Warga Korea Ngamuk, China Beli Tanah Strategis di Dekat Istana Presiden
China membeli total 11 bidang tanah senilai hampir Rp330 miliar.

Warga Korea Selatan tengah dilanda kekesalan usai terungkap sebuah lahan paling strategis di Seoul, tepatnya di Itaewon-dong, Distrik Yongsan, dibeli oleh pemerintah China.
Dilansir The Korea Times, transaksi yang berlangsung pada akhir 2018 itu kembali menjadi sorotan publik dan politik setelah dokumen resmi pendaftaran tanah menunjukkan bahwa China membeli total 11 bidang tanah senilai hampir 30 miliar won (sekitar Rp330 miliar), dengan pembayaran terakhir dilakukan pertengahan 2019.
Yang membuat publik geger bukan hanya besarnya nilai transaksi, tetapi juga lokasi lahan tersebut yang sangat sensitif berjarak kurang dari satu kilometer dari Kantor Kepresidenan Korea, Kedutaan Besar AS yang tengah direlokasi, dan kawasan kediaman diplomatik elit di Hannam-dong.
Tanah Dibiarkan Kosong Selama Enam Tahun
Sejak dibeli enam tahun lalu, tanah tersebut dibiarkan terbengkalai. Gedung tua yang ada di lokasi tampak rusak dan tidak terurus. Pemerintah China bahkan memasang kamera pengintai, namun tidak menunjukkan upaya nyata untuk membangun atau memfungsikan area tersebut.
Seorang pejabat dari Kedutaan Besar China di Seoul berdalih bahwa lahan itu dibeli untuk kepentingan resmi kedutaan, dan menunda pembangunan karena pandemi COVID-19. Namun hingga kini, tidak ada kepastian rencana penggunaannya, dan pejabat tersebut enggan memberi penjelasan lebih lanjut.
Publik Korea marah. Banyak yang menyayangkan lemahnya sikap pemerintah dalam melindungi kepentingan nasional dan mempertanyakan ketidakseimbangan aturan kepemilikan tanah lintas negara.
“Kita tidak bisa beli tanah di China, tapi mereka bisa bebas beli di sini. Ini bukan hanya soal ekonomi—ini soal kedaulatan,” tulis seorang pengguna media sosial.
“Negara mana yang membiarkan pemerintah asing memiliki properti di dekat kantor presiden? Ini harus dibatalkan,” ujar warganet lainnya.
Regulasi Longgar
Di China, tidak ada konsep kepemilikan tanah oleh individu atau asing. Semua tanah dikuasai negara, dan penggunaan diberikan dalam jangka waktu terbatas. Sebaliknya, Korea—sejak 1998—mengizinkan orang asing membeli properti, selama mematuhi prosedur pendaftaran atau izin di zona tertentu.
Kondisi inilah yang memunculkan seruan agar Korea menerapkan prinsip resiprositas, yaitu membatasi kepemilikan tanah bagi negara yang tidak memperlakukan warga Korea secara setara.
Langkah yang lebih tegas sebenarnya bukan hal baru di tingkat global. Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Selandia Baru semuanya telah mengambil kebijakan pembatasan terhadap pembelian properti oleh warga negara asing, khususnya dari China.
- Amerika Serikat 35 negara bagian telah mengajukan undang-undang pembatasan atas dasar keamanan nasional.
- Australia: Melarang pembelian rumah lama oleh asing, dan menerapkan pajak jika properti dibiarkan kosong.
- Selandia Baru: Melarang pembelian rumah oleh warga negara asing non-Australia.
- Kanada: Memperpanjang larangan kepemilikan properti perumahan hingga 2027.
Langkah-langkah ini bertujuan melindungi pasar domestik, mencegah spekulasi, dan menjaga keamanan nasional.