun tetap mampu memanfaatkan teknologi dan bisa menjadi contoh bagi desa-desa lainnya.
Keunikan pemanfaatan teknologi pada masyarakat Ciptagelar menarik lima mahasiswa UGM, Dimas Aji Saputra (Filsafat), Berliana Intan Maharani (Sosiologi), Ilham Pahlawi (Antropologi), Gita Dewi Aprilia (Psikologi), dan Masiroh (Ilmu Komunikasi) untuk mengadakan penelitian di desa tersebut.
Mereka mengadakan penelitian selama empat hari yaitu pada 24-27 Juli 2023 lalu di desa tersebut.
Apa hasil penelitian itu?
Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Ciptagelar masih menggunakan ilmu pengetahuan lokal, kepercayaan, pandangan hidup, dan adat istiadat yang bersandar pada nilai dan norma warisan leluhur. Hal inilah yang mereka terapkan dalam membangun PLTMh.
“Jadi PLTMh justru belum tentu bisa berjalan hanya dengan generator penggerak. Ada aliran sungai dan hutan yang perlu dijaga,” kata Masiroh, anggota tim yang terlibat di lapangan, dikutip dari Ugm.ac.id pada Kamis (12/10).
Sementara itu salah satu anggota lain, Berliana Intan, menjelaskan bahwa masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar pada dasarnya memiliki pandangan hidup yang disebut “kudu bisa ngigelan jaman, tapi ulah kabawa ku jaman”.
Artinya, masyarakat Ciptagelar harus bisa mengikuti zaman dengan tidak meninggalkan tradisi yang dititipkan para leluhur.
Dalam hal ini, pengelolaan sumber energi terbarukan melalui PLTMh tidak serta merta dapat berjalan karena adanya alat penggerak berupa turbin generator. Tapi PLTMh justru bisa berjalan diiringi kearifan lokal yang masih terjaga dan dilestarikan.
Selain itu, pengelolaan kearifan lokal dalam mewujudkan desa mandiri energi salah satunya terwujud berkat upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan. Upaya tersebut dibuktikan dengan adanya hutan larangan dan tradisi menanam pohon pada setiap awal tahun baru.
“Bagi mereka hutan memiliki peran vital, yaitu menjadi sumber air bagi sungai-sungai yang dimanfaatkan sebagai turbin PLTMh. Sementara tradisi menanam pohon di awal tahun baru bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan, air, dan alam yang menjadi penopang kestabilan aliran sungai sebagai sumber energi listrik terbarukan,” kata anggota lain Ilham Pahlawi.
Sedangkan anggota lainnya Gita Dewi Aprilia, mengatakan bahwa dari riset ini diketahui nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Ciptagelar telah mendorong pembangunan desa mandiri energi berwawasan lingkungan.
“Kemandirian desa mandiri ini sudah seharusnya perlu diangkat dan menjadi contoh bagi desa-desa lain. Sekaligus kita menyadari Indonesia sebenarnya kaya akan energi terbarukan, tapi sayangnya masih minim dimanfaatkan,” tutur Gita dikutip dari Ugm.ac.id.