Terima Utang Rp10 Triliun dari Bank Dunia, Kementerian ATR Tinggal Tunggu Izin Sri Mulyani
Nusron mengatakan, pihaknya akan bertemu dengan berbagai instansi untuk memfinalkan pinjaman tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar bisa mendapat pinjaman dalam bentuk soft loan dari Bank Dunia sebesarUSD 635 juta (Rp10 triliun).
"Soft loan USD 635 juta sudah sampai tahap menanti tanda tangan bu Menkeu," ujar Nusron dalam sesi media gathering di Kantor Kementerian ATR/BPN, dikutip Jumat (29/11).
Nusron mengatakan, pihaknya akan bertemu dengan berbagai instansi untuk memfinalkan pinjaman tersebut. Baik itu dengan Bank Dunia, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian PPN/Bappenas, hingga Sri Mulyani Dan jajaran Wakil Menteri Keuangan.
"Janjinya pekan ini, tapi karena ada Pilkada belum sempat. Mungkin minggu depan, kita akan jadikan bahas masalah itu," imbuh dia.
Penantian atas konfirmasi uang pinjaman ini sudah terjadi sejak era Menteri ATR/Kepala BPN sebelumnya, Agus Harimurti Yudhoyono.
"Secara prinsip Bank Dunia sudah setuju, tinggal menunggu finalisasi di tahap Kementerian Keuangan," kata AHY pada 15 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
AHY menjelaskan, pinjaman tersebut merupakan upaya yang dilakukan pihaknya guna mengatasi gap anggaran Kementerian ATR/BPN 2025 yang memiliki pagu indikatif hanya sebesar Rp6,4 triliun. Sehingga hal itu menjadi salah satu tantangan yang mesti dihadapi oleh instansi yang dipimpinnya dalam menuntaskan persoalan reforma agraria.
Menurut dia, pendanaan itu awalnya sebesar USD 200 juta. Namun dalam proses negosiasi yang dilakukan, anggaran pinjaman ini naik menjadi USD 635 juta atau sekitar Rp10 triliun.
Penggunaan Dana
Terkait penambahan anggaran yang semula Rp6,4 triliun menjadi Rp14 triliun, Kementerian ATR/BPN akan menggunakan ini untuk optimalisasi penyelesaian target pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), redistribusi tanah, dan konsolidasi tanah.
"Dan yang lainnya termasuk juga di bidang tata ruang, ingat kita masih punya pekerjaan rumah mencapai 2.000 RDTR atau rencana detail tata ruang itu tidak mudah. Per hari ini kita baru 500 sekian. Artinya masih baru sekitar 25 persen. Untuk mengejar hingga 100 persen butuh sumber daya, butuh anggaran," terang AHY.
Selain persoalan anggaran, tantangan yang dihadapi yakni adanya tumpang tindih regulasi terkait pertanahan. Kementerian ATR/BPN akan meningkatkan sinergi antar kementerian/lembaga guna memitigasi adanya overlapping regulasi. Seperti halnya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut AHY, sinergi ini berfokus pada integrasi peta (one map policy). Sehingga bisa mengoptimalkan penataan tata ruang dan memitigasi aturan yang tumpang tindih.
"Bukan kuat-kuatan sesuai dengan teritori ataupun otoritas masing-masing. Kita cari titik tengahnya karena tujuannya sama sebetulnya setiap kementerian kan tujuannya sama-sama ingin menyukseskan program presiden," tuturnya.