Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Wawancara Khusus Dirut Pos Indonesia: Tak Ada Pos di Dunia Maju Tanpa Dukungan Negara

Wawancara Khusus Dirut Pos Indonesia: Tak Ada Pos di Dunia Maju Tanpa Dukungan Negara Dirut PT Pos Indonesia Gilarsi W. Setijono. ©2019 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Merdeka.com - Perihal bertahan di dalam bisnis bukanlah perkara mudah apalagi bagi perusahaan dengan size besar, usia yang cukup tua, dan core bisnis yang agak 'tertinggal' seperti Pos Indonesia. Tentu banyak pertimbangan serta upaya super keras yang harus dijalankan.

Seperti peribahasa klasik 'Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya'. Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono mengakui, bertahan di medan tempur yang sudah jauh berubah memang tak mudah. Pos Indonesia memiliki keterbatasan yang membuat BUMN berlogo merpati jingga itu tak leluasa mengepak sayap.

Namun demikian, dia menegaskan selalu ada harapan. Namun, dalam upaya menggapai dan mengejawantahkan harapan tersebut Pos butuh dukungan pemerintah. Menurut dia, tidak ada satu pun Pos yang mampu bertahan, selamat tanpa dukungan negara.

Berikut wawancara khusus jurnalis Merdeka.com, Wilfridus Setu Embu dengan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono.

Succes story transformasi pos di tengah perkembangan teknologi?

Di dunia ini ada dua contoh yang sangat spektakuler bagus terhadap transformasi Pos. Satu Jerman Post. Deutsche Post itu tahun 2000 dikasih duit pemerintah untuk tidak hanya sekedar bertransformasi, tapi betul-betul bisa mereposisi menjadi perusahaan logistik. Mereka beli DHL. DHL itu, industri yang tadinya private, dibeli Deutsch Post, 100 persen akhirnya menjadi milik Deutsch Post.

Akhirnya mereka menjadi perusahaan logistik yang terbesar di dunia. Sehat? Sehat sekali. Sekarang menjadi industri yang USD 70 miliar. Pendapatan setahun. Ini salah satu contoh Pos bertransformasi. Tapi jangan lupa ada dukungan pemerintah yang luar biasa.

Selain Jerman?

Tahun 2006, Jepang juga pikir, waduh kalau internet kayak begini, pos mati nih. Maka 2006, Pos Jepang diberi lisensi untuk menjadi bank. Jadi Pos itu lahir menjadi consumer bank terbesar dunia, karena dia punya cabang 24.500 dan itu semua menjadi bank. Mereka itu sampai mempunyai kemampuan yang luar biasa besarnya. Hasil tabungan Pos bisa dipakai untuk membeli utang pemerintah Jepang. 32 persen dari utang pemerintah Jepang yang beli Pos Jepang.

Di luar dua negara itu tidak ada pos yang sangat berhasil bertransformasi tanpa keterlibatan pemerintah. Inggris akhirnya memisahkan yang namanya PSO dengan yang komersial. Pisah.

Di Korea, mereka diproteksi pemerintah, bahwa asuransi, consumer insurance harus beli melalui pos. Jadi akhirnya industri asuransi 80-an persen ada di tangan Pos. Di luar itu nggak boleh. Ada lah tapi kecil-kecil.

Australia dia didukung untuk menjadi logistic e-commerce back bone. Kasih uang sama pemerintahnya USD 2 miliar selama 4 tahun suruh bertransformasi, mengubah infrastruktur. Mereka akhirnya bertransformasi menjadi infrastruktur untuk e-commerce.

Menilik cerita sukses transformasi Pos di Jerman, Jepang, dan beberapa negara tadi, kira-kira apa skema atau jalan keluar yang bisa diambil oleh Indonesia?

Pilihan memang tidak banyak. Karena misalnya bank, Indonesia sudah punya bank yang kehadirannya relatif sudah di semua pelosok. Contohnya BRI. Ngapain kita harus ada duplikasi. Walaupun sebetulnya pasti ada saja area-area dimana BRI ada, pos ada. Seharusnya ini yang menjadi extension.

