Meski Naik Imbas Pandemi, Utang Indonesia Diklaim Masih Aman
Merdeka.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui terjadi peningkatan utang Indonesia selama masa pandemi Covid-19. Bahkan, tingkat utang Indonesia naik di kisaran 36-37 persen dari sebelumnya hanya 30 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan peningkatan utang yang terjadi di Indonesia ini masih relatif cukup baik dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Bahkan, untuk negara-negara yang masuk dalam kategori negara maju, tingkat utangnya mencapai 130 persen dari kondisi normal yang biasanya 100 persen.
Sementara, untuk negara berkembang yang biasanya rasio utang di kisaran 50 persen, meningkat menjadi di kisaran 60 persen hingga 70 persen.
"Namun bukan berarti kita tidak waspada, akan tetapi kita akan tetap menjaga semua kondisi, hal ini agar perekonomian tetap membaik dan kondisi fiskal tetap sustain," ujarnya dalam APBN Kita secara virtual, Senin (23/11).
Bendahara Negara itu menambahkan, rasio utang Indonesia yang cukup rendah dibanding dengan negara lain disebabkan oleh dukungan fiskal terhadap kontraksi perekonomian lebih moderat. Indonesia menganggarkan dukungan anggaran sebesar Rp695,2 triliun untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).
Tambahan belanja tersebut menyebabkan defisit anggaran yang mencapai Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB. "Jumlah tambahan dukungan fiskal dalam rangka tangani Covid-19 dan mendorong perekonomian, Indonesia berada di bagian modest. Sesudah China. Dalam hal ini dan perubahan dari sisi defisit ini ditujukan mainly untuk memberi support bagi ekonomi dan untuk belanja di bidang kesehatan," jelasnya.
Seperti diketahui, total utang Indonesia hingga akhir September 2020 tercatat mencapai Rp5.756,87 triliun. Dengan demikian rasio utang pemerintah sebesar 36,41 persen terhadap PDB.
Adapun total utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar Rp864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.892,57 triliun.
Per Oktober 2020, Defisit APBN Capai Rp764,9 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Oktober 2020 mencapai Rp764,9 triliun atau 4,67 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp289,2 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan defisit Oktober 2020 terjadi akibat penerimaan negara tak sebanding dengan belanja pemerintah. Di mana pendapatan negara hanya mencapai Rp1.276,9 triliun, sedangkan posisi belanja negara meningkat mencapai Rp2.041,9 triliun seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional.
"Defisit kita mencapai Rp764,9 triliun atau 4,67 persen dari GDP," kata dia dalam APBN Kita, di Jakarta, Senin (23/11).
Pendapatan negara hingga akhir Oktober 2020 adalah 75,1 persen, atau Rp 1.276,9 triliun dari target Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.699,9 triliun. Dibandingkan tahun lalu, total pendapatan ini mengalami penurunan 15,4 persen.
Bendahara Negara ini merincikan, penerimaan negara yang mencapai Rp1.276,9 triliun tersebut berasal dari pajak sebesar Rp991 triliun, PNBP Rp278,8 triliun, sedangkan hibah sebesar Rp7,1 triliun.
Sedangkan untuk belanja negara yang mencapai Rp2.041,8 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat yang terdiri dari kementerian/lembaga (K/L) dan belanja non K/L sebesar Rp1.343,8 triliun, dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp698 triliun.
Dengan realisasi tersebut, maka defisit anggaran APBN 2020 hingga Oktober 2020 tercatat 4,67 persen atau setara Rp764,9 triliun terhadap PDB. Adapun dalam Perpres 72 Tahun 2020 defisit APBN diizinkan hingga mencapai Rp1.039,2 triliun atau sekitar 6,34 persen.
"Perpres kita menggambarkan keseluruhan tahun defisit diperkirakan akan mencapai Rp1.039 triliun atau 6,34 dari GDP," ucapnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Utang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaUtang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaPosisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaPosisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca SelengkapnyaMencuci dan menyetrika akan mempercepat kerusakan uang.
Baca SelengkapnyaNaiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali karen hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang.
Baca SelengkapnyaBatas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen.
Baca Selengkapnya