SKK Migas pilih kapal terapung ketimbang pipa gas di Blok Masela
Merdeka.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengaku telah melakukan kajian dalam pengembangan Blok Masela, Pulau Aru, Maluku. Hasil kajian tersebut menunjukkan pengembangan infrastruktur blok tersebut lebih efektif menggunakan kapal terapung LNG bukan pipa gas.
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengatakan pemakaian pipa gas di Blok Masela terkendala cekungan di dasar laut atau palung. Selain itu, jarak yang ditempuh dari Blok Masela ke Saumlaki membutuhkan pipa gas sepanjang 150 kilometer (KM).
"Ada dua pilihan kalau pakai pipa. Pertama, pipa dari Masela ke Saumlaki 170 sampai 180 km, di situ ada palung dengan kedalaman yang bervariasi sampai 1.000 meter, lebar 150 km. Pilihan kedua, tidak ada palung, nanti pipa muncul ke kepulauan Aru tapi jarak 600 km," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/9).
Apabila menggunakan pipa gas, kata dia, membutuhkan waktu lama lantaran prosesnya sangat panjang seperti pembebasan lahan di darat. Untuk itu, SKK Migas lebih merekomendasikan pengembangan Blok Masela menggunakan kapal terapung LNG.
"Kalau offshore beroperasi di laut. Kalau onshore di darat. Risikonya beda. Non engineering ini yang beda. Di darat aspek pembebasan tanah dan sosial beda dari floating. Kalau pembebasan berlarut-larut beroperasinya akan lebih lama," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Kementerian ESDM untuk mengkaji pembangunan infrastruktur pendukung di Blok Masela, Maluku. Ada dua usulan yang masuk ke pemerintah terkait pembangunan infrastruktur pendukung di blok dengan cadangan gas mencapai 10,7 triliun kaki kubik/TCF.
Usulan yang masuk dari perusahaan migas asal Belanda, Shell yang memberikan masukan untuk membangun floating unit dalam proses angkut gas dari area blok tersebut.
"Teknologi ini memang relatif baru. Shell sudah pernah menerapkannya di negara lain. Di Indonesia yang kedua. Nah pilihan ini harus dibahas secara teliti dan komprehensif supaya menguntungkan Indonesia. Kalau mau bangun floating unit, biayanya bisa mencapai USD 19,3 Miliar USD. Ini mahal," ujar Rizal.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
SKK Migas Pastikan Tak Ada Penambahan Divestasi Pada Proyek Abadi Blok Masela
Proyek Abadi Blok Masela sempat terhenti akibat Pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaPKB Tancap Gas, Mulai Jaring Calon Kepala Daerah di Sulsel untuk Pilkada 2024
PKB membentuk tim petunjuk teknis penjaringan calon kepala daerah di Sulsel.
Baca Selengkapnya99 Penyewa di Mal Kota Kasablanka Gunakan Gas Bumi, Apa Untungnya?
PGN terbuka dan mendorong bagi semua sektor usaha untuk menggunakan gas bumi agar manfaatnya dapat dirasakan secara nyata bersama.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kapal Pembawa Kotak Suara Pemilu di Mentawai Kecelakaan Dihantam Ombak, KPU Tidak akan Gelar Pemilihan Suara Ulang
Kejadian itu pada saat pergeseran logistik pemilu dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Saliguma menuju Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Siberut Tengah
Baca SelengkapnyaProyek Abadi Masela Tak Kunjung Rampung, Bos SKK Migas: Namanya Kurang Pas, Jadi Enggak Selesai-Selesai
SKK Migas mencatat, ada sejumlah aspek yang membuat proyek Abadi Masela terhenti.
Baca SelengkapnyaKeluhan Pemudik di Merak: Kami Sudah Sabar Semalaman, Tapi Belum Juga Masuk Kapal
Keluhan Pemudik di Merak: Kami Sudah Sabar Semalaman, Tapi Belum Juga Masuk Kapal
Baca Selengkapnya100 Kapal Nelayan Uji Coba Pakai Bahan Bakar Gas, Satu Tabung Bisa Berlayar Seharian
Untuk setiap kapal nelayan yang sudah dikonversi akan dibekali dengan satu unit tabung baja.
Baca SelengkapnyaHarga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
Pertama, ada faktor dari sisi hulu di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.
Baca SelengkapnyaKapal Pesiar Azzimut 80 di Kepulauan Seribu Kebakaran, Asap Mengepul dari Bagian Mesin
Kapal pesiar Azzimut 80 di Kepulauan Seribu hangus dilalap si jago merah pada Minggu (10/3).
Baca Selengkapnya