Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Di Afghanistan, Orang-Orang Menjual Bayi untuk Bertahan dari Kelaparan

Di Afghanistan, Orang-Orang Menjual Bayi untuk Bertahan dari Kelaparan Farahanaz, potret perempuan miskin Afghanistan yang keluarganya dilanda kelaparan. ©Al Jazeera (Supplied)

Merdeka.com - Sudah lebih dari 24 jam sejak Farahanaz (24), yang namanya diubah untuk melindungi identitasnya, mendapatkan "makanan yang layak".

"Sebagai orang dewasa, kita bisa menahan, tapi ketika anak-anak meminta makanan, saya tidak tahu harus bilang apa ke mereka," kata mantan penyiar radio dari Afghanistan utara itu kepada Al Jazeera.

Ketika keluarga tersebut bisa makan, seringkali hanya tersedia roti, dan kadang-kadang dengan sayuran, ditemani dengan teh hijau encer. Kadang-kadang teh ditambah gula, yang merupakan barang mewah cukup langka belakangan ini, ketika mereka berusaha bertahan setelah Farahanaz, tulang punggung keluarga beranggotakan delapan orang itu, kehilangan pekerjaannya setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus tahun lalu.

"Adik perempuan saya yang paling kecil sedang masa penyembuhan dari operasi ketika Taliban mengambil alih kekuasaan dan kehidupan terbalik. Dia semakin kurus, dan jatuh sakit ketika tidak ada yang cukup untuk dimakan," kata Farhanaz, dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (31/3).

Bahkan keluarga itu juga tidak mampu untuk berobat.

Keluarga Farhanaz di antara 23 juta orang Afghanistan yang mengalami kelaparan, yang telah menjadi krisis kelaparan "proporsi yang tak tertandingi", menurut Dr Ramiz Alakbarov, wakil perwakilan khusus Sekjen PBB Antonio Guterres.

"Di Afghanistan, 95 persen penduduknya tidak cukup makan. Angka ini sangat tinggi sehingga hampir tidak terbayangkan. Namun, yang menyakitkan, itu adalah kenyataan pahit," jelas Alakbarov dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada awal Maret, menambahkan bahwa hampir 100 persen rumah tangga yang dipimpin perempuan mengalami kelaparan.

Klaim menyakitkan Alakbarov ini tercermin dalam situasi yang dialami Farahanaz.

"Saya dulu penyiar radio, dan juga bekerja jadi guru paruh waktu," kata Farhanaz.

Saudara laki-lakinya dulu bekerja di angkatan bersenjata Afghanistan dan bersama saudaranya itu dia bisa menghidupi delapan anggota keluarganya.

"Saya bahkan bisa membiayai pendidikan saya sendiri dan membayar uang kuliah, sambil membantu keluarga," katanya.

Namun setelah Taliban berkuasa, saudara laki-laki Farahanaz melarikan diri dari negara tersebut karena takut menghadapi persekusi, meninggalkanya sebagai tulang punggung keluarga.

"Tapi ketika saya pergi bekerja setelah jatuhnya pemerintahan sebelumnya, saya disuruh pulang. Saya kehilangan pekerjaan saya, dan berjuang menghidupi keluarga saya selama tujuh bulan terakhir," jelasnya.

"Ada rasa putus asa yang terlihat di antara jutaan orang Afghanistan; orang menjual bayi dan anak perempuan mereka untuk bertahan hidup. Namun warga Afghanistan kehilangan nyawa mereka," katanya sambil menahan air mata.

"Saya berharap Taliban akan mengizinkan kami kembali bekerja dan sekolah agar kami bisa membantu keluarga kami bertahan hidup, tapi saya juga meminta kepada dunia agar jangan meninggalkan kami. Mereka juga bertanggung jawab atas krisis ini, dan saya meminta mereka jangan mengabaikan kami dalam penderitaan ini."

Kelaparan dan kemiskinan

Sejak Taliban kembali berkuasa, hampir 60 persen perempuan yang bekerja di media kehilangan pekerjaan mereka, menurut data Federasi Jurnalis Internasional, lebih dari 90 persen dari mereka merupakan tulang punggung keluarga.

