Indef Sebut Utang Bukan Masalah, Asal Pemerintah Lakukan Hal Ini
Merdeka.com - Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah pusat sepanjang 2018 sebesar Rp 4.418,3 triliun. Angka ini naik jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2017 yaitu sebesar Rp 3.995,25 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut nilai tambah dari utang yang ditarik selama ini belum optimal mendorong kualitas ekspor yang masih rendah. Sebab, ekspor Indonesia selama ini masih tergantung pada harga komoditas.
"Utang, apa yang harus dilakukan? Yang bisa dilakukan adalah pertama, dikaitkan dengan tingkat produktivitas. Utang oke, kalau bisa tingkatkan kinerja ekspor," kata Bhima, dalam acara diskusi Forum Tebet, Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu Presiden 2019, di Jakarta, Senin (28/1).
Bima mengatakan, tingginya utang tersebut juga akan mempengaruhi Debt to Services Ratio (DSR). Rasio tersebut, mencerminkan kemampuan suatu negara untuk menyelesaikan kewajibannya dalam membayar utang luar negeri. Di mana, DSR membandingkan beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang dengan jumlah penerimaan ekspor.
"Sekarang hitungnya DSR sekarang masih 24-26 persen, salah satu tertinggi dengan negara berkembang, saingannya Turki," imbuhnya.
Oleh karenya, untuk menurunkan DSR dirinya meminta pemerintah ke depan membuat utang lebih produktif lagi. Sebab, selama menurut Bima, utang lebih banyak digunakan untuk oprasional birokrasi.
"Maka kebijakan pemerintah ke depan, gimana alokasikan pajak dan utang lebih banyak untuk pembelanjaan modal. Sehingga operasional untuk pegawai dan barang dipangkas. Selain itu, utang berkaitan dengan risiko yakni valas," sebutnya.
Di samping itu, kekhawatiran utang yang besar juga akan menghantui pemerintah di tengah kondisi global yang sedang bergejolak. Apalagi, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat atau USD masih bergerak fluktuaktif hingga 2020 mendatang.
"Kenapa khawatir dengan utang? karena Rupiah sedang fluktuaktif, bahkan sampai 2020 karena outlook global tidak bagus. Bagaimana kita kurangi ketergantungan utang terhadap mata uang asing terutama dolar?. bisa gunakan instrumen dalam negeri, terbitkan utang dalam Rupiah," pungkasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kontribusi tersebut diharapkan bisa menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan tujuan dapat meningkatkan ekspor.
Baca SelengkapnyaImpor barang modal mengalami persentase penurunan terdalam yaitu turun sebesar 10,51 persen.
Baca SelengkapnyaSalah satunya karena berhasil menahan tingkat inflasi di kisaran 2,6 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Secara tahunan nilai ekspor pada Desember 2023 mengalami penurunan cukup dalam yakni sebesar 5,76 persen.
Baca SelengkapnyaBatas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaIndef menilai, ada perubahan pola konsumsi masyarakat yang mempengaruhi ekonomi.
Baca SelengkapnyaBulog janji penugasan impor beras akan dikelola dengan baik untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran di pasaran.
Baca SelengkapnyaPenurunan ini tak lepas dari anjloknya realisasi kinerja ekspor non migas pada Juli 2023 mencapai USD 19,65 miliar.
Baca Selengkapnya