Hikayat Penyebab DI/TII Memberontak Hingga Tertangkapnya Kartosoewirjo
Merdeka.com - Sempat bersatu melawan pendudukan militer Belanda, TNI dan DI/TII di Jawa Barat akhirnya beradu nyawa.
Penulis: Hendi Jo
Setiap disebut nama Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII), wajah almarhum Letnan Jenderal (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo selalu menjadi keruh. Sebagai eks prajurit Divisi Siliwangi, dia menganggap pemberontakan DI/ TII pada saat itu merupakan bentuk pengkhianatan nyata.
"Ketika kami beradu nyawa melawan tentara Belanda, mereka menusuk kami dari belakang," ujar mantan komandan peleton di Batalyon Nasuhi tersebut.
Relasi antara para Siliwangi dengan orang-orang DI/TII pada mulanya berlangsung baik. Kendati tidak menyetujui Perjanjian Renville dan menolak hijrah ke Jawa Tengah, orang-orang DI/TII tetap menganggap Divisi Siliwangi sebagai kawan seperjuangan.
Bahkan saat masa-masa Jawa Barat menjadi daerah pendudukan, kesatuan-kesatuan Siliwangi yang ditinggal hijrah bersama kesatuan-kesatuan DI/TII, kerap melakukan serangan gabungan ke pos-pos militer Belanda. Seperti pernah terjadi pada 26 Januari 1949, saat 30 anggota Yon II Siliwangi bahu membahu bersama 15 prajurit TII menghajar kedudukan militer Belanda di Purwakarta.
"Dalam penyerangan itu, pihak Siliwangi dan TII masing-masing kehilangan satu anggotanya," demikian disebutkan Pusat Sejarah Divisi Siliwangi dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa.
'Mereka Berusaha Menyembelih Kami'
Sikap bermusuhan mulai diperlihatkan DI/TII saat rombongan Siliwangi yang berhijrah ke Jawa Tengah secara bertahap melakukan penyusupan kembali ke Jawa Barat melalui long march pada Desember 1948-Maret 1949.
Menurut Holk H. Dengel, ketika batalion-batalion Siliwangi sampai di daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, mereka menemukan selebaran dan plakat yang ditempel pada pohon-pohon.
"Selebaran dan plakat itu berisi seruan agar para prajurit Siliwangi secepatnya menggabungkan diri dengan Tentara Islam Indonesia (TII)," tulis Holk dalam bukunya Darul Islam dan Kartosuwirjo: Angan-Angan yang Gagal (2011).
Karena sebagian besar anggota Divisi Siliwangi menolak seruan tersebut, para gerilyawan DI/TII menganggap mereka sebagai musuh. Sebutan tentara liar atau walanda hideung (Belanda berkulit hitam) yang ditujukan kepada para tentara hijrah mulai sering terdengar dari kubu DI/TII.
Lebih dari itu, organ-organ bersenjata DI/TII secara sengaja kerap menembaki rombongan tentara Siliawangi yang baru tiba di perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Seperti dialami oleh peleton Asikin Rachman dari Yon Husinsjah yang pernah kehilangan beberapa anggotanya saat mereka tiba di kawasan Kalapanunggal (masuk Majalengka).
"Awalnya mereka menjamu kami dengan makanan enak, tetapi setelah kami lengah dan tertidur mereka berusaha menyembelih kami satu persatu," kenang mantan perwira menengah di Kodam V Jaya tersebut.
Perundingan di Bawah Ancaman Senjata
Sadar bahwa situasi itu hanya akan menguntungkan pihak Belanda, para pimpinan Siliwangi tidak cepat terpancing dengan provokasi-provokasi tersebut. Alih-alih membalas, mereka malah menawarkan dialog dan kerjasama kembali dalam menghadapi militer Belanda di Jawa Barat, seperti yang pernah dilakukan oleh Yon Nasuhi di Ciamis.
Pihak DI/TI setuju untuk mewujudkan ide tersebut. Namun dengan dua syarat: anak-anak Siliwangi harus bertobat kepada Allah Swt terlebih dahulu dan menerima bulat-bulat adanya suatu negara berdasarkan Islam di Indonesia.
"Siapa pula orang Siliwangi yang mau menerima tuntutan-tuntutan keblinger seperti itu?" ujar Sayidiman Suryohadiprojo.
Namun Divisi Siliwangi tetap berusaha mencari titik damai. Pada pertengahan Februari 1949, saat pasukan Kapten Machmud Pasha menangkap Panglima Divisi DI/TII Agus Abdullah, Divisi Siliwangi mengajukan dialog kembali. Terbitlah kemudian suatu perjanjian tertulis antara pihak DI/TII dengan Divisi Siliwangi untuk tidak saling menyerang serta bahu membahu kembali menghadapi militer Belanda.
"Pihak DI/TII ternyata mengkhianati kesepakatan itu. Mereka berdalih perundingan tersebut dilakukan di bawah ancaman senjata," demikian tulis Pusjarah Divisi Siliwangi.
Kartosuwirjo Menyerah
Perseteruan kembali berkobar. Bahkan memasuki tahun 1950, perlawanan DI/TII semakin menguat dan menyebar ke Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh dan Sulawesi Selatan.
Demi mematahkan perlawanan DI/TII, Siliwangi lantas melangsungkan upaya kontra gerilya lewat Operasi Baratayudha atau lebih populis disebut sebagai Operasi Pagar Betis. Operasi ini berjalan baik. Itu terbukti dengan menyerahnya pemimpin tertinggi DI/TII Sekar Maridjan Kartosoewirjo kepada pasukan Divisi Siliwangi pada 4 Juni 1962 di kaki Gunung Geber (masuk wilayah antara Garut dan Tasikmalaya).
Menyerahnya Kartosoewirjo mengakhiri 13 tahun perlawanan panjang DI/TII di Jawa Barat. Menurut catatan Holk H.Dengel , jumlah korban tewas (termasuk penduduk sipil) hingga Agustus 1962 secara resmi disebut mencapai angka 22.895 jiwa dan belasan ribu rumah musnah.
Kartosoewirjo pada akhirnya tewas dihukum mati pada 4 September 1962. Hingga kini tak pernah jelas di mana imam utama DI/TII itu dimakamkan. Terakhir ada informasi dari anggota DPR Fadli Zon bahwa dia dimakamkan di Pulau Ubi (masuk dalam kawasan Kepulauan Seribu), yang sekarang sudah karam ditelan lautan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sosok sepupu AHY yang melanjutkan trah militer di keluarga Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Baca SelengkapnyaIa baru saja dilantik menjadi Kapolda Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin (29/4). Sebelumnya, Dwi Irianto sudah mengemban berbagai jabatan penting.
Baca SelengkapnyaMayjen TNI Kunto Arief Wibowo tak sengaja berjumpa dengan sosok tak terduga saat tengah berjalan santai.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hadi Tjahjanto resmi menjadi Menko Polhukam setelah dilantik Presiden Jokowi, hari ini Rabu (21/2)
Baca SelengkapnyaKorban dianiaya dengan cara disiram diduga dengan air keras lalu dibacok dengan celurit.
Baca SelengkapnyaAda satu sosok polisi militer di tengah-tengah pelantikan Bintara TNI AD.
Baca SelengkapnyaPolisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca SelengkapnyaKasi Humas Porlesta Manado, Ipda Agus Haryono belum bisa mendetailkan terkait alasan kunjungan dari Brigadir RAT.
Baca SelengkapnyaCucu para Jenderal TNI Teruskan Darah Militer, Sosok Sang Kakek Tak Sembarangan
Baca Selengkapnya