Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Fakta Sejarah Jalan Malioboro, Jalan Para Raja hingga Pusat Pertokoan

5 Fakta Sejarah Jalan Malioboro, Jalan Para Raja hingga Pusat Pertokoan Malioboro tempo dulu. ©Ugm.ac.id

Merdeka.com - Malioboro telah lama menjadi ikon pariwisata Kota Yogyakarta. Eksistensinya terkenal hingga ke seluruh penjuru negeri. Tak afdal rasanya berwisata ke Jogja kalau tidak mengunjungi kawasan Malioboro.

Terlepas dari huru-hara polemik relokasi yang sempat ramai belakangan ini, kawasan Malioboro telah menjadi pusat perekonomian Jogja sejak zaman raja-raja. Bahkan usianya lebih tua dari Keraton Yogyakarta.

Lantas bagaimana sejarah salah satu jalan paling legendaris di kota wisata itu? Berikut selengkapnya:

Asal Mula Kata "Malioboro"

malioboro tempo dulu

©Ugm.ac.id

Asal mula kata Malioboro tak diketahui secara pasti. Ada yang berpendapat kata itu berasal dari kata Malborough, gelar Jenderal John Churchill (1650-1722).

Namun pendapat ini disanggah oleh Dr. O. W. Tichelaar yang mengatakan bahwa Malioboro menjadi jalan yang terlalu penting bagi orang Jawa untuk diberi nama orang Inggris yang merupakan orang asing bagi mereka.

Menurut Tichelaar, kata Malioboro berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “malyhabara” yang artinya “dihiasi dengan untaian bunga”. Sementara menurut Carey, kemungkinan nama “Malioboro” telah digunakan sebagai nama jalan itu sejak awal, walaupun masih disangsikan penggunaan nama itu benar-benar ditemukan dalam naskah dari Yogyakarta pada pertengahan abad ke-18.

Lebih Tua dari Kraton Yogyakarta

malioboro tempo dulu

©Ugm.ac.id

Dilansir dari Ugm.ac.id, keberadaan Jalan Malioboro kemungkinan sudah ada sebelum berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Waktu itu jalan tersebut digunakan sebagai jalan penghubung menuju Pesanggrahan Gerjitawati atau Ayogya, suatu tempat yang kini jadi lokasi berdirinya Keraton Yogyakarta.

Jalan itu sering dilalui rombongan Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura yang membawa jenazah raja atau keluarga kerajaan yang akan disemayamkan di imogiri dengan singgah terlebih dahulu di Pesanggrahan Gerjitawati.

Pada masa pendudukan Belanda, Jalan Malioboro menjadi jalan seremonial. Jalan ini menjadi saksi bisu prosesi kedatangan para gubernur jenderal dan pejabat Eropa menuju kraton yang kemudian disambut oleh sultan dan para prajuritnya. Seremonial ini punya dua tujuan yang penting bagi orang Jawa, yaitu untuk memberikan penghormatan dan untuk “menjinakkan kekuasaan yang lebih besar.

Jadi Kawasan Pertokoan

malioboro tempo dulu

©Ugm.ac.id

Pada tahun 1758, dibangun Pasar Gedhe sebagai pusat perekonomian. Warga sekitar mulai memanfaatkan tempat itu untuk berjualan. Dulunya, tempat itu merupakan tanah lapang.

Setelah ditetapkan Sri Sultan HB I sebagai tempat jual beli, banyak pedagang yang mendirikan payon-payon sebagai peneduh panas dan hujan. Semakin lama, pedagang di sana semakin banyak.

Pada tahun 1923-1926, tempat itu digantikan oleh bangunan beton yang lebih kokoh atas perintah Sri Sultan HB VII. Namanya kemudian berubah menjadi “Pasar Beringharjo”.

Pada tahun 1880-an, mulai muncul warung-warung tempat berjualan di pinggir-pinggir Jalan Malioboro. Seiring waktu, warung-warung itu berubah menjadi gedung-gedung pertokoan permanen yang dibangun rapi di tepi jalan.

Geliat perekonomian di Jalan Malioboro mencapai masa keemasan pada tahun 1920-1930 sebelum akhirnya terkena imbas dari Depresi Ekonomi Global atai Krisis Malasie yang mengakibatkan harga-harga barang di Malioboro cenderung tidak stabil dan beberapa perusahaan terpaksa gulung tikar.

Kawasan Perkantoran

malioboro tempo dulu

©Ugm.ac.id

Selain menjadi kawasan pertokoan, sejak zaman dahulu Jalan Malioboro sudah menjadi kawasan perkantoran. Gedung pertama kali yang dibangun adalah Kompleks Kepatihan yang dibangun di masa Sri Sultan HB I. Lalu ada Benteng Vredeburg yang dibangun tahun 1756.