Jadi kehadiran pos untuk melengkapi kebutuhan pemerintah di dalam melakukan inklusi keuangan, itu pos seharusnya masih bisa digunakan oleh pemerintah. Hanya pengaturannya bagaimana dengan banking, ini yang harus ada harmonisasi.

Banyak yang bilang Pos Indonesia laksana raksasa yang sedang tidur. Tanggapan Bapak?

Saya setuju raksasa yang sedang tidur. Tapi karena tidurnya kepanjangan, sehingga ketika terjadi disrupsi tak terbangun sama sekali dan kita tidak tergeliat untuk merelevankan. Seperti yang saya bilang tadi teman-teman di pos masih dengan terminologi surat. Padahal barang itu, tapi sebutnya pucuk terminologi surat. Pada saat terbangun dunia sudah sangat berubah sangat berbeda. Ketika kita coba untuk mengejar terlambat sekali.

Tapi bukan sesuatu yang tidak bisa. Harus ada cara berpikir yang berbeda. Tidak bertempur di ruang yang sama (dengan kompetitor), tapi kolaborasi kompetisi tapi berkolaborasi ini yang mesti sudah dilakukan. Harus ada proses unlearning yang banyak. harus dikosongkan dulu cup-nya. Sebelum diisi, dengan culture, bisnis model (yang baru).

(mdk/idr)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kasad Jenderal Maruli Beberkan Kendala Kiriman Logistik Prajurit TNI di Papua

Kasad Jenderal Maruli Beberkan Kendala Kiriman Logistik Prajurit TNI di Papua

Perbaikan pos TNI di bumi cenderawasih itu disampaikan Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak usai menghadiri Rapat Pimpinan TNI AD di Balai Kartini, Jakarta Selatan

Baca Selengkapnya
Fenomena Baru, Banyak Pengusaha Indonesia Pilih Terjun ke Bisnis Kuliner Ketimbang Garap Sumber Daya Alam

Fenomena Baru, Banyak Pengusaha Indonesia Pilih Terjun ke Bisnis Kuliner Ketimbang Garap Sumber Daya Alam

Padahal, banyak jenis usaha atau bisnis yang bisa dikembangkan karena memiliki sumber daya yang luar biasa.

Baca Selengkapnya
Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung

Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung

Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,

Baca Selengkapnya
Dulunya Pengemis dan Suka Mabuk, Pria ini Tobat Kini Bisnis Ikan Cakalang Omsetnya Puluhan Juta Rupiah

Dulunya Pengemis dan Suka Mabuk, Pria ini Tobat Kini Bisnis Ikan Cakalang Omsetnya Puluhan Juta Rupiah

Cerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.

Baca Selengkapnya
15 Pasar Jalanan Tertua di Dunia, Ada yang Sudah Berdiri Ribuan Tahun Lalu

15 Pasar Jalanan Tertua di Dunia, Ada yang Sudah Berdiri Ribuan Tahun Lalu

Banyak sekali pasar jalanan di seluruh penjuru dunia yang sudah berdiri sejak ribuan tahun lalu. Yuk, simak pasar jalanan apa saja yang paling tua di dunia!

Baca Selengkapnya
Indonesia Kembali Impor Beras di 2024, Jumlahnya 2 Juta Ton

Indonesia Kembali Impor Beras di 2024, Jumlahnya 2 Juta Ton

Upaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Selengkapnya
Gagal Usaha Warnet Hingga Kerja Tambang di Kalimantan, Siswanto Akhirnya Sukses Bisnis Burung Murai Batu Omzet Rp50 Juta Sebulan

Gagal Usaha Warnet Hingga Kerja Tambang di Kalimantan, Siswanto Akhirnya Sukses Bisnis Burung Murai Batu Omzet Rp50 Juta Sebulan

Siswanto bercerita dia pernah mencoba segala macam usaha dan pekerjaan, namun belum ada yang bertahan lama.

Baca Selengkapnya
Ini Daerah di Papua dengan Biaya Distribusi Logistik Pemilu Tertinggi, Butuh Rp10 Miliar Sampai TPS

Ini Daerah di Papua dengan Biaya Distribusi Logistik Pemilu Tertinggi, Butuh Rp10 Miliar Sampai TPS

Tingginya biaya distribusi logistik Pemilu di Papua tidak terlepas dari medan terjal

Baca Selengkapnya