OJK: Pasar Komputasi Awan di Indonesia Masih Sangat Menjanjikan
Merdeka.com - Ototitas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa industri komputasi awan atau yang lebih dikenal dengan istilah cloud computing perlahan namun pasti mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. Hal itu setidaknya terlihat dari hasil studi yang dikembangkan oleh Asia Cloud Computing Association (ACCA), di mana pada tahun 2020 lalu hanya menempatkan Indonesia di posisi 12 dari keseluruhan 14 negara Asia Pasifik yang masuk dalam penelitiannya terkait kesiapan pengembangan industri cloud computing di negaranya.
"ACCA punya indeks yang diberi nama Cloud Readiness Index (CRI), dan Indonesia pada tahun 2020 masih diberikan skor sebesar 55,0. Memang ada kenaikan dibanding skor pada tahun 2018 yang masih 47,0, namun yang perlu dicatat bahwa (skor) negara-negara lain juga berkembang, bahkan lebih cepat dari kita," ujar Direktur Pengaturan Bank Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eddy Manindo Harahap, Sabtu (29/5).
Eddy menjelaskan bahwa posisi pertama dalam indeks CRI tersebut ditempati oleh Hong Kong dengan skor sebesar 81,9 lalu diikuti Singapura di peringkat kedua dengan skor 81,5 dan Selandia Baru di peringkat tiga dengan skor 77,1.
Sementara Indonesia berada di peringkat 12, tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia yang berada di peringkat delapan dengan skor 68,5, Thailand di peringkat Sembilan dengan skor 60,2 dan Filipina yang tepat berada di atas Indonesia dengan skor 55,3.
"Artinya meskipun ada peningkatan dari tahun 2018, adalah tugas kita semua, mulai dari regulator, pelaku usaha, (industry) industri pendukung, ekosistem cloud computing, semua pihak, untuk dapat bersama-sama bekerjasama mengembangkan industri ini ke depan,” tutur Eddy.
Kelemahan Indonesia
Ketertinggalan Indonesia dalam industri cloud computing, menurut Eddy, setidaknya didapat dari dua poin utama yang masih menjadi kelemahan Indonesia. Pertama, kecepatan broadband di Indonesia yang masih berada di kisaran 16,7 mbps, sementara rata-rata kecepatan broadband di 14 negara Asia Pasifik yang masuk dalam penelitian ACCA mencapai 82,4 mbps.
"Jadi memang secara kecepatan (broadband) kita sudah mulai jauh tertinggal. Harus dikejar. Selain itu kelemahan kita adalah dari segi regulasi yang dinilai oleh ACCA masih tidak mendukung karena ada banyak kasus regulasi kita yang masih saling tumpang tindih," ungkap Eddy.
Meski demikian, dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang ada, bukan berarti pasar Indonesia tidak potensial bagi pengembangan industri cloud computing. Faktanya, dengan sejumlah catatan negatif tadi, beberapa pemain internasional di industri cloud computing justru tertarik masuk ke pasar Indonesia.
"Ada Alibaba Cloud, yang sudah masuk ke sini. Lalu ada Google Cloud juga. Ada Amazon dan juga Microsoft Azure. Ini dapat dimaknai bahwa pasar kita sebenarnya sangat potensial. Tinggal lalu bagaimana kita bisa memanfaatkan potensi itu, agar tidak justru dimanfaatkan oleh pemain global yang datang ke sini,” tegas Eddy.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaUntuk rinciannya, nilai impor mesin/peralatan mekanis mencapai USD 123,79 juta atau tumbuh 4,52 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Keduanya membahas tentang situasi dan kondisi dunia saat ini, termasuk kepada masalah ekonomi dan keamanan negara.
Baca SelengkapnyaHal itu bakal diwujudkan jika mereka berhasil menang di Pilpres 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil survei Chainalysis, Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara yang memiliki pertumbuhan kripto terbesar di dunia.
Baca SelengkapnyaForbes mencatat, hanya ada 26 dari 760 orang di dunia, yang memiliki kekayaan melimpah dari nol dengan kerja keras sendiri.
Baca SelengkapnyaForum ini menunjukan relasi Singapura-Indonesia dalam bisnis sangat kuat dan dinamis.
Baca SelengkapnyaSaat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca Selengkapnya