Kemendag Beberkan Hambatan Ekspor Rempah RI
Merdeka.com - Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, pihaknya terus berupaya mendorong ekspor rempah dalam bentuk produk kemasan sehingga mempunyai nilai lebih. Sebab, saat ini Indonesia masih mengekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material).
"Saya kira yang perlu kita kembangkan, karena kita juga ke depan ingin tidak hanya raw material yang kita ekspor, tapi lebih kepada produk-produk yang sudah mempunyai nilai lebih seperti rempah-rempah organik mungkin, atau rempah-rempah yang dalam proses lebih lanjut entah itu sudah di packaging tersendiri," kata Olvy dalam webinar Strategi Diversifikasi dan Adaptasi Produk Ekspor Rempah-Rempah di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19, Kamis (25/6).
Dia menjelaskan, ada beberapa hambatan dalam ekspor rempah, seperti rendahnya produktivitas, banyak pohon-pohon yang sudah tua, kurangnya pengetahuan tentang budidaya, dan prosedur manajemen pasca panen di beberapa wilayah yang tidak tepat.
"Masih di beberapa wilayah petani itu mengambil buah buah pala itu dengan digoyang-goyang. Jadi buahnya banyak yang jatuh sehingga kurang higienis, nah ini yang Saya kira yang menyebabkan produk rempah kita kualitasnya dipandang rendah," katanya.
Selain itu, kurangnya daya saing produk (nilai tambah) sebagian besar produk rempah Indonesia dijual dalam bentuk mentah, penolakan negara importir karena kandungan aflatoksin yang tinggi karena kurangnya penanganan selama proses pengeringan dan penyimpanan. Lalu pengetahuan larangan impor, mengenai regulasi untuk penggunaan insektisida jenis baru chlorpyrifos dan chlorpyrifos methyl pada produk pangan yang diberlakukan pada 16 Februari 2020.
"Saya kira hambatannya semakin kelihatan semakin berat karena dengan adanya lockdown dan karantina wilayah di beberapa negara, ini juga mengganggu proses ekspor dan impor perdagangan rempah dari Indonesia ke dunia itu juga dari dunia ke Indonesia," ujarnya.
Kendati begitu, dia optimis masih ada peluang meskipun di tengah pandemi ini mengalami hambatan distribusi. Dirinya percaya bahwa rempah Indonesia apapun jenisnya itu masih sangat dibutuhkan di pasar dunia sampai saat ini.
"Karena rempah-rempah itu bisa memberikan kekuatan imunitas tersendiri bagi konsumen ataupun bagi masyarakat terutama di masa pandemi seperti sekarang ini. Justru dengan adanya pandemi ini bersyukur dari komoditas rempah bahwa dunia mulai melihat natural resources. Sangat dibutuhkan bahwa rempah-rempah ini mempunyai sesuatu yang bernilai bagi kesehatan tubuh dan imunitas," tandasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jual Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Apindo: Timbulkan Kegelisahan di Industri Tembakau
Sejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaTerungkap, Ini Alasan Menteri Trenggono Tahan Ekspor Pasir Laut Indonesia
Aturan turunan ekspor pasir laut masih digodok karena melibatkan banyaknya tim kajian.
Baca SelengkapnyaIndonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Beras di Singapura Ternyata Lebih Murah dari Indonesia, Mendagri Ungkap Penyebabnya
Singapura menyandang status sebagai negara maju namun tidak bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Baca SelengkapnyaMentan Sentil Dirut Bulog: Jangan Terlalu Bersemangat Impor Daging Kerbau, tapi Lupa Serap Gabah dan Jagung Petani
Saat ini, Kementan tengah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri untuk menekan kebijakan impor. Dua di antara komoditas jagung dan padi.
Baca SelengkapnyaPemerintah Sentil Industri Minuman Masih Kecanduan Bahan Baku Impor, Pengusaha: Harganya Lebih Murah
Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaLusa, Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Bahan Peledak di Kalimantan Timur
Pabrik ini mampu memproduksi sekitar 75 ribu ton bahan peledak setiap tahunnya.
Baca SelengkapnyaData Sri Mulyani: Indonesia Peringkat Ketiga Negara G20 Produksi Emisi Karbon Terendah
Sri Mulyani mengakui bahwa produksi emisi karbon per kapita di Indonesia mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaBRIN: Puting Beliung di Rancaekek Disebabkan Perubahan Tata Guna Lahan, Tanda-Tanda Alami Pemanasan Intensif
Perubahan tata guna lahan di Rancaekek dari sebelumnya kawasan hijau menjadi industri.
Baca Selengkapnya