"Kelaparan dan kemiskinan seperti sebuah penyakit yang tidak hanya berdampak pada dastarkhwan (karpet tradisional untuk alas makan) Anda, tapi juga kemampuan Anda untuk mengatasi situasi dan mempertahankan nilai-nilai Anda," jelas mantan Menteri Kesehatan Masyarakat Afghanistan, Dr Wahid Majrooh.

"Ini berdampak pada harga diri Anda," kata Majrooh, yang, tidak seperti banyak pejabat pemerintah, menolak untuk meninggalkan negara itu setelah jatuhnya pemerintah Afghanistan yang didukung Barat demi mencegah runtuhnya sistem kesehatan negara yang kekurangan dana.

Bersamaan dengan itu, meningkatnya kerawanan pangan juga menyebabkan peningkatan kasus malnutrisi atau gizi buruk, dan kematian terkait kelaparan, terutama di kalangan anak-anak.

Majrooh menunjukkan bahwa dengan daya beli masyarakat yang terpengaruh, mereka juga tidak mampu mengakses perawatan kesehatan atau berobat.

"Para ibu tidak dapat membayar perawatan antenatal dan postnatal mereka, dan sebagai bukti angka kematian dan morbiditas ibu meningkat pesat, dan juga mempengaruhi kematian anak," jelasnya.

Menurut data yang dibagikan Kementerian Kesehatan Masyarakat awal bulan ini, hampir 13.700 bayi baru lahir dan 26 ibu meninggal pada 2022 karena kurang gizi.

Di Provinsi Baghlan, kepala Departemen Gizin Direktorat Kesehatan Masyarakat, Dr Abdul Rahman Ulfat, menyampaikan kepada Al Jazeera, dia menyaksikan peningkatan kasus kelaparan dan gizi buruk yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Anak-anak di bawah lima tahun paling terdampak karena mereka lebih rentan. Tubuh mereka masih berkembang dan organnya perlu pasokan nutrisi, mineral, karbohidrat dan lemak yang cukup," jelas Ulfat.

"Kalau mereka tidak mendapatkan ini, mereka akan kehilangan nyawa mereka."

Orang tua Afghanistan berbondong-bondong ke rumah sakit dan klinik membawa bayi-bayi mereka yang sakit dan kuyu, sementara para petugas kesehatan berjuang untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang diperlukan.

"Meskipun ada kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal gizi dan kondisi kesehatan, situasi yang memburuk dapat dikaitkan dengan memburuknya kondisi ekonomi di Afghanistan," jelas Ulfat, menghubungkan meningkatnya krisis, terutama di kalangan kelas menengah perkotaan, dengan meluasnya kemiskinan dan pengangguran.

"Ada juga kekurangan sumber daya dalam negeri, terutama akses ke produk nutrisi berkualitas, dan kurangnya transparansi dalam distribusi paket makanan di antara mereka yang layak dan rentan," tambahnya.

Krisis perbankan

Di samping tenaga kesehatan, lembaga bantuan internasional juga berjuang mengatasi krisis kelaparan, menghadapi masalah keuangan, yang dipicu sanksi internasional.

"Walaupun banyak negara menjanjikan bantuan kemanusiaan, Afghanistan juga sangat membutuhkan sistem perbankan yang berfungsi untuk mengatasi krisis. Sebagian besar bank Afghanistan hampir tidak beroperasi sekarang," jelas laporan Human Rights Watch (HRW) baru-baru ini.

Direktur HRW, John Sifton mengatakan krisis kemanusiaan Afghanistan adalah krisis ekonomi.

"Orang Afghanistan mencari makanan di pasar tapi kekurangan uang untuk membelinya. Tenaga kesehatan siap menyelamatkan nyawa tapi tidak ada gaji atau pasokan. Miliaran uang bantuan dijanjina tapi tetap tidak digelontorkan karena bank tidak bisa mentransfer atau mengakses dana tersebut," jelasnya.

