Penelitian: Covid-19 Berisiko Picu Penyakit Mental dan Kelainan Otak
Merdeka.com - Sebuah analisis baru mengungkapkan, satu dari delapan orang yang telah terinfeksi Covid-19 didiagnosis dengan penyakit psikiatrik atau neurologi, menambahkan banyaknya bukti dampak virus pada kesehatan mental dan gangguan otak tidak dapat diabaikan.
Analisis yang masih dikaji rekan sejawat itu juga menemukan bahwa angka itu naik jadi satu dari tiga orang ketika dimasukkan pasien dengan riwayat penyakit psikiatrik atau neurologi.
Ditemukan satu dari sembilan pasien juga didiagnosis dengan depresi atau stroke meskipun tak menjalani rawat inap di rumah sakit saat terkena Covid-19. Menurut penulis utama penelitian, Dr Max Taquet dari Departemen Psikiatri Universitas Oxford, hal ini mengejutkan.
Para peneliti menggunakan rekam medis elektronik untuk mengevaluasi 236.379 pasien yang rawat inap dan non rawat inap di AS yang terkonfirmasi Covid-19 dan merupakan penyintas penyakit tersebut, membandingkan mereka dengan sebuah kelompok yang didiagnosis dengan influenza, dan sebuah kelompok yang didiagnosis dengan infeksi sistem pernapasan antara 20 Januari dan 12 Desember 2020.
Analisis, yang memperhitungkan faktor-faktor risiko yang diketahui seperti usia, jenis kelamin, ras, kondisi fisik dan mental yang mendasari dan deprivasi sosial-ekonomi, menemukan bahwa kejadian kondisi neurologis atau psikiatris pasca-Covid dalam enam bulan adalah 33,6 persen. Hampir 13 persen menerima diagnosis seperti itu untuk pertama kalinya.
Data tersebut menyambung penelitian sebelumnya oleh Taquet dan lainnya yang menunjukkan hampir satu dari lima orang yang menderita Covid-19 didiagnosis dengan gangguan kejiwaan dalam waktu tiga bulan setelah dites positif terkena virus.
Dalam analisis terbaru, para peneliti menemukan sebagian besar diagnosis lebih umum setelah Covid-19, daripada setelah influenza atau infeksi pernapasan lainnya - termasuk stroke, perdarahan akut di dalam tengkorak atau otak, demensia, dan gangguan psikotik.
Secara keseluruhan, Covid-19 dikaitkan dengan peningkatan risiko diagnosis ini, tetapi kejadiannya lebih besar pada pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan sangat jelas pada mereka yang menderita penyakit otak.
Taquet mengatakan, pertanyaannya adalah berapa lama kondisi ini bisa bertahan setelah diagnosis.
“Saya rasa kita belum memiliki jawaban untuk pertanyaan itu,” ujarnya, dikutip dari The Guardian, Selasa (26/1).
“Untuk diagnosis seperti stroke atau pendarahan intrakranial, risikonya cenderung menurun cukup drastis dalam enam bulan, tetapi untuk beberapa diagnosis neurologis dan psikiatris kami tidak memiliki jawaban tentang kapan itu akan berhenti.”
Kemungkinan proporsi pasien yang didiagnosis dengan gangguan psikiatri atau neurologis setelah Covid-19 memiliki riwayat penyakit yang belum pernah didiagnosis sebelumnya, tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan - tetapi menurutnya analisis menunjukkan masalahnya bukan hal itu.
Taquet mengatakan, pasien dengan influenza dan infeksi pernapasan lainnya lebih sering mengunjungi dokter daripada pasien dengan Covid-19, menambahkan diagnosis seperti perdarahan intrakranial atau stroke tidak dapat disembunyikan lama dan biasanya didiagnosis di ruang gawat darurat.
Meskipun penelitian tidak membuktikan Covid-19 berpengaruh langsung terhadap kondisi kejiwaan dan neurologis ini, penelitian menunjukkan virus dapat berdampak pada otak dan sistem saraf pusat.
Analisis juga harus ditafsirkan dengan hati-hati, mengingat ada kemungkinan bahwa entri pertama diagnosis ke dalam basis data elektronik mungkin tidak mewakili kejadian pertama dari kondisi tersebut. Catatan semacam itu juga biasanya kurang dalam informasi relevan lainnya seperti kepadatan perumahan, ukuran keluarga, pekerjaan dan status imigrasi.Dr Tim Nicholson, seorang psikiater dan dosen klinis di rumah sakit King's College yang tidak terlibat dalam analisis tersebut, mengatakan temuan tersebut akan membantu mengarahkan peneliti ke arah komplikasi neurologis dan psikiatri yang memerlukan studi lebih lanjut.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Orang yang Hidup Sendiri Cenderung Mudah Alami Depresi
Tinggal sendirian memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami depresi.
Baca SelengkapnyaDitanya Begini Jawabnya Begitu, Kenali Penyebab Seseorang Melantur saat Berbicara
Melantur saat berbicara bisa disebabkan oleh kondisi bernama psikosis yang merupakan keadaan mental yang kompleks.
Baca SelengkapnyaBagaimana Cara Mengenali Apakah Kondisi Kesehatan Mental Kita Sedang Tidak Baik
Mengenali apakah kondisi mental kita tidak sedang baik bisa menjadi cara untuk mencegah masalah menjadi lebih parah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca Selengkapnya5 Makanan yang Bantu Redakan Kecemasan, Yuk Konsumsi Rutin agar Pikiran Lebih Tenang!
Perhatikan pola makan sehat untuk membantu redakan kecemasan.
Baca SelengkapnyaCovid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun
Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Meningkat di 21 Provinsi
Tren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaSejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Polisi Soal 9 Petani Digunduli Usai Jadi Tersangka Mengancam Pekerja IKN
Tahanan digunduli guna pemeriksaan identitas, badan atau kondisi fisik dan menjaga atau memelihara kesehatan serta mengidentifikasi penyakit.
Baca Selengkapnya