Memanasnya Perang Dagang Bisa Naikkan Ekspor Batubara dan Minyak Sawit RI
Merdeka.com - Center of Reform on Economics (Core) Indonesia memprediksi eskalasi perang dagang masih akan berlanjut di tahun 2020. Hal ini menyebabkan kontraksi ekspor yang terjadi di 2019 bakal berlanjut di 2020.
Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan, eskalasi perang dagang tersebut justru bakal mendorong kinerja ekspor sejumlah komoditas, yakni batubara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
"Untuk harga komoditas di luar minyak terutama sawit dan batubara kita perkirakan akan ada sedikit peningkatan secara marginnya," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (20/11).
Dia menjelaskan, perang dagang yang berkelanjutan akan semakin menekan kinerja keuangan korporasi di banyak negara, khususnya China. "Perang dagang yang memaksa banyak negara untuk melakukan penghematan di antaranya China akan mengarah untuk memilih bahan baku energi yang lebih murah, salah satunya batu bara," jelas dia.
Selain itu, meningkatnya tarif impor minyak kedelai AS oleh China akan mendorong permintaan terhadap produk substitusinya, khususnya minyak sawit. "Karena dia (tarif impor minyak keledai) meningkat beralih juga untuk memilih sawit," ungkapnya.
Sementara untuk India, negosiasi bilateral dengan Indonesia tahun ini telah menghasilkan kesepakatan penurunan tarif impor minyak sawit Indonesia dari 40 persen menjadi 37,5 persen, dan produk olahan sawit dari 50 persen menjadi 45 persen. Kesepakatan ini berpotensi mendorong ekspor minyak sawit Indonesia ke India, walaupun masih relatif marginal.
Dengan begitu, CORE melihat ada potensi perbaikan kinerja ekspor Indonesia pada tahun 2020. Namun masih sangat terbatas dan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global tahun depan yang masih penuh ketidakpastian.
Pengaruh Perang Dagang ke Pertumbuhan Ekonomi
Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, menyebutkan bahwa untuk menjadi lima negara terbesar di dunia pada 2025, ekonomi Indonesia harus mampu tumbuh sebesar 7 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi itu setara sekitar USD 7 triliun pada Produk Domestik Bruto (PDB).
Rizal mengatakan, apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bergerak di kisaran 5-6 persen pada 2025, maka pendapatan PDB hanya berkisar pada USD 3-5 triliun saja. Untuk itu, pemerintah perlu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 7 persen.
"Untuk tahun 2025, lima tahun di Indonesia harus memiliki 7 persen per tahun. Apakah perhitungannya besar dunia dan juga mengkategorikan pendapatan masyarakat," ujarnya dalam acara Indonesia Economic Forum, di Jakarta, Rabu (20/11).
Namun diakuinya, untuk menyongsong pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun cukup berat. Mengingat ketidakpastian global masih belum selesai, utamanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Walaupun ada tantangan tetap solid dan Indonesia (pertumbuhan ekonomi) masih sekitar tumbuh 5 persen, tapi itu tidak cukup, Kita harus mencapai USD 7 triliun pada 2025," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dewan Energi Nasional: PHE Mampu Sejajar dengan Perusahaan Migas Dunia
PHE hingga Juni 2023 mencatatkan produksi minyak sebesar 570 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas 2757 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Baca SelengkapnyaIndonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaNaik 10 Persen, Produksi Minyak Pertamina Hulu Energi Tembus 566.000 Barel per Hari di 2023
Angka capaian ini juga mencatatkan peningkatan produksi minyak sebesar 27,22 persen dari 2021 atau 10,12 persen dari 2022.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Anies Bakal Hentikan Ekspor Pasir Laut
Kebijakan untuk pengelolaan kelautan juga perlu keterhubungan antar pulau pelabuhan dengan infrastruktur darat.
Baca SelengkapnyaCurhat Pengusaha Minuman Ringan Makin Terpuruk: Kondisi Industri Ini Sangat Menyedihkan
Selama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaMentan Sentil Dirut Bulog: Jangan Terlalu Bersemangat Impor Daging Kerbau, tapi Lupa Serap Gabah dan Jagung Petani
Saat ini, Kementan tengah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri untuk menekan kebijakan impor. Dua di antara komoditas jagung dan padi.
Baca SelengkapnyaCatat! Kemendag Jamin Harga Minyak Kita Tak Naik Hingga Lebaran 2024
Hal ini merespons isu kenaikan harga minyak kita akibat kurangnya realisasi domestic market obligation (DMO) oleh produsen.
Baca SelengkapnyaKasus Impor Emas Rp189 T Belum Dituntaskan Satgas TPPU, Eks Penyidik KPK: Heboh di Awal, Mandek di Akhir
Menurutnya, dalam pengungkapan TPPU bukan sekedar perbuatan, tapi bagaimana mampu membongkar aliran.
Baca SelengkapnyaUsai 2 Tahun Alih Kelola Blok Rokan, PHR Capai Produksi Tertinggi 172.710 BOPD
Produksi PHR di Blok Rokan mencapai 172.710 BOPD, menjadi angka tertinggi sejak alih kelola dan menjadi angka produksi migas tertinggi di Indonesia saat ini.
Baca Selengkapnya