Pembatasan perbankan dan sanksi Taliban yang dijatuhkan Amerika Serikat dan negara lainnya semakin mempersulit kelompok bantuan untuk menyalurkan dana dan sumber daya lainnya ke Afghanistan. Bank-bank Afghanistan juga beroperasi dengan hati-hati dan membatasi penarikan tunai karena kekurangan mata uang di negara itu.

"Krisis likuiditas yang belum terselesaikan adalah pendorong utama bencana kemanusiaan terburuk di dunia itu," jelas Jan Egeland, sekretaris jenderal di Dewan Pengungsi Norwegia (NRC).

Egeland mengatakan, NRC telah menyerukan pengumpulan dana sebesar USD 4,4 miliar untuk orang Afghanistan yang kelaparan.

"Walaupun Departemen Keuangan AS dan otoritas keuangan Barat lainnya mengizinkan kami untuk mentransfer uang bantuan itu, kami akan dipaksa untuk bekerja dengan tangan terikat, tidak dapat memberikan uang itu kepada masyarakat yang sangat membutuhkannya," jelasnya.

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

"Kondisi luka bakar jenazah 90-100 persen, dalam kondisi hangus,” kata Kabid Dokkes Polda Jawa Barat Kombes Nariyan

Baca Selengkapnya
Dunia Memang Keras, Anak Usia 13 Tahun Jualan Bakso Keliling Dapat Komisi Segini Jika Dagangannya Habis
Dunia Memang Keras, Anak Usia 13 Tahun Jualan Bakso Keliling Dapat Komisi Segini Jika Dagangannya Habis

Rela merantau, ia setiap harinya harus menjual dagangan baksonya.

Baca Selengkapnya
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Tak Banyak Orang Tahu, Begini Kelola Uang THR agar Tak Sekadar Numpang Lewat
Tak Banyak Orang Tahu, Begini Kelola Uang THR agar Tak Sekadar Numpang Lewat

THR bisa menjadi alternatif sumber dana untuk tabungan dana darurat dan investasi, keuntungannya mulai dari sedikit lama-lama jadi bukit.

Baca Selengkapnya
Ibu dan Anak di Jakarta Selatan Ditemukan Meninggal Dalam Rumah, Kondisi Mengenaskan
Ibu dan Anak di Jakarta Selatan Ditemukan Meninggal Dalam Rumah, Kondisi Mengenaskan

Penemuan kedua jenazah ini bermula ketika pembantu mengetuk pintu namun tidak ada jawaban dari kedua korban.

Baca Selengkapnya
Warga Indonesia Beli Gula & Kopi Jalan Kaki ke Malaysia, Prajurit TNI Langsung Memeriksanya 'Lain kali belanja di Indonesia Ya'
Warga Indonesia Beli Gula & Kopi Jalan Kaki ke Malaysia, Prajurit TNI Langsung Memeriksanya 'Lain kali belanja di Indonesia Ya'

Masyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.

Baca Selengkapnya
Kebakaran Ruko di Mampang Prapatan Tewaskan 7 Orang yang Terjebak di Lantai 2, Ada Anak dan Balita
Kebakaran Ruko di Mampang Prapatan Tewaskan 7 Orang yang Terjebak di Lantai 2, Ada Anak dan Balita

Api dapat dijinakkan oleh petugas sekitar empat jam lebih setelah berkobar sejak pukul 19.30 Wib.

Baca Selengkapnya
Tiga Orang Terdampar di Pulau Tak Berpenghuni, Ditemukan Setelah Tulis
Tiga Orang Terdampar di Pulau Tak Berpenghuni, Ditemukan Setelah Tulis "HELP" di Atas Pasir

Mereka terdampar di pulau yang sangat terpencil di Samudra Pasifik.

Baca Selengkapnya
Kebakaran di Kalideres Jakarta Barat, Satu Orang Meninggal Dunia
Kebakaran di Kalideres Jakarta Barat, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran di Kalideres Jakarta Barat, itu mengakibatkan satu orang merenggang nyawa dan tiga orang lainnya mengalami luka bakar.

Baca Selengkapnya