Wawancara Khusus Dirut Pos Indonesia: Tak Ada Pos di Dunia Maju Tanpa Dukungan Negara
Merdeka.com - Perihal bertahan di dalam bisnis bukanlah perkara mudah apalagi bagi perusahaan dengan size besar, usia yang cukup tua, dan core bisnis yang agak 'tertinggal' seperti Pos Indonesia. Tentu banyak pertimbangan serta upaya super keras yang harus dijalankan.
Seperti peribahasa klasik 'Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya'. Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono mengakui, bertahan di medan tempur yang sudah jauh berubah memang tak mudah. Pos Indonesia memiliki keterbatasan yang membuat BUMN berlogo merpati jingga itu tak leluasa mengepak sayap.
Namun demikian, dia menegaskan selalu ada harapan. Namun, dalam upaya menggapai dan mengejawantahkan harapan tersebut Pos butuh dukungan pemerintah. Menurut dia, tidak ada satu pun Pos yang mampu bertahan, selamat tanpa dukungan negara.
Berikut wawancara khusus jurnalis Merdeka.com, Wilfridus Setu Embu dengan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono.
Succes story transformasi pos di tengah perkembangan teknologi?
Di dunia ini ada dua contoh yang sangat spektakuler bagus terhadap transformasi Pos. Satu Jerman Post. Deutsche Post itu tahun 2000 dikasih duit pemerintah untuk tidak hanya sekedar bertransformasi, tapi betul-betul bisa mereposisi menjadi perusahaan logistik. Mereka beli DHL. DHL itu, industri yang tadinya private, dibeli Deutsch Post, 100 persen akhirnya menjadi milik Deutsch Post.
Akhirnya mereka menjadi perusahaan logistik yang terbesar di dunia. Sehat? Sehat sekali. Sekarang menjadi industri yang USD 70 miliar. Pendapatan setahun. Ini salah satu contoh Pos bertransformasi. Tapi jangan lupa ada dukungan pemerintah yang luar biasa.
Selain Jerman?
Tahun 2006, Jepang juga pikir, waduh kalau internet kayak begini, pos mati nih. Maka 2006, Pos Jepang diberi lisensi untuk menjadi bank. Jadi Pos itu lahir menjadi consumer bank terbesar dunia, karena dia punya cabang 24.500 dan itu semua menjadi bank. Mereka itu sampai mempunyai kemampuan yang luar biasa besarnya. Hasil tabungan Pos bisa dipakai untuk membeli utang pemerintah Jepang. 32 persen dari utang pemerintah Jepang yang beli Pos Jepang.
Di luar dua negara itu tidak ada pos yang sangat berhasil bertransformasi tanpa keterlibatan pemerintah. Inggris akhirnya memisahkan yang namanya PSO dengan yang komersial. Pisah.
Di Korea, mereka diproteksi pemerintah, bahwa asuransi, consumer insurance harus beli melalui pos. Jadi akhirnya industri asuransi 80-an persen ada di tangan Pos. Di luar itu nggak boleh. Ada lah tapi kecil-kecil.
Australia dia didukung untuk menjadi logistic e-commerce back bone. Kasih uang sama pemerintahnya USD 2 miliar selama 4 tahun suruh bertransformasi, mengubah infrastruktur. Mereka akhirnya bertransformasi menjadi infrastruktur untuk e-commerce.
Menilik cerita sukses transformasi Pos di Jerman, Jepang, dan beberapa negara tadi, kira-kira apa skema atau jalan keluar yang bisa diambil oleh Indonesia?
Pilihan memang tidak banyak. Karena misalnya bank, Indonesia sudah punya bank yang kehadirannya relatif sudah di semua pelosok. Contohnya BRI. Ngapain kita harus ada duplikasi. Walaupun sebetulnya pasti ada saja area-area dimana BRI ada, pos ada. Seharusnya ini yang menjadi extension.
Jadi kehadiran pos untuk melengkapi kebutuhan pemerintah di dalam melakukan inklusi keuangan, itu pos seharusnya masih bisa digunakan oleh pemerintah. Hanya pengaturannya bagaimana dengan banking, ini yang harus ada harmonisasi.
Banyak yang bilang Pos Indonesia laksana raksasa yang sedang tidur. Tanggapan Bapak?
Saya setuju raksasa yang sedang tidur. Tapi karena tidurnya kepanjangan, sehingga ketika terjadi disrupsi tak terbangun sama sekali dan kita tidak tergeliat untuk merelevankan. Seperti yang saya bilang tadi teman-teman di pos masih dengan terminologi surat. Padahal barang itu, tapi sebutnya pucuk terminologi surat. Pada saat terbangun dunia sudah sangat berubah sangat berbeda. Ketika kita coba untuk mengejar terlambat sekali.
Tapi bukan sesuatu yang tidak bisa. Harus ada cara berpikir yang berbeda. Tidak bertempur di ruang yang sama (dengan kompetitor), tapi kolaborasi kompetisi tapi berkolaborasi ini yang mesti sudah dilakukan. Harus ada proses unlearning yang banyak. harus dikosongkan dulu cup-nya. Sebelum diisi, dengan culture, bisnis model (yang baru).
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasad Jenderal Maruli Beberkan Kendala Kiriman Logistik Prajurit TNI di Papua
Perbaikan pos TNI di bumi cenderawasih itu disampaikan Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak usai menghadiri Rapat Pimpinan TNI AD di Balai Kartini, Jakarta Selatan
Baca SelengkapnyaFenomena Baru, Banyak Pengusaha Indonesia Pilih Terjun ke Bisnis Kuliner Ketimbang Garap Sumber Daya Alam
Padahal, banyak jenis usaha atau bisnis yang bisa dikembangkan karena memiliki sumber daya yang luar biasa.
Baca SelengkapnyaBukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri
Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaDulunya Pengemis dan Suka Mabuk, Pria ini Tobat Kini Bisnis Ikan Cakalang Omsetnya Puluhan Juta Rupiah
Cerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.
Baca Selengkapnya15 Pasar Jalanan Tertua di Dunia, Ada yang Sudah Berdiri Ribuan Tahun Lalu
Banyak sekali pasar jalanan di seluruh penjuru dunia yang sudah berdiri sejak ribuan tahun lalu. Yuk, simak pasar jalanan apa saja yang paling tua di dunia!
Baca SelengkapnyaIndonesia Kembali Impor Beras di 2024, Jumlahnya 2 Juta Ton
Upaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaGagal Usaha Warnet Hingga Kerja Tambang di Kalimantan, Siswanto Akhirnya Sukses Bisnis Burung Murai Batu Omzet Rp50 Juta Sebulan
Siswanto bercerita dia pernah mencoba segala macam usaha dan pekerjaan, namun belum ada yang bertahan lama.
Baca SelengkapnyaIni Daerah di Papua dengan Biaya Distribusi Logistik Pemilu Tertinggi, Butuh Rp10 Miliar Sampai TPS
Tingginya biaya distribusi logistik Pemilu di Papua tidak terlepas dari medan terjal
Baca Selengkapnya