Hipmi: Dari Sisi Jumlah Pengusaha, Indonesia Belum Bisa Dikategorikan Negara Maju
Merdeka.com - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Mardani H Maming, menilai untuk menjadi negara maju Indonesia masih membutuhkan waktu yang panjang. Dia mencontohkan dari sisi jumlah pengusaha saja, maka Indonesia belum bisa dikategorikan negara maju.
Di mana, jumlah pengusaha Indonesia masih sangat sedikit yaitu di bawah 5 persen dari total populasi. Pada 2019, jumlah pengusaha di Indonesia mencapai 3,1 persen dari seluruh penduduknya. Angka tersebut belum cukup mengantarkan Indonesia menjadi negara maju.
"Bandingkan Singapura, ada 7 persen dari seluruh penduduknya yang menjadi pengusaha. Malaysia mencapai 5 persen. Di negara kaya seperti Jepang dan Amerika Serikat, jumlah pengusaha lebih dari 10 persen," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/2).
Maming mengingatkan Indonesia untuk tidak terbuai dengan status negara maju yang baru saja dikeluarkan Amerika Serikat. "Jangan sampai isu negara maju untuk Indonesia hanya menjadi semacam jebakan yang pada akhirnya merugikan negara kita," cetusnya.
Diketahui jika Amerika Serikat baru saja menaikkan level Indonesia menjadi negara maju dan keluar dari daftar negara berkembang. Ada India, Afrika Selatan, Cina dan Brazil yang juga berubah status jadi negara maju.
Genjot Ekspor, Hipmi Harap Pemerintah Dorong Negosiasi Dagang
Mardani berharap Kementerian Perdagangan memperkuat negosiