Suku bunga acuan BI diprediksi capai 6,5 persen di 2019
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) diramalkan akan semakin agresif menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di tahun depan. Ini merupakan imbas dari bank sentral Amerika yaitu The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya lebih dari perkiraan pasar yaitu sebanyak 4 kali sepanjang 2018.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan memprediksi BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan mencapai 6,5 persen pada tahun depan.
"Karena awalnya diprediksi The Fed akan naikkan tiga kali, tapi tahun ini jadi empat kali, lalu US treasury dulunya paling tinggi 2 persen sekarang sudah 3 persen," kata Anton dalam acara Macroeconomic Outlook di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8).
Diketahui, Bank Indonesia (BI) menaikkan 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 5,50 persen. Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen dan Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
Kenaikan ini merupakan yang keempat kalinya dalam tahun ini setelah sebelumnya BI menahan suku bunga acuan pada bulan Juli. Sebelumnya, BI sudah menaikkan suku bunga acuan pada Mei sebanyak dua kali dan Juni dengan total kenaikan 100 bps.
"Kembali ke BI 7 Days, itu kita melihat itu ke 5,75 persen tahun ini, dan tahun depan ke 6,5 persen. Yang berarti tahun ini masih ada sekali lagi," ujar Anton.
Sebelumnya, Coorporate Secretary Bank BNI, Ryan Kiryanto mengungkapkan BI hampir dipastikan menaikan kembali suku bunga acuan sebab bank sentral Amerika Serikat atau The Fed akan kembali menaikan suku bunga acuannya pada September.
"BI hampir pasti menaikan sekali lagi suku bunga acuannya minimal satu kali ke 5,75 persen. Karena The Fed sudah dipastikan naik 3-4 kali," kata Ryan dalam sebuah acara diskusi di kawasan Kalibata, Jakarta, Selasa (28/8).
Ryan mengungkapkan bank sentral di negara lain pun melakukan hal yang sama guna melindungi stabilitas mata uang mereka. "Sementara negara lain sudah menaikan suku bunganya, tujuannya agar menjaga mata uangnya terhadap dolar AS," ujarnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani Dapat Bisikian soal The Fed Bakal Turunkan Suku Bunga Acuan
Saat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaGubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya
Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaBI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaOJK Buka-bukaan Soal Ancaman yang Pengaruhi Kinerja Sektor Keuangan 2024
Salah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaPerputaran Uang Musim Libur Natal dan Tahun Baru Diprediksi Tembus Rp80.250 Triliun
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah orang yang akan bepergian di musim libur akhir tahun mencapai 107 juta orang.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca Selengkapnya