Merdeka.com - Penyelewengan pupuk bersubsidi yang tidak tertangani sampai saat ini, membuat negara rugi sampai triliunan rupiah. Padahal pemerintah telah menggelontorkan dana sejak 2007 mencapai Rp 77 triliun.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Holding Herman Arifin menyatakan pihaknya sudah merancang sistem pengawasan baru berupa kartu keanggotaan distributor dan pengecer pupuk bersubsidi. Meski belum terkomputerisasi, kartu ini diklaim bakal memetakan potensi penyelewengan di seluruh Indonesia.

"Bentuknya masih kartu anggota biasa, namun nantinya diketahui pasokan pupuk bersubsidi, berapa yang diterima ke distributor, pengecer, petani, sehingga bisa kita petakan masalahnya," ujarnya usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Selasa (2/10).

Data PT Pupuk Indonesia mencatat penyelewengan pada periode 2007-2011 ada 567 kasus. Sebanyak 37 distributor telah dihentikan kontraknya. Tingginya penyelewengan, disinyalir imbas dari disparitas harga antara pupuk subsidi seharga Rp 1.800 per kilogram dengan jenis non-subsidi yang mencapai Rp 4.500.

Dia mengatakan penyelewengan paling banyak terjadi di Pulau Jawa dengan cara manipulasi rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) yang menjadi dasar penyaluran pupuk. "Dari analisis kebutuhan lahan, banyak yang melebihi kuota, jadi menurut kami petani pun ikut terlibat tidak cuma distributor atau pengecer," katanya.

PT Pupuk, kata Herman, sedang menunggu rekapitulasi data RDKK dari Kementerian Pertanian agar sistem kartu bisa berjalan segera. "Kita berharap tahun depan sudah bisa diterapkan," ujarnya.