Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Suku Bunga Acuan Terendah Sepanjang Sejarah Demi Pulihkan Ekonomi

Suku Bunga Acuan Terendah Sepanjang Sejarah Demi Pulihkan Ekonomi Gedung Bank Indonesia. Merdeka.com / Dwi Narwoko

Merdeka.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo telah memangkas suku bunga acuan menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020. Level terendah suku bunga acuan itu bisa dikatakan memecahkan rekor selama ini yang belum pernah menyentuh di bawah empat persen.

Tentunya, suku bunga acuan itu sudah merasakan naik turun perjalanan yang panjang. Misalnya, pada 2009 bunga acuan yang kala itu disebut BI Rate sempat menyentuh level di atas 7 persen. Suku bunga acuan, yang kemudian berganti istilah menjadi BI 7-Day Repo Rate (BI7DRR) pada 19 Agustus 2016, sempat mencapai 5,25 persen, dan turun hingga 4,25 persen pada 19 April 2018.

BI sempat menaikkan kembali suku bunga acuan menjadi 4,50 persen pada 17 Mei 2018, kemudian terus merangkak naik hingga menyentuh level 6 persen yang bertahan hingga 20 Juni 2019.

Era pelonggaran kebijakan moneter membuat BI7DRR mulai menunjukkan tren penurunan sejak Juli 2019 sebesar 5,75 persen, yang disusul dengan kisaran penurunan 25 basis poin pada periode berikutnya.

Selama tahun 2020, BI bahkan sudah menurunkan 125 basis poin suku bunga kebijakan dari sebelumnya 5 persen pada Januari 2020. Bank sentral sempat mempertahankan suku bunga acuan pada level 4 persen selama periode Juli-Oktober 2020.

Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan rendah itu tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian hampir seluruh negara di dunia babak belur. Pandemi mengakibatkan daya beli masyarakat melemah yang mengakibatkan permintaan berkurang. Kondisi inilah yang mendorong BI mencukur tingkat suku bunga acuan mengingat laju inflasi tercatat rendah.

Inflasi yang rendah itu terjadi karena permintaan masyarakat saat ini belum kuat alias masih lemah akibat imbas virus corona. Secara tahunan, inflasi indeks harga konsumen (IHK) per Oktober 2020 mencapai 1,42 persen, jauh di bawah kisaran target pemerintah yakni tiga persen plus minus satu persen.

Selain karena inflasi, BI juga menurunkan suku bunga acuan dengan mencermati faktor eksternal perekonomian global yang mengalami perbaikan setelah pada triwulan III-2020 tumbuh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik didorong oleh stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas.

Selain menurunkan suku bunga acuan, BI juga menurunkan masing-masing 25 basis poin untuk suku bunga deposit facility menjadi 3 persen dan suku bunga lending facility menjadi 4,5 persen.

Demi Pemulihan Ekonomi

Bank sentral mengharapkan suku bunga acuan yang rendah itu bisa mendorong pemulihan ekonomi. Praktisnya, jika suku bunga acuan menurun, maka suku bunga kredit juga menurun.

Dengan begitu, masyarakat dan dunia usaha diharapkan mau mencari dana segar untuk pembiayaan atau kredit. Meski demikian, gambaran sederhana itu masih jauh dari harapan karena suku bunga kredit perbankan masih terbilang tinggi.

Kondisi itu pun turut memantik Perry Warjiyo, yang sempat meminta perbankan, untuk menurunkan suku bunga kredit. Menurut dia, kondisi tersebut dimungkinkan karena besar kecil suku bunga kredit dipengaruhi oleh tiga faktor yakni biaya dana atau cost of fund, biaya administrasi dan premi risiko.

Biaya dana untuk pasar uang antarbank (PUAB), misalnya, berada pada posisi rendah mencapai 3,29 persen pada Oktober 2020, sehingga biaya yang dikeluarkan perbankan juga menurun. Sedangkan faktor kedua, kata Perry, yakni biaya administrasi, karena pandemi Covid-19 membuat perbankan melakukan digitalisasi, sehingga justru mendorong biaya administrasi menurun.

Di sisi lain, likuiditas perbankan juga melimpah, salah satunya karena BI melakukan injeksi likuiditas per awal Desember 2020 mencapai Rp682 triliun atau 4,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, dia meyakini perbankan masih memiliki persepsi risiko terhadap kredit di tengah menurunnya aktivitas ekonomi. BI mencatat suku bunga deposito dan kredit modal kerja mencapai 4,93 persen dan 9,38 persen pada Oktober 2020.

