Mengenal Kartu Kredit Syariah dan Perbedaannya dengan Kartu Kredit Konvensional

Merdeka.com - Penggunaan kartu kredit untuk transaksi pembelian telah menjadi kebiasaan yang umum di masyarakat. Namun untuk memberikan rasa aman dan transaksi tanpa riba maka diterbitkan lah kartu kredit berbasis prinsip syariah.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa DSN No 54/DSN-MUI/X/2006 mengenai syariah card. Dalam fatwa tersebut tertulis bahwa syariah card adalah kartu yang berfungsi mirip dengan kartu kredit pada umumnya. Namun hubungan antara para pihak terkait diatur berdasarkan hukum Islam dan prinsip syariah.
Dalam fatwa tersebut menjelaskan, kartu kredit syariah menerapkan sistem yang sesuai dengan syariat Islam agar nasabah pengguna terhindar dari riba. Di dalamnya juga menerangkan, penggunaan kartu kredit syariah tidak boleh digunakan untuk pembelian produk non halal. Misalnya membeli minuman keras ataupun bertransaksi di tempat seperti diskotik, perjudian dan lain sebagainya.
Mengutip laman sikapiuangmu OJK, aturan ini diterapkan dengan maksud mengurangi pola konsumtif dan tidak gemar berhutang. Kartu kredit ini diharapkan menjadi solusi dalam kendala pembiayaan atau pembayaran kebutuhan hidup penting saja.
Hal ini didukung dengan tidak adanya tawaran promo atau voucher tertentu dalam penggunaan kartu kredit berbasis syariah. Setidaknya ada empat poin yang membedakan kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional.
Penjelasan Perbedaan
Pertama, tidak adanya suku bunga. Sesuai dengan hukum Islam di mana penggunaan bunga adalah riba. Sehingga dalam dana kartu kredit syariah sama sekali tidak mempergunakannya karena dianggap haram. Ini tentu berbeda dengan kartu kredit konvensional dimana terdapat penambahan pembayaran bunga saat pengembalian pinjaman.
Kedua, isi perjanjian yang transparan. Pelaksanaan perjanjian atau akad dilakukan dengan keterbukaan dan menyertakan dengan jelas, hasil keuntungan ataupun tanggung jawab atas resiko antara pihak bank dan nasabah peminjam. Pada tahap ini, perjanjian yang dilakukan harus saling menguntungkan antara dan tidak merugikan satu pihak saja.
Selanjutnya, pembagian resiko. Sesuai dengan perjanjian yang dilakukan, jika nasabah mengalami masalah, kedua pihak yang akan menanggungnya. Disini pihak peminjam dana syariah harus ikut menanggung sebagian risiko dari hasil perjanjian bersama konsumen.
Berbeda halnya dengan, kredit biasanya di mana nasabah akan menanggung sepenuhnya resiko yang terjadi. Bahkan tak jarang akan ada penambahan denda akibat terkendalanya angsuran pembayaran.
Terakhir, tambahan jenis pinjaman. Walaupun menerapkan prinsip syariah, kartu kredit ini tetap menawarkan keuntungan yang beragam. Misalnya pinjaman untuk layanan umroh.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya