Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Penyederhanaan Cukai dan Dampaknya ke Industri Rokok Dalam Negeri

Penyederhanaan Cukai dan Dampaknya ke Industri Rokok Dalam Negeri Petani tembakau. ©komunitaskretek.or.id

Merdeka.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi IV, Firman Subagyo mengaku tak setuju dengan rencana pemerintah terkait penyederhanaan penarikan cukai atau simplifikasi cukai rokok. Kebijakan ini dinilai akan mematikan industri rokok dalam negeri.

"Simplifikasi itu pada akhirnya akan membahayakan industri rokok di Indonesia. Juga membahayakan dari sisi tenaga kerjanya yang cepat atau lambat akan kehilangan lapangan pekerjaannya," tegas Firman Subagyo dikutip di Jakarta, Kamis (23/6).

Jika Industri rokok nasional mati, menurut Firman Subagyo dari mana pemerintah dapat mencari sumber pendapatan negara yang selama ini disumbang dari cukai rokok mencapai Rp178 triliun setiap tahunnya.

Selain itu dari mana pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 5-7 juta buruh industri rokok dan tembakau nasional. Sementara mengalihkan profesi petani tembakau dan buruh industri rokok ke sektor lain bukanlah pekerjaan muda.

Firman Subagyo menjelaskan, saat ini satu perusahaan asing yang tengah merekrut orang-orang Indonesia untuk melobi berbagai instansi pemerintah termasuk para pejabat tinggi negara. Tujuannya satu, agar kebijakan simplifikasi cukai yang hanya menguntungkan satu perusahaan asing tersebut disetujui pemerintah.

"Sekarang ini yang keluyuran kemana-mana itu ada perusahaan asing dengan karyawannya orang Indonesia yang direkrut. Mereka masuk ke segala level untuk melobi dan juga mempengaruhi soal cukai. Simplifikasi cukai arti bahasanya yaitu menyederhanakan. Saya sudah pelajari. Ini justru dengan kebijakan penggabungan grade industri justru malah bisa mematikan," papar Firman Subagyo.

Lindungi Kesehatan Masyarakat

Pada kesempatan tersebut Firman Subagyo juga membantah jika ada pendapat atau wacana yang menyebutkan bahwa kebijakan simplifikasi cukai rokok adalah untuk melindungi Kesehatan masyarakat.

Menurutnya jika pemerintah peduli pada Kesehatan masyarakat, pemerintah harus membatasi produksi kendaraan bermotor dan mengawasi keluarnya gas buang yang mengotori udara dan lingkungan yang membuat Kesehatan masyarakat terganggu.

"Saya mau tanya kalau sehat itu dari sisi apanya? Kalau rokok menganggu kesehatan dari segi asapnya, maka mana lebih dahsyat asap mobil yang setiap hari diisap dengan asap dari rokok? Tapi kenapa pabrik mobil tidak dipersoalkan?," tanya Firman Subagyo.

Firman Subagyo menyesalkan adanya perusahaan rokok nasional yang besar membiarkan perusahaan rokok asing yang terus berupaya memaksakan agar simplifikasi diterapkan di Indonesia.

Padahal jika simplifikasi itu jadi diterapkan di Indonesia akan mematikan industri rokok nasional dan hanya satu perusahaan rokok asing saja yang eksis. Sehingga terjadi monopoli industri dan perdagangan produk tembakau di Indonesia. Padahal, jelas jelas praktek monopoli maupun oligopoli sangat dilarang di Indonesia.

"Harusnya, industri rokok kecil, menengah, dan besar bersatu untuk melawan industri rokok asing yang terus memaksakan penerapan kebijakan simplifikasi cukai rokok," harap Firman Subagyo

Cukai Rokok Naik

Firman Subagyo juga menyesalkan kebijakan pemerintah yang menaikan cukai rokok setinggi tingginya setiap tahun. Kebijakan menaikan cukai rokok setinggi tingginya setiap tahun itu juga akibat tekanan asing. Menaikan cukai rokok setiap tahun pada akhirnya juga akan mematikan industri rokok nasional.

"Ini satu kebijakan yang menurut saya salah. Meningkatkan target cukai dengan tekanan-tekanan internasional di balik kebijakan tersebut. Justru dengan kenaikan cukai ini dapat menghancurkan industri rokok menengah dan kecil," papar Firman Subagyo.

Firman Subagyo juga membantah adanya pendapat yang menyebutkan kenaikan cukai rokok setiap tahun adalah untuk menekan laju konsumsi rokok untuk meningkatkan Kesehatan masyarakat. Padahal kenyataannya kenaikan cukai rokok setiap tahun itu menghidupkan rokok illegal yang justru merugikan negara itu sendiri.

"Agar secara tidak langsung industri rokok secara lambat laun mati. Argumentasinya kan untuk menekan laju produksi rokok. Tapi di sisi lain, adanya tekanan itu menjadi celah masuknya rokok ilegal. Rakyat itu kan senang merokok dan mereka tidak bicara soal merek. Jika cita rasanya cocok ya mereka beli. Saya waktu kecil dulu juga menjual rokok-rokok semacam itu yang diproduksi secara home industri secara rumahan dan dijual ke warung-warung," papar Firman Subagyo.

Kata Pemerintah

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Pande Putu Oka menegaskan implementasi kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/ 2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.

Terlebih lagi, PMK tersebut sebagai turunan Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang juga menempatkan rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu kebijakan strategis pemerintah.

Menurutnya aturan penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi prevalensi perokok khususnya pada usia anak-anak sampai remaja. Juga menutup ruang penghindaran pajak (tax avoidance) oleh pabrikan rokok.

"Penyederhanaan tarif bertujuan untuk pengendalian konsumsi rokok oleh anak sampai remaja. Dan semakin kompleks sistem tarif cukai, maka akan membuka tax avoidance," ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk 'Roadmap Industri Hasil Rokok yang Berkeadilan," Sabtu (5/9).

Kendati demikian, sambung Pande, kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau akan bersinggungan dengan berbagai kementerian/lembaga terkait karena memiliki dampak ekonomi yang luas. Kemudian saat ini PMK 77/2020 baru saja terbit, sehingga diperlukan waktu untuk implementasinya.

Adapun kementerian/lembaga terkait, yakni Kementerian Perindustrian terkait kepentingan industri rokok, Kementerian Ketenagakerjaan terkait penciptaan lapangan kerja, Kementerian Pertanian terkait kesejahteraan petani dan hasil tembakau. Lalu, Kementerian Keuangan terkait arah kebijakan fiskal, Kementerian Kesehatan terkait isu kesehatan dan Bappenas untuk arah kebijakan IHT pada RJMPN 2024. 

 

Sumber: Liputan6.com

(mdk/idr)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP