Pedagang Tradisional Disebut Berhak Ajukan Gugatan Terkait Perda KTR
Merdeka.com - Pengamat Hukum, Asep Warlan Yusuf menyebut bahwa langkah yang dilakukan sejumlah pedagang tradisional wilayah Kota Bogor dalam mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) sudah tepat.
Seperti diketahui Perda KTR Kota Bogor menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat. Sejak awal pembentukan hingga revisi Raperda, terdapat poin yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu PP 109 Tahun 2012. Bahkan, saat revisi Perda dilakukan, poin krusial seperti larangan pemajangan produk tetap dimuat.
Hal tersebut dinilai banyak pihak mengabaikan kesepakatan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan (PUU) melalui jalur nonlitigasi antara Pemkot Bogor dan para pemangku kepentingan industri hasil tembakau.
"Nanti MA yang akan menilai substansi itu. Daripada berdebat di ruang publik, lebih baik di pengadilan, karena akan lebih terukur. Di tangan ahli, semua akan diukur dalam uji materi itu," jelas Asep di Jakarta.
Menurut Asep, Pemerintah Daerah tidak boleh sewenang-wenang untuk menghilangkan hak masyarakatnya untuk beraktivitas ekonomi atau kegiatan usaha.
"Ya, itu juga harus diperhatikan. Jangan sampai mengurangi hak untuk berusaha. Kan ada hak juga untuk mendapatkannya di ruang publik," kata Asep.
Kewenangan DPRD
Sebelumnya, Kemendagri telah menyatakan bahwa kewenangan saat ini ada di DPRD dalam melakukan pengawasan, memperbaiki atau mencabut Perda. DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislative review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.
Sementara untuk Perda provinsi yang telah diundangkan, dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota, maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert NA Endi Jaweng berpendapat, langkah yang dilakukan oleh pedagang tradisional Kota Bogor sudah ideal karena Kementerian sudah tidak punya wewenang untuk mencabut Perda.
"Saya tahu bahwa Pemkot Bogor, yang mengeluarkan aturan tersebut, tidak akan mencabutnya. Jadi yang paling masuk akal dilakukan adalah judicial review. Soalnya, ini penting mengingat substansinya adalah kepastian hukum. Kita tidak bicara soal moral, soal setuju atau tidak dengan rokok ya," ucap Endi.
Endi menambahkan, Perda KTR Kota Bogor tergolong cacat hukum karena bertentangan dengan aturan pusat. Sebelumnya Endi juga telah melakukan kajian mengenai Perda Perda bermasalah yang menghambat investasi salah satunya Perda KTR.
Reporter: Septian Deny
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Kabupaten Bogor mengusulkan 2.235 formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024.
Baca SelengkapnyaKesenian tradisional dari Provinsi Lampung ini biasanya dibawakan ketika acara-acara besar di Keratuan Darah Putih.
Baca SelengkapnyaBagja menyebut biasanya dugaan penggelembungan suara terjadi dalam pemilihan anggota legislatif (pileg), termasuk DPRD.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kepolisian siap membantu TNI untuk mengamankan sisa proyektil peluru yang terlempar akibat ledakan Gudang Kodam Jaya di Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
Baca SelengkapnyaIsnawati (34) dan anaknya meninggal dunia di tempat saat tertimpa truk atau angkutan khusus tambang di Desa Gorowong, Parungpanjang, Bogor.
Baca SelengkapnyaBodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.
Baca SelengkapnyaSejumlah barang bukti diamankan dari pelaku yang diduga melakukan penganiayaan terhadap keponakannya
Baca SelengkapnyaNgalungsur Geni, tradisi turun-temurun pembersihan benda pusaka di Kabupaten Garut.
Baca Selengkapnya