Lika Liku UU Cipta Kerja Hingga Diminta Diperbaiki oleh MK
Merdeka.com - Penerbitan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang lebih dikenal UU Cipta Kerja penuh liku. Sejak masi dalam rancangan, beleid ini banyak menuai protes dari berbagai kalangan, khususnya buruh.
Bahkan setelah disahkan, UU Cipta Kerja dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Untuk itu, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Perjalanan UU Cipta Kerja bermula saat pemerintah mengusulkan RUU Cipta Kerja ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah tahun 2020-2024 pada 17 Desember 2019.
Pada Februari 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengirim enam menteri yaitu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menyerahkan draf, naskah akademik (NA) RUU Cipta Kerja beserta Surat Presiden (Surpres) ke DPR.
Seiring berjalannya waktu, draf RUU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat selalu berubah-ubah. Mulai dari 1.200 halaman kemudian turun menjadi 800 halaman dan kemudian bertambah lagi menjadi kurang lebih 1.000 halaman. Buruh dan akademisi pun dibuat bingung dengan perubahan-perubahan tersebut.
Jalan panjang RUU Cipta Kerja berakhir dengan ketuk palu tanda disahkannya dalam Sidang Paripurna DPR yang digelar Senin, 5 Oktober 2020.
Dalam pengesahan di Sidang Paripurna, Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan, dari 9 fraksi, 6 di antaranya menerima RUU Ciptaker untuk disahkan menjadi UU. Kemudian 1 fraksi menerima dengan catatan, dan 2 di antaranya menolak.
Proses Sidang
Proses pengesahan RUU Cipta Kerja di Sidang Paripurna juga tak sepenuhnya berjalan mulus. Di tengah pembahasan pengambilan keputusan, fraksi Partai Demokrat memutuskan walk out dari Rapat Paripurna setelah beradu argumen dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
"Kami Fraksi Partai Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan alasan Fraksi Partai Demokrat (FPD) memutuskan menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
"Kami sampaikan lagi dalam pendapat fraksi Sidang Paripurna DPR RI. Sebagai penegasan atas penolakan kami tersebut, Fraksi Partai Demokrat walk out dari Sidang Paripurna DPR RI Senin (5/10) sore ini," ujar AHY dalam keterangannya.
Penolakan sebenarnya sudah terlihat saat rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah yang menyepakati RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi UU.
Dalam rapat, hanya 7 fraksi melalui pandangan fraksi mini fraksi telah menyetujui. Ketujuhnya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.
Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. "7 fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu komunikasi tetap dibuka, hingga menjelang Rapat Paripurna," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.
Digugat Buruh
Presiden Jokowi kemudian resmi menandatangani UU Cipta Kerja pada Senin 2 November 2020. Naskah UU tersebut terdiri dari 1.187 halaman, demikian seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja mulai berlaku terhitung sejak 2 November 2020.
Dalam waktu tak berbeda jauh, sejumlah elemen buruh resmi mendaftarkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja. Gugatan ini diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani Nena (AGN).
"Pendaftaran gugatan JR (judicial review) UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara oleh KSPI dan KSPSI AGN," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Liputan6.com, pada Selasa 3 November 2020.
Said menyatakan, KSPI bersama buruh Indonesia secara tegas menolak dan meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan atau dicabut.
Menurut dia, isi UU Cipta Kerja merugikan para buruh. "Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata dia.
49 PP UU Cipta Kerja yang Resmi Diundangkan
Kementerian Hukum dan HAM telah mengundangkan 49 peraturan pelaksana UU Cipta Kerja ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dari 49 aturan turunan dari omnibus law tersebut terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, berharap pemberlakuan aturan turunan UU Cipta Kerja bisa secepatnya memulihkan perekonomian nasional.
Yasonna mengatakan, dengan diundangkannya peraturan pelaksana UU Cipt Kerja, diharapkan bisa segera berdampak pada upaya pemulihan perekonomian nasional. Ini sekaligus menjadi momentum untuk menegaskan tahun kebangkitan Indonesia.
"Sejak awal, UU Cipta Kerja dibuat untuk menjadi stimulus positif bagi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. UU Cipta Kerja ini juga merupakan terobosan dan cara pemerintah menangkap peluang investasi dari luar negeri lewat penyederhanaan izin dan pemangkasan birokrasi," kata Yasonna seperti dikutip dari keterangan resminya pada Rabu (17/2).
Penolakan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Meski demikian, MK menilai pembentukan UU tersebut tak berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Karena itu, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.
"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis (25/11/2021).
Dalam putusannya, Anwar menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku hingga dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun. Anwar meminta pemerintah maupun DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun sesuai dengan ketetapan Majelis Hakim MK UU tersebut tidak diperbaiki, maka menjadi inkonstitusional atau tak berdasar secara permanen.
"Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," tegas Anwar.
Selain itu, MK juga memerintahkan menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas berkaitan dengan UU Ciptaker.
"Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata dia.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak besar yang ditimbulkan MK menyatakan UU 11/2020 inkonstitusional.
Reporter: Arief Rahman H
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Kritik UU Cipta Kerja: Jangan Sampai Masyarakat Dirugikan
Regulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaHarapan Para Pengusaha Perempuan pada UU Cipta Kerja
IWAPI sebagai pelaku usaha mempunyai peran untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat
Baca SelengkapnyaJanji Cawapres Cak Imin Depan Buruh Akan Revisi UU Omnibus Law
Ketua umum PKB ini mengungkap alasan mengapa dulu menyetujui UU Cipta Kerja.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pengusaha Tolak Usulan Kerja 4 Hari Seminggu, Begini Pertimbangannya
Padahal YLKI pun mengusulkan kebijakan serupa diterapkan di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaRatusan Eksemplar Surat Suara Pemilu di Bekasi Rusak
KPU Kabupaten Bekasi melibatkan sebanyak 1.000 tenaga kerja lokal untuk pelaksanaan kegiatan sortir
Baca SelengkapnyaMasa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya
Masa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca SelengkapnyaPemerintah Buka Loker 1,3 Juta Formasi PPPK, Ini Syarat Batas Usia Pelamar
Tahun 2024 pemerintah membuka lowongan kerja sebanyak 1,3 juta formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Baca SelengkapnyaAturan TER Buat Potongan Pajak THR Lebih Besar, Ditjen Pajak Beri Penjelasan Begini
Skema tersebut dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi maupun pemberi kerja untuk melakukan pemotongan pajak karyawan.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Lengkap Ditjen Pajak soal Peraturan Terbaru PPh 21
Ditjen Pajak menargetkan alat bantu tersebut dapat digunakan mulai pertengahan bulan Januari 2024.
Baca Selengkapnya