Laporan Terbaru Bank Dunia: Hanya China dan Vietnam Alami Pertumbuhan Kuat
Merdeka.com - Laporan Economic Update Bank Dunia terbaru menyebutkan negara-negara berkembang di Kawasan Asia Timur dan Pasifik menjalani pemulihan yang tidak merata. Hanya China dan Vietnam yang mengalami grafik pemulihan berbentuk huruf V, di mana output kedua negara tersebut saat ini telah melampaui tingkatan di saat sebelum pandemi.
"Tampaknya kita akan melihat adanya pemulihan pada tiga kecepatan yang berbeda. China dan Vietnam diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih kuat pada tahun 2021, masing-masing sebesar 8,1 persen dan 6,6 persen, meningkat dari 2,3 persen dan 2,9 persen pada tahun 2020," ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa dalam pernyataanya, Jumat (26/3).
Negara-negara besar lainnya yang terdampak lebih parah oleh krisis yang terjadi akan bertumbuh pada angka rata-rata 4,6 persen, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum masa krisis. Pemulihan diperkirakan terjadi dalam jangka waktu lebih lama terutama di negara-negara pulau yang bergantung kepada sektor pariwisata.
Laporan ini memperkirakan bahwa stimulus AS dapat menambahkan rata-rata 1 poin persentase bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara di kawasan ini pada tahun 2021 dan mempercepat pemulihan hingga rata-rata tiga bulan. Risiko terhadap kemungkinan ini adalah pada pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang terjadi secara perlahan, yang dapat memperlambat pertumbuhan sebesar hingga 1 poin persentase di beberapa negara.
Laporan ini menyerukan kepada negara-negara untuk mengambil tindakan mengendalikan penyakit, mendukung perekonomian, dan memastikan bahwa proses pemulihannya meliputi pertimbangan kelestarian lingkungan. Terdapat juga peringatan bahwa dengan jumlah cadangan dan alokasi vaksin yang ada saat ini, vaksinasi di negara-negara industri dapat menjangkau lebih dari 80 persen penduduk pada akhir tahun 2021, sementara di negara-negara berkembang mungkin hanya dapat meliputi sekitar 55 persen penduduknya.
Di banyak negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, bantuan masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang hilang, stimulus belum dapat sepenuhnya mengatasi kekurangan permintaan, dan investasi publik belum menjadi bagian penting dari upaya pemulihan bahkan ketika hutang negara meningkat hingga rata-rata 7 poin persentase dari PDB.
"Saat ini kita semua membutuhkan kerja sama internasional lebih dari sebelumnya, untuk mengendalikan penyakit, mendukung perekonomian, dan menghijaukan proses pemulihan," ucap Aaditya Mattoo, Chief Economist Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.
"China dapat memainkan peran vital dengan mengekspor lebih banyak produk-produk medis, mendorong konsumsinya, dan menerapkan aksi iklim yang lebih kuat. Dan negara itu pun akan mendapatkan manfaat dari dunia yang lebih aman dan pertumbuhan perekonomian yang lebih seimbang," sambung dia.
Laporan ini menyerukan kerja sama internasional dalam hal produksi dan persetujuan terkait vaksin, dan juga tentang alokasi berbasis kebutuhan untuk membantu mengendalikan COVID-19.
Koordinasi fiskal akan melipatgandakan dampak bagi negara-negara secara kolektif, karena sebagian pemerintah cenderung tidak memberikan stimulus dalam jumlah yang memadai. Dan terlepas dari upaya kerja sama dalam mengurangi emisi, bantuan internasional akan membantu negara-negara berkembang yang lebih miskin untuk menerapkan aksi iklim secara lebih mendalam.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang
Bank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Baca SelengkapnyaTren Jumlah Penduduk Indonesia Terus Meningkat, Sementara China Menurun
Jjumlah penduduk China berkurang 850.000 orang menjadi sekitar 1.411,75 juta pada tahun 2022.
Baca SelengkapnyaBukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Berkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaData BPS: Ekonomi Indonesia Salip AS dan Jepang, Tapi Keok dari China dan India
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Baca SelengkapnyaProyeksi 2024, Ekonomi AS Masih Lebih Perkasa Dibandingkan China
AS dan China tengah terlibat dalam persaingan menjadi raksasa ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaJepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia
Padahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.
Baca SelengkapnyaBadak Sudah Ada Sejak 14 Juta Tahun Lalu, Fosilnya Ditemukan di China
Penemuan ini memiliki dampak besar terhadap pemahaman evolusi dan distribusi spesies badak di Asia.
Baca SelengkapnyaEkonomi Indonesia Tahun 2023 Malah Melemah di Tahun Politik, Ada Apa?
Persiapan pemilu juga ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2023.
Baca Selengkapnya