Selama kurun waktu 1870-1920 sejumlah fasilitas didirikan guna menunjang perekonomian Yogyakarta seperti De Javasche Bank, Kantor Pos Besar, Kantor Asisten Residen, Pegadaian, dan lain sebagainya.

Pusat Komunitas Sastrawan

malioboro tempo dulu

©Ugm.ac.id

Pada era 1960-an, Malioboro tumbuh sebagai pusat kegiatan komunitas sastra. Para sastrawan itu berasal dari beragam etnis seperti Nasjah Djamin, Motinggo Busye, A. Bastari Asnin, dan Idrus Ismail. Walau begitu, mereka fasih dalam mengungkap kultur Jawa, terutama kehidupan sosial budaya yang terjadi di sekitar Malioboro.

Tak hanya menghasilkan karya, para sastrawan itu juga terjun ke kehidupan rakyat jelata di emperan toko dan warung-warung di sekitar Malioboro. Karya-karya mereka terlihat, salah satunya dari kumpulan cerita pendek karya Nasjah Djamin, yang berjudul “Di Bawah Kaki Pak Dirman” dan “Lenganglah Hati di Malioboro”.

(mdk/shr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Potret Lawas Jalan Malioboro Jogja Tempo Dulu, Jalanan Lengang & Pakaian Modis jadi Sorotan
Potret Lawas Jalan Malioboro Jogja Tempo Dulu, Jalanan Lengang & Pakaian Modis jadi Sorotan

Siapa sangka, Jalan Malioboro tempo dulu menyimpan sejuta cerita.

Baca Selengkapnya
Mengulik Sejarah Tahu Gejrot yang Jadi Kuliner Khas Cirebon, Namanya Muncul dari Proses Meraciknya
Mengulik Sejarah Tahu Gejrot yang Jadi Kuliner Khas Cirebon, Namanya Muncul dari Proses Meraciknya

Di balik kelezatannya yang menggugah selera, tahu gejrot ternyata punya banyak fakta menarik.

Baca Selengkapnya
Begini Sejarah Lengkap Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, Digagas Era Soekarno dan Soeharto
Begini Sejarah Lengkap Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, Digagas Era Soekarno dan Soeharto

Rencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta tersebut urung terwujud di era Presiden Soekarno.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
12 Tempat Wisata Malang Terpopuler, Jelajahi Keistimewaannya
12 Tempat Wisata Malang Terpopuler, Jelajahi Keistimewaannya

Dari pegunungan hijau hingga keunikan arsitektur kolonial, Malang memiliki daya tarik yang tidak dapat diabaikan.

Baca Selengkapnya
Fakta Menarik Cakung, Wilayah Bersejarah di Jakarta Timur yang Kini Jadi Kawasan Industri
Fakta Menarik Cakung, Wilayah Bersejarah di Jakarta Timur yang Kini Jadi Kawasan Industri

Di balik hingar bingarnya, Cakung menyimpan banyak kisah unik yang jarang diketahui.

Baca Selengkapnya
Lintasi 3 Provinsi, Ini Fakta Kali Angke Sungai yang Melegenda di Jakarta
Lintasi 3 Provinsi, Ini Fakta Kali Angke Sungai yang Melegenda di Jakarta

Ini fakta-fakta seputar Kali Angke yang bersejarah di Jakarta.

Baca Selengkapnya
Menguak Sejarah Stasiun Mertoyudan Magelang, Dulunya Stasiun yang Ramai Namun Kini Terbengkalai
Menguak Sejarah Stasiun Mertoyudan Magelang, Dulunya Stasiun yang Ramai Namun Kini Terbengkalai

Stasiun itu merupakan salah satu stasiun penting di jalur kereta api Jogja-Magelang.

Baca Selengkapnya
4 Tempat Wisata Sejarah yang Wajib Kamu Kunjungi di Jakarta, Cocok Banget untuk Nunggu Buka Puasa!
4 Tempat Wisata Sejarah yang Wajib Kamu Kunjungi di Jakarta, Cocok Banget untuk Nunggu Buka Puasa!

Setiap bulan suci Ramadan tiba, salah satu tradisi yang paling dinantikan adalah ngabuburit.

Baca Selengkapnya
5 Fakta Menarik Malang Kabupaten Tertua di Jawa Timur, Daerah Penting Sejak Zaman Kerajaan
5 Fakta Menarik Malang Kabupaten Tertua di Jawa Timur, Daerah Penting Sejak Zaman Kerajaan

Kabupaten Malang merupakan kabupaten tertua di Provinsi Jawa Timur.

Baca Selengkapnya