Merdeka.com - Lampu jalan otomatis menyala di Dusun Ngemplak, Desa Candirejo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Beriringan dengan tenggelamnya sang surya. Menjadi penanda, waktu maghrib telah tiba.
"Nanti kalau mataharinya sudah tenggelam baru lampu jalananya menyala," kata Awab Abdullah, salah seorang warga di dusun itu saat berbincang dengan Merdeka.com.
Benar saja, lampu-lampu jalan langsung menyala ketika matahari menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah Barat. Tapi ada yang berbeda dari lampu-lampu jalan tersebut. Tak ada kabel yang melintang di lampu-lampu tersebut.
Selain itu, lampu yang dipakai merupakan lampu LED, bukan lagi lampu neon yang biasa digunakan di jalanan pedesaan. Bukan hanya itu, rumah milik Awab pun bebas dari kabel listrik. Namun, rumahnya tetap terang benderang.
"Sejak rumah ini dibangun, saya sama sekali tidak pakai listrik PLN. Sejak tahun 2012 sampai sekarang," katanya.
Rahasianya, adalah matahari.
Sekitar 47 panel surya memenuhi atap rumah pria kelahiran 1973 ini. Semua kebutuhan listriknya pun dipenuhi lewat energi matahari. Berawal dari gempa yang mengguncang Yogyakarta pada 2006 lalu, Awab mulai bereksperimen dengan listrik tenaga surya.
Saat itu, banyak infrastruktur lumpuh, termasuk prasarana penerangan. Bermodal pengetahuan dasar tentang elektronik yang diperolehnya selama aktif sebagai sukarelawan tanggap bencana, Awab mencoba membangun PLTS atap sendiri untuk penerangan di rumah dan jalan di dusun, yang kemudian dia beri nama Program Energi Hemat atau Jimat.
"Saya melihat bantuan makanan datang. Bantuan baju. Sedangkan untuk keperluan listrik hanya pakai genset dan pasti tidak bertahan lama. Akhirnya saya coba untuk pakai surya panel," imbuhnya.
Dia menjelaskan, penelitian mengenai panel surya ini sudah dilakukan sebelum bencana. Namun kala itu, dia hanya sekedar mempelajari saja. Kemudian setelah bencana gempa tersebut, program Jimat ini baru digencarkan.
Selain itu, dirinya mengaku sudah pernah mencoba berbagai energi alternatif dari angin dan air. Namun kedua energi alternatif tersebut masih berisiko untuk dipasang di rumah warga.
"Seperti air. Kalau di tempat yang banyak airnya bisa 24 jam. Tapi di Bantul kan kadang kering, jadi tidak cocok kurang efektif. Kedua angin, sayangnya semakin tinggi semakin korosi. Akhirnya saya hentikan karena waktu itu pernah patah kipasnya. Jadi ada angin kencang dan alatnya itu patah. Untung dia jatuhnya tidak menimpa rumah. Selain itu, kadang kita tak ada angin. Akhirnya saya memutuskan kalau matahari lebih efektif. di mana pun tempatnya pasti ada matahari. Selain itu panel surya juga tinggal ditaruh di atap saja."
Lantaran merasakan manfaat menggunakan PLTS Atap, Awab mulai gencar mengajak warga di dusunnya untuk menggunakan panel surya pada 2016. Dia meminjamkan dan mengajarkan cara memasang panel surya kepada warga.
Meski demikian, mengenalkan surya panel ke masyarakat tidak lah mudah, terlebih lagi masyarakat di pedesaan. Bahkan, dirinya pernah dituduh memakai jalur lain untuk mendapatkan listrik, lantaran tak terlihat kabel listrik yang melintang di rumahnya.
"Saya dulu pernah dikira pakai jalur lain. Karena saat listrik yang lainmati karena ada pemadaman listrik, tapi rumah saya tetap terang. Mereka tidak sadar kalau kami satu jaringan, tapi saat mereka mati saya tetap nyala. Akhirnya mereka datang ke saya kok masih bisa nyala. Saya bilang saya pakai panel surya," jelasnya.
Salah satu warga yang sudah merasakan manfaat panel surya adalah Bagyo. Dia merupakan warga pertama yang mencoba panel surya dan turut andil dalam mensosialisasikan panel surya ke warga lainnya. Awab memilih desa untuk memulai sosialisasi, selain untuk membantu masyarakat juga karena komunikasi antar warganya lebih tinggi sehingga bisa lebih cepat sosialisasinya.
"Di sini pionirnya memang saya, tapi pelopornya Pak Bagyo. Karena dia yang memberikan contoh langsung ke masyarakat. Karena dia warga pertama yang memakai panel surya itu, setelah saya ya Pak Bagyo," katanya.
Advertisement
Dia bercerita bahwa Bagyo dulu sering meminjam uang padanya untuk membayar listrik. Sebab, penghasilan Bagyo yang hanya bekerja di ladang dan kerja serabutan kurang cukup untuk membayar listrik.
