Merdeka.com - CEO MIND ID, Orias Petrus Moedak, mengatakan konsumsi nikel saat ini terus meningkat. Di mana, kebutuhan nikel untuk kendaraan listrik hingga akhir 2030 mencapai 600.000 ton.
Orias mengatakan, sebagai negara dengan cadangan nikel besar, peluang ini harus dimanfaatkan. Indonesia tidak boleh lagi menjual nikel dalam bentuk mentah. Harus diolah terlebih dulu untuk menghasilkan nilai tambah.
"Ada peluang yang bisa kita manfaatkan mumpung nikel ini paling baik untuk baterai," kata Orias di Jakarta, Kamis (15/10).
Orias menjelaskan nikel dipercaya bermanfaat sebagai bahan baku pembuatan baterai pada kendaraan listrik. Selain itu, nikel juga bisa penyimpan cadangan energi yang paling baik dan bisa dikombinasikan dengan listrik tenaga matahari.
"Nah baterai ini bisa jadi storage dari pembangkit listrik tenaga matahari dan ini yang sedang disiapkan rencana besarnya," kata Orias.
Sehingga nikel tak hanya bisa digunakan untuk baterai kendaraan tetapi juga berfungsi bagi kebutuhan di perumahan. "Jadi bukan baterai untuk kendaraan semata tapi untuk kebutuhan di perumahan," kata dia.
Maka dari itu, saat ini Pertamina dan PLN tengah mempersiapkan pengelolaan nikel. Sementara itu pihaknya mengutus PT Aneka Tambang (Antam) untuk mulai ikut mengelola dari hulu sebagai fokus utama. Bila ada kesempatan, dia ingin Antam juga mengelolanya sampai di hilir.
"Khusus MIND ID, kita tugaskan Antam mulai dari hulu. Kalau bisa masuk hilir, bisa juga masuk. Tapi fokus utamanya hulu," pungkasnya.
Makin Murah, Pembangkit Listrik Tenaga Matahari Bakal Jadi Primadona di Masa Depan
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bakal menjadi primadona di masa depan. Menurut laporan, penggunaan energi terbarukan ini akan melonjak hingga 80 persen di berbagai negara. Badan Energi Internasional mengatakan PLTS menghasilkan listrik lebih murah dibandingkan dengan batu bara.
Dilansir dari CNN, menurut Badan Energi Internasional (IEA), salah satu sumber listrik termurah dalam sejarah dan telah mengurangi biaya investasi adalah sel surya fotovoltaik. Sistem fotovoltaik dapat dipasang sebagai panel di rumah, bisnis, dan digunakan di taman surya.
Badan Energi Terbarukan Internasional mengatakan bahwa biaya listrik dari instalasi fotovoltaik surya skala besar telah turun dari sekitar 38 sen per kilowatt-jam pada 2010 menjadi rata-rata global 6,8 sen per kilowatt-jam tahun lalu.
"Saya melihat tenaga surya menjadi raja baru pasar listrik dunia," kata direktur eksekutif IEA, Fatih Birol dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, laporan IEA juga menjabarkan tiga skenario untuk pengembangan pasar energi global di masa depan pasca pandemi Covid-19. Pertama permintaan energi global ke tingkat normal pada 2023. Kedua jumlah sistem fotovoltaik tumbuh dengan kuat, dan ketiga meningkatkan kapasitas PLTS rata-rata 12 persen per tahun hingga 2030.
Listrik diharapkan dapat meningkatkan konsumsi energi secara keseluruhan. Mengingat bahwa penyediaan tenaga listrik yang bersih ke sektor-sektor seperti transportasi sangat penting untuk menekan kadar karbon di udara.
Menurut IEA, tenaga surya tetap menjadi pilihan yang hemat biaya bahkan dalam skenario di mana pandemi berlarut-larut. Di mana pandemi menyebabkan kerusakan ekonomi yang berkepanjangan dan mengantarkan tingkat pertumbuhan permintaan energi terendah sejak tahun 1930-an.
"Jika pemerintah dan investor meningkatkan upaya energi bersih mereka, pertumbuhan tenaga surya dan angin akan menjadi lebih spektakuler - dan sangat mendorong untuk mengatasi tantangan iklim dunia," kata Birol.
[bim]
Baca juga:
Makin Murah, Pembangkit Listrik Tenaga Matahari Bakal Jadi Primadona di Masa Depan
ESDM Kaji Skema Lelang Turunkan Biaya Pembangunan PLTS Skala Besar
Potensi Energi Surya di Indonesia Paling Besar Dibanding EBT Lain
ESDM Sebut Kehadiran PLTS Atap Tak Akan Ganggu Kinerja PLN
ESDM Catat 2.346 Pelanggan PLTS Atap per Juni 2020, Terbanyak di DKI
Siap-Siap, Listrik Subsidi akan Diganti dengan PLTS Atap
Penggunaan Energi Terbarukan di Indonesia Baru 19,5 Persen dari Target 23 Persen
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami