Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Miris, 52 Persen Pekerja di Indonesia Tak Sesuai Kualifikasi

Miris, 52 Persen Pekerja di Indonesia Tak Sesuai Kualifikasi Buruh pabrik rokok. ©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut mayoritas tenaga kerja di Indonesia berada di bawah kualifikasi. Salah satu Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Sabda Putera Subekti mengatakan, hal ini berkaitan dengan tingkat kepuasan industri terhadap serapan tenaga kerja.

"Yang paling penting yang kita rasakan di industri ya, 52 persen pekerja di Indonesia itu underqualified (di bawah kualifikasi)," ujarnya dalam Rapat Panja Perguruan Tinggi Komisi X dengan Kadin Indonesia dan HIPMI, Selasa (17/1).

"Jadi bukan hanya tingkat serapan sarjananya saja yang ktia cermati, tapi juga yang terserap pun, tingkat kepuasan industri terhadap sarjana itu belum mencapai tingkat kepuasan tertentu, belum sesuai harapan," sambung pria yang menjabat Chief Education Officer Zenius itu.

Dia mengatakan, ini dikarenakan minimnya masukan terhadap kurikulum dalam pendidikan yang dijalankan. Menurutnya ini jadi tanggung jawab semua pihak termasuk pelaku industri dan akademisi.

Setelah menjajaki para bidang sumber daya manusia (SDM) di industri, ada ketidakcocokan antara kebutuhan industri dan lulusan sekolah dan perguruan tinggi. Namun, posisinya bukan pada kemampuan teknikal.

"Apa masalahnya? bukan masalah technical skills saja, tapi yang sering saya dengar, bahwa yang kekurangan itu bukan teknikal skills langsung, tapi softskill atau fundamental skills," ungkapnya.

Dia mencontohkan, rendahnya pola berpikir secara saintifik atau etos kerja yang dinilai kurang. "Kalau pengalaman saya dadlam perekrutan, misalnya, oke bisa (aplikasi) excel, menguasai alat, iya. Tapi mengambil data yang tepat, memilih data yang tepat, memfilter data yang tepat, begitu. Menguasai bahaasa programming-nya oke, tapi meracik software dengan bagus, itu yang kurang," kata dia mengisahkan.

Kedua, Sabda melihat adanya perkembangan industri yang lebih cepat ketimbang kurikulum di dunia pendidikan. Sehingga penyerapan tenaga kerja lagi-lagi tidak sesuai dengan perkembangan industri.

Ketiga, terbatasnya akses mahasiswa ke dunia kerja. Menurutnya, ini berangkat dari masih banyaknya praktik dan anggapan dimana mahasiswa masih dibekali teori semata. Padahal, untuk masuk ke dunia kerja, diperlukan aplikasi dari teori-teori yang dipelajari.

"Syukurnya sekarang sudah ada (program) Kampus Merdeka yang memungkinkan mahasiswa ini lebih panjang (mengenal dunia kerja lewat magang). Tadinya memang ada program magang tapi kan memang rpogram magang ini prakteknya cuma 2 bulan di perusahaan, maaf-maaf tapi bisa apa dalam 2 bulan ini?," kata dia.

"Kadang kitanya sendiri dari industri harus menyiapkan onboarding-nya saja mungkin sebulan lebih. Nah ini sudah mulai ada tapi skalanya mungkin yang masih kurang banyak," tambah Sabda.

Keempat, keterkaitan yang tidak pasti antara kepentingan kerja dan kesempatan kerja. Sabda menyebut kalau hal ini yang jadi ketidaksesuaian atau mismatch antara rancangan program pendidikan dan dunia kerja.

Reporter: Arief Rahman H.

Sumber: Liputan6.com

(mdk/azz)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menaker Apresiasi Pemerintah Jerman yang Minat dengan Tenaga Perawat Indonesia

Menaker Apresiasi Pemerintah Jerman yang Minat dengan Tenaga Perawat Indonesia

Saat ini Indonesia dalam tahap pengembangan SIPK dalam upaya meningkatkan partisipasi industri untuk memanfaatkannya.

Baca Selengkapnya
Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung

Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung

Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.

Baca Selengkapnya
Ternyata, Indonesia Banyak Impor Mesin Sepanjang Januari 2024

Ternyata, Indonesia Banyak Impor Mesin Sepanjang Januari 2024

Untuk rinciannya, nilai impor mesin/peralatan mekanis mencapai USD 123,79 juta atau tumbuh 4,52 persen.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Janji Muhaimin Jika Terpilih di Pilpres 2024, Tak Ada Lagi Pekerja Asing di Level Bawah

Janji Muhaimin Jika Terpilih di Pilpres 2024, Tak Ada Lagi Pekerja Asing di Level Bawah

Berdasarkan penelitian BRIN, TKA mendominasi pekerjaan kasar di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Cegah Polusi Udara, Heru Gelontorkan Rp7 Miliar untuk Motor Listrik Dishub DKI

Cegah Polusi Udara, Heru Gelontorkan Rp7 Miliar untuk Motor Listrik Dishub DKI

Kendaraan motor listrik untuk menekan buruknya kualitas udara Jakarta.

Baca Selengkapnya
Jokowi Akui Banyak Pelaku Bisnis Khawatir Politik Indonesia Panas Jelang Pemilu 2024

Jokowi Akui Banyak Pelaku Bisnis Khawatir Politik Indonesia Panas Jelang Pemilu 2024

Jokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.

Baca Selengkapnya
Kondisi Timur Tengah Memanas, Pemerintah Siapkan Langkah Ini untuk Lindungi Industri Dalam Negeri

Kondisi Timur Tengah Memanas, Pemerintah Siapkan Langkah Ini untuk Lindungi Industri Dalam Negeri

Pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri.

Baca Selengkapnya
Ledakan di Pabrik Semen Padang Indarung V, Begini Kondisi Korban

Ledakan di Pabrik Semen Padang Indarung V, Begini Kondisi Korban

Ledakan terjadi di pabrik Semen Padang Indarung V, Sumbar, Selasa (20/2) sekitar pukul 11.00 WIB. Empat pekerja mengalami luka bakar akibat peristiwa itu.

Baca Selengkapnya
Konglomerat Indonesia Ini Pernah Rasakan Hilang Kekayaan Rp2 Miliar per Detik

Konglomerat Indonesia Ini Pernah Rasakan Hilang Kekayaan Rp2 Miliar per Detik

Melansir Forbes, orang terkaya Indonesia ini masuk sebagai orang terkaya peringkat enam, se-Asia.

Baca Selengkapnya