"Tapi kalau seperti ini terus tandanya tidak efektif. Saya memberikan contoh yang tidak baik. Akhirnya saya pasang surya panel di rumahnya. Awalnya dia tidak mau karena dia paham alat ini mahal, kalau rusak bagaimana. Tapi akhirnya dia merasakan manfaatnya. Sayangnya dulu dia tidak mau pegang karena ini bukan miliknya. Tapi saya terus ajarkan bagaimana cara perawatannya. Dari situ dia mulai sadar, tahu, dan paham," jelas Awab.
Namun saat ini, Bagyo menjadi salah satu orang yang berjasa mensosialisasikan dan mengajak warga lainnya untuk memakai panel surya. "Sekarang, kalau ada sosialisasi pasti saya bawa Pak Bagyo untuk menjelaskan pengalaman. Karena kan contohnya sudah ada di Pak Bagyo dan dia lebih bisa menjelaskan ke masyarakat dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, dibandingkan saya," jelas Awab.
Bagyo sendiri mengaku setelah adaya panel surya, dirinya merasa lebih terbantu karena bisa lebih hemat saat membayar listrik. Saat ini, dia memang masih menggunakan listrik dari PLN, namun hanya untuk barang elektronik yang besar seperti televisi dan kulkas. Sementara untuk penerangan berasal dari panel surya.
"Dulu saya masang listrik PLN kapasitas 900 watt, bayar listrik sebulan bisa Rp100.000. Tapi setelah ada panel surya, saya bisa hemat bayar listrik sampai Rp50.000. Bahkan ini lebih aman karena tidak nyetrum," kata Bagyo.
Setelah Bagyo mencoba dan membuktikan manfaat dari panel surya, warga pun mulai tertarik dan bertanya soal cara, biaya dan manfaat tenaga surya untuk listrik. Awab memilih fokus pada tetangga dan warga sekitar yang berpenghasilan rendah, untuk membantu mereka mengurangi pengeluaran untuk energi sekaligus memasarkan ide solar panel yang sederhana, bersih, dan mudah.
Untuk rumah tangga ekonomi lemah yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, kapasitas terpasang listrik PLN biasanya mencapai 450-900 watt, kelompok yang selama ini menerima subsidi untuk listrik dari negara. Kapasitas ini biasanya cukup untuk beberapa buah lampu penerangan, pesawat televisi/radio model lama, satu koneksi untuk memasak atau alat rumah tangga seperti setrika, pompa air dan satu charger telepon genggam.
Untuk membuat panel surya, Awab membutuhkan modal hingga Rp1,5 juta. Sementara itu, untuk penyimpanan dayanya pun dia menyarankan untuk memakai accu mobil. "Sekali pasang untuk satu rumah biayanya kira-kira Rp2,5 jutaan. Untuk baterai tidak usah beli yang baru. Pakai saja accu bekas paling hanya Rp300.000 tapi bisa dipakai sampai setahun," kata Awab.
Meski demikian, tidak semua warga membeli panel surya darinya. Adapula mereka yang membeli dari luar, namun Awab tetap bersedia membantu memasangkan dan mengedukasi mengenai pemakaian dan perawatan dari panel surya.
Saat ini, sudah ada 15 rumah tangga di Dusun Ngemplak yang sudah memakai panel surya. Bukan hanya itu, lampu penerangan jalan juga menggunakan panel surya. Awab juga mendirikan pusat edukasi listrik tenaga surya untuk orang-orang yang tertarik belajar praktiknya di lapangan.
Dengan adanya pencapaian ini, Awab menamai Dusun Ngemplak menjadi Kampung Edukasi. Tujuannya untuk memberikan edukasi mengenai panel surya, sekaligus mensosialisasikan agar penggunaan energi alternatif matahari ini semakin meluas.
Bahkan dia berharap, akan lebih banyak masyarakat yang menggunakan panel surya yang aman, murah, dan bersih. Terutama tahan bencana. Sehingga saat bencana datang, masyarakat tak perlu lagi khawatir mengenai listrik.
