Cerita di Balik Turun Gunung Panglima Besar Soedirman: Menolak Pakai Seragam Tentara
Merdeka.com - Lewat berbagai cara, pimpinan tertinggi TNI itu akhirnya bersedia turun gunung dan pulang ke Yogyakarta. Menolak tampil dengan baju kebesaran tentara.
Penulis: Hendi Jo
Ketika Perjanjian Roem-Royen terselenggara pada 7 Mei 1949, Panglima Besar TNI Letnan Jenderal Soedirman termasuk salah satu petinggi Republik yang menyatakan kekecewaanya. Dia menganggap perjanjian yang disepakati oleh Indonesia dan Belanda itu (lagi-lagi) sangat merugikan pihak Republik, utamanya terkait eksistensi TNI yang dianggap sepi oleh pihak Belanda.
Kendati salah satu klausul dalam kesepakatan itu adalah Belanda harus menarik pasukannya dari ibu kota RI Yogyakarta, namun anehnya, itu hanya berlaku untuk Yogyakarta saja. Sedangkan untuk wilayah-wilayah lain, militer Belanda masih bercokol. Dalam buku Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia karya Tjokropranolo (eks pengawal Soedirman), bahkan disebutkan jika mundurnya tentara Belanda hanya radius 5 km dari Yogyakarta.
Kenyataan tersebut membuat Soedirman marah. Ketika pada 23 Mei 1949, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mochamad Hatta menyuratinya untuk bersiap mendekati Yogyakarta, dia tak menggubrisnya dan menolak untuk turun gunung.
"Tetapi karena ada surat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kolonel Gatot Soebrot yang memintanya supaya lekas pulang, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta," demikian menurut buku Djenderal Soedirman: Pahlawan Sedjati yang ditulis dan diterbitkan oleh Kementerian Penerangan RI pada 1950.
Agar Tak Mati Konyol
Sri Sultan dan Kolonel Gatot Soebroto adalah dua orang yang sangat dihormati oleh Soedirman. Kendati dalam urusan pangkat dan jabatan, Gatot Soebroto merupakan bawahan Soedirman.
Dalam suratnya, Gatot menyatakan sangat paham dengan ketegasan dan pendirian kuat Soedirman. Dia juga mendukung sikap tersebut. Tetapi sebagai manusia, kata Gatot, untuk mencapai suatu tujuan diperlukan berbagai upaya dan ikhtiar. Terlebih dia pun mengingatkan kondisi Soedirman yang harus mendapatkan perawatan maksimal.
"Ini supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buahnya tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa. Ini kali, saya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati…" ungkap Gatot.
Setelah mempertimbangkan baik-buruknya, pada akhirnya Soedirman menyatakan bersedia turun gunung. Setelah mendapatkan beberapa informasi dan kepastian dari Letnan Kolonel Soeharto (Komandan Brigade ke-10 Divisi III) berangkatlah Soedirman dengan rombongan pengawal dari Ponjong pada 9 Juli 1949.
Di Ponjong, rombongan Soedirman sudah ditunggu oleh Kolonel T.B. Simatupang dan Kolonel Soehardjo Hardjowardjojo di mulut Jembatan Kali Opak. Selain Land Rover yang mereka kendarai, kedua perwira tersebut juga menyediakan satu sedan untuk Soedirman, dua kendaraan pikap dan satu truk untuk para pengawal Soedirman.
Begitu bertemu, ketiganya terlibat dalam suatu pembicaraan serius di dalam mobil sedan. Tak ada yang tahu apa isi pembicaraan tersebut. Namun menurut Tjokropranolo, kemungkinan besar pembicaraan tersebut membahas pentingnya Soedirman untuk terlebih dahulu menemui Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mochamad Hatta sebelum mengikuti inspeksi pasukan TNI di Alun-alun Yogyakarta.
"Pertemuan ini penting karena akan menangkal perkiraan dan perhitungan Belanda yang mengharapkan akan terjadi suatu pertentangan hebat antara mereka yang bergerilya dan mereka yang ditawan oleh Belanda…" ungkap Tjokropranolo.
Teka Teki Keberadaan Soeharto
Saat persiapan pemberangkatan ke Yogyakarta dilakukan, Simatupang dan Soenhardjo memohon Soedirman agar menukar mantel Australia-nya dengan pakaian kebesaran panglima besar TNI yang sudah disiapkan oleh Simatupang. Alih-alih mengiyakan, Soedirman malah menoleh kepada Soeharto.
"Bagaimana?" tanyanya."Kalau menurut saya, lebih baik begini saja. Begini juga sudah baik, Pak," jawab Soeharto seperti yang dia kisahkan dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (disusun oleh G.Dwipayana dan Ramadhan K.H.).
Mendengar jawaban dari Soeharto, Soedirman pun memutuskan untuk tidak mengganti mantel-nya dengan pakaian kebesaran seorang pimpinan tertinggi TNI. Apakah keterangan Soeharto itu bisa dikonfirmasi?
Menurut kesaksian Tjokropranolo, sejatinya saat Soedirman dijemput Simatupang dan Soenhardjo di Jembatan Kali Opak. Soeharto sudah tidak ada di tempat itu. Pagi itu juga dia langsung berangkat ke kota Yogyakarta guna mempersiapkan upacara penyambutan Panglima Besar Soedirman.
"Pak Harto sendiri mendahului rombongan untuk mempersiapkan suatu parade akbar menyambut kedatangan kembali Panglima Besar Jenderal Soedirman yang rencananya akan dilaksanakan di lapangan Alun-alun Lor, depan Sitihinggil, Keraton Yogya pada sore hari itu," kenang salah satu gubernur DKI Jakarta di era Orde Baru tersebut.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ganjar mengaku sudah siap menghadapi debat kedua capres tersebut.
Baca SelengkapnyaBukan berseragam loreng, sosoknya justru tampil dalam pakaian sipil.
Baca SelengkapnyaCerita Prabowo Subianto saat masih menjadi Danjen Kopassus dan memimpin operasi penting di Papua.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Presiden Jokowi sebut sosok jenderal ini yang usulkan Prabowo mendapat pangkat Jenderal Kehormatan bintang empat.
Baca SelengkapnyaMayjen Widi Prasetijono baru saja mendapatkan kenaikan pangkat sebagai letnan jenderal dan memakai bintang tiga di pundak. Ia akan menjadi bintang tiga termuda
Baca SelengkapnyaDua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaMomen Hangat Prabowo Hadiri Syukuran Ulang Tahun ke-65 Titiek Soeharto
Baca SelengkapnyaBukan hanya kegantengannya, tentara satu ini berhasil membius netizen dengan kepiawaiannya dalam mengaji. Suaranya pun mampu buat hati bergetar.
Baca SelengkapnyaPolisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca Selengkapnya