Berdasarkan data itu, perbankan hanya berani menurunkan 0,06 persen untuk suku bunga kredit modal kerja jika dibandingkan September 2020 yang mencapai 9,44 persen. Bunga deposito hanya turun 0,25 persen dari sebelumnya 5,18 persen pada September 2020. Untuk itu, kenyataannya tidaklah semudah dibayangkan bagi perbankan menurunkan bunga kredit.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai perbankan masih menerapkan prinsip kehati-hatian sebagai upaya mitigasi risiko kredit salah satunya risiko kenaikan kredit bermasalah (NPL).

Menurut dia, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL perbankan per September 2020 mencapai 3,15 persen, masih lebih tinggi dibandingkan NPL Desember 2019 yang berada di bawah tiga persen.

"Perbankan sudah melakukan penyesuaian dari sisi marjin dan suku bunga deposito yang juga turun, didukung juga penurunan tingkat bunga penjaminan dari LPS yang juga turun menjadi 4,5 persen," katanya.

Perlu Didorong BLT

Sementara itu, Menteri Keuangan 2013-2014 Chatib Basri menilai pemulihan ekonomi juga sebaiknya didorong kebijakan fiskal pemerintah, salah satu di antaranya optimalisasi pemberian cash transfer atau bantuan langsung tunai (BLT).

Sederhananya, menurut ekonom senior itu, masyarakat yang memegang uang akan melakukan belanja sehingga mendorong konsumsi rumah tangga. Saat ini, konsumsi rumah tangga masih memegang porsi terbesar dalam pergerakan ekonomi Indonesia yakni berkisar 56-57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan adanya pembenahan tersebut maka pelaku usaha akan semakin bergairah untuk melakukan investasi seiring dengan lahirnya permintaan.

Kemudian, perbankan juga diberikan penjaminan kredit sebagai stimulus agar terdorong menyalurkan kredit mengingat realisasi pembiayaan masih terbilang rendah.

Berdasarkan data OJK, secara tahunan penyaluran kredit hingga September 2020 mencapai Rp5.531 triliun atau hanya tumbuh 0,12 persen. Bahkan, dibandingkan Desember 2019, realisasi kredit mengalami kontraksi 7,8 persen.

Dengan adanya kebijakan BI untuk menurunkan suku bunga acuan, hingga mencapai angka terendah sepanjang sejarah, maka momentum ini dapat menjadi titik balik bagi pemulihan ekonomi.

Bukan tidak mungkin BI kembali menambah rekor lagi dengan kembali menurunkan suku bunga acuan dengan catatan tingkat inflasi rendah dan permintaan domestik masih mengalami kelesuan.

(mdk/idr)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024

Mengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024

Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Baca Selengkapnya
Dirut Bulog Bongkar Penyebab Masih Mahalnya Harga Beras

Dirut Bulog Bongkar Penyebab Masih Mahalnya Harga Beras

Sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Januari hingga Februari terjadi defisit ketersediaan beras dari petani sebesar 2,7 juta beras.

Baca Selengkapnya
ADB Ingatkan Kenaikan Harga Beras Bisa Ganggu Perekonomian di Asia-Pasifik

ADB Ingatkan Kenaikan Harga Beras Bisa Ganggu Perekonomian di Asia-Pasifik

ADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Bulog Beri Sinyal Harga Beras Bakal Turun Jelang Lebaran, Ini Faktor Pemicunya

Bulog Beri Sinyal Harga Beras Bakal Turun Jelang Lebaran, Ini Faktor Pemicunya

Sejumlah wilayah sentra produksi kini telah memasuki musim panen raya.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun

Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun

Baca Selengkapnya
Gubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya

Gubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya

Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.

Baca Selengkapnya
Beras Mahal dan Langka, Begini Strategi Bapanas Turunkan Harga

Beras Mahal dan Langka, Begini Strategi Bapanas Turunkan Harga

Kenaikan harga beras saat ini telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.

Baca Selengkapnya
Usai Tertahan di Februari 2024, Harga BBM Pertamina Bakal Naik Usai Pemilu?

Usai Tertahan di Februari 2024, Harga BBM Pertamina Bakal Naik Usai Pemilu?

Usai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya
BI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?

BI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?

Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.

Baca Selengkapnya