"Saya harap ke depannya tidak ada lagi Program Jimat. Saya ingin ini jadi program bersama. Di mana semua masyarakat akan memakai surya panel. Saya berharap masyarakat Indonesia bisa lebih mencintai Indonesia memanfaatkan alam tanpa merusak. Indonesia itu benar-benar luar biasa, benar-benar kaya," tutupnya. [azz]
Baca juga:
Bukti Indonesia Mulai Beralih ke Energi Hijau
Erick Thohir: Penerapan Transisi EBT di Indonesia Berbeda dari AS dan China
Erick Thohir Bareng Menteri ESDM dan LHK Bahas RUU Energi Terbarukan dengan DPR RI
Terungkap, Ini Keuntungan Penerapan Industri Hijau ke Ekonomi Nasional
Dunia Masih Butuh Investasi Sektor Migas Rp187.524 Triliun Hingga 2045
Wujudkan Ekonomi Hijau, Limbah Pertanian Bisa Gantikan Energi Fosil
Advertisement
Beri Pengalaman di Dunia Kerja, BRI Buka Program Magang Generasi Bertalenta
Sekitar 8 Jam yang laluSalah Kaprah, PNS Anggap Kredit Konsumtif ke Bank Berbunga Rendah
Sekitar 8 Jam yang laluPemerintah Harus Batasi Plafon Kredit untuk PNS
Sekitar 9 Jam yang laluFenomena PNS Gadai SK Pengangkatan, Ekonom: Perlu Edukasi Literasi Keuangan
Sekitar 10 Jam yang laluPerbankan Siapkan Promo dan Kemudahan Demi Gaet PNS Jadi Nasabah
Sekitar 11 Jam yang laluRekrutmen CPNS 2023 Dibuka Juni, Cek Syarat dan Dokumen Harus Disiapkan
Sekitar 12 Jam yang laluHati-Hati, Pedagang Jual Beras di Atas Harga Ditetapkan Bakal Ditindak
Sekitar 13 Jam yang laluPNS Jadi Sasaran Empuk Perbankan untuk Salurkan Pembiayaan, Kenapa?
Sekitar 14 Jam yang laluIni Dia PNS dengan Bayaran Paling Mahal se-Indonesia
Sekitar 15 Jam yang laluHubungan Memanas, China dan Amerika Serikat Berselisih di Pertemuan WTO
Sekitar 16 Jam yang laluHarga Tembus Rp190.000 per Kg, Bawang Merah Jadi Komoditas Mewah di Filipina
Sekitar 17 Jam yang laluInfo Terbaru: Rekrutmen CPNS Dibuka Juni 2023
Sekitar 18 Jam yang laluSri Mulyani Bawa Kabar Baik, Ekonomi Dunia Kemungkinan Tak Jadi Resesi di 2023
Sekitar 1 Hari yang laluMenPAN-RB Sederhanakan 3.414 Jabatan Pelaksana Menjadi 3 Klasifikasi, Ini Tujuannya
Sekitar 1 Hari yang laluSelain TNI, 3 Polisi Jadi Korban Jembatan Putus di Sungai Digul Papua
Sekitar 6 Jam yang laluKecelakaan Mahasiswi di Cianjur, Ini Kesaksian Istri Polisi Penumpang Mobil Audi
Sekitar 8 Jam yang laluDiduga Tabrak Mahasiswi dan Gunakan Pelat Palsu, Sopir Audi akan Diperiksa Polisi
Sekitar 9 Jam yang laluAkhir Perseteruan Kapolres Manggarai Barat & Anak Buah, Sepakat Damai hingga Pelukan
Sekitar 12 Jam yang laluMasa Penahanan Ferdy Sambo Cs Diperpanjang Selama 30 Hari
Sekitar 6 Jam yang laluHal Memberatkan Hendra Kurniawan hingga Dituntut Jaksa 3 Tahun Bui
Sekitar 1 Hari yang laluKasus Obstruction of Justice Brigadir J, JPU Tuntut Agus Nurpatria 3 Tahun Bui
Sekitar 1 Hari yang laluTidak Jujur di Persidangan, Hendra Kurniawan Dituntut Tiga Tahun Penjara
Sekitar 1 Hari yang laluMasa Penahanan Ferdy Sambo Cs Diperpanjang Selama 30 Hari
Sekitar 6 Jam yang laluHal Memberatkan Hendra Kurniawan hingga Dituntut Jaksa 3 Tahun Bui
Sekitar 1 Hari yang laluKasus Obstruction of Justice Brigadir J, JPU Tuntut Agus Nurpatria 3 Tahun Bui
Sekitar 1 Hari yang laluTidak Jujur di Persidangan, Hendra Kurniawan Dituntut Tiga Tahun Penjara
Sekitar 1 Hari yang laluMasa Penahanan Ferdy Sambo Cs Diperpanjang Selama 30 Hari
Sekitar 6 Jam yang laluHal Memberatkan Hendra Kurniawan hingga Dituntut Jaksa 3 Tahun Bui
Sekitar 1 Hari yang laluPertimbangan JPU Tuntut Irfan Widyanto 1 Tahun Bui: Lulusan Akpol Terbaik Tahun 2010
Sekitar 1 Hari yang laluAntisipasi Penyakit Ngorok, Dinas Pertanian Madina Maksimalkan Penyuntikan Vaksin
Sekitar 3 Hari yang lalu5 Juta Dosis Vaksin IndoVac Sudah Disebar ke Masyarakat, 2 Juta Sudah Disuntikkan
Sekitar 4 Hari yang laluKronologi Penyerangan Bus Persis hingga Sebabkan Kaca Pecah dan Satu Ofisial Terluka
Sekitar 4 Jam yang laluBRI Liga 1: 56 Jadi Nomor Punggung Rezaldi Hehanussa di Persib, Ini Alasannya
Sekitar 6 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen NegaraMoch N. Kurniawan
Dosen Ilmu Komunikasi Swiss German University
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami