Merdeka.com - Industrialisasi garam di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini membutuhkan dukungan kemudahan regulasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat. Ini diperlukan untuk menyokong peningkatan produksi garam dalam negeri.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Safri Burhanuddin mengatakan perlunya dukungan kemudahan regulasi dari Pemprov NTT untuk mengembangkan industri lahan penggaraman di Provinsi NTT.
"Lahan yang tersedia di NTT kami anggap cukup luas (untuk membuka lahan penggaraman), terutama di Pulai Timor maupun Flores. Tentunya dukungan kemudahan regulasi dari Pemprov NTT untuk Percepatan investasi industri garam di daerah ini," kata Safri di Jakarta, Senin (22/6).
Dia mengatakan, pihaknya membangun komunikasi yang intensif dengan Pemprov NTT terkait dengan kesulitan yang dihadapi oleh investor. "Rapat koordinasi intensif hampir tiap minggu dalam bulan terakhir ini," ungkap Safri.
Dalam pandangan dia, ada 3 perusahaan yang sudah mendapat kontrak dari Pemprov NTT, dan ada 3 sedang proses kerja sama untuk industri lahan garam. Adapun posisi pemerintah pusat menjembatani Pemprov dengan investor yang memiliki kendala teknis.
"Seperti kemudahan regulasi, teknologi produksi garam, dan dukungan infrastruktur,” tukasnya.
Sebelumnya, disebutkan pada 2019, produksi garam nasional tercatat sebesar 3,5 juta ton, sesuai yang ditargetkan pemerintah. Namun, seiring bertambahnya industri membuat permintaan garam di dalam negeri ikut melonjak.
Sehingga diprediksi sulit memenuhi permintaan. Selain, lahan produksi yang tersedia, permasalahan diperparah oleh proses pembuatan garam yang masih menggunakan metode evaporasi. Di mana produksi mengandalkan penguapan dengan menggunakan sinar matahari yang telah dilakukan sejak zaman Hindia Belanda.
Industri Garam di Indonesia Dituntut Gunakan Teknologi
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Safri Burhanuddin mengungkapkan, bahwa pihaknya tengah mematangkan proses harmonisasi Program Flagship Prioritas Riset Nasional Teknologi Garam Terintegrasi dan sentra ekonomi garam rakyat untuk tata kelola pergaraman nasional yang baik.
Menurutnya, program ini bertujuan untuk memutuskan sistem atau metode pergaraman yang akan dipakai untuk menghasilkan garam dengan kualitas di atas 96 persen.
Terlebih, kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, sedangkan produksi garam sampai tahun 2024 ditargetkan 3,4 juta ton. Ini artinya kebutuhan impor garam masih sekitar 1,1 juta ton.
"Kalau itu memang sistemnya PT Garam, kita harus berani mengatakan bahwa sistemnya harus memiliki standar yang lebih baik. Dia (PT Garam) tidak boleh lagi pakai teknologi yang dia pakai sekarang yang hasilnya cuma 50-60 ton, harusnya bisa menghasilkan 100-150 ton garam," kata Deputi Safri dalam pernyataannya, Kamis (11/6).
Purbaya mengatakan, penggunaan teknologi canggih diyakini dapat menambah jumlah produksi garam yang dihasilkan. Sehingga dapat menekan impor garam dan guna mencapai swasembada garam.
Sementara itu, Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim, Amalyos mendorong percepatan proses harmonisasi dan sinkronisasi program tersebut pada Kementerian/Lembaga terkait.
"Ada banyak hal yang telah dilakukan untuk mendorong bagaimana memproduksi garam industri, dan hal itulah yang akan kita terus dorong dan fasilitasi sinkronisasinya," ujarnya.
Reporter: Pipit Ika
Sumber: Liputan6.com [idr]
Baca juga:
Konsumsi Garam Industri Diprediksi Meningkat Hingga 4,5 Juta Ton di 2021
Pemerintah Minta PT Garam Modernisasi Proses Produksi
Pemerintah Bakal Serap Garam Lokal 1,5 Juta Ton Tahun Ini
Menteri Basuki Klaim Telah Rehabilitasi 3.740 Hektare Tambak Garam
Menko Airlangga Perintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Serap Garam Petani
Presiden Jokowi Banggakan Garam NTT Lebih Bagus dari Produk Impor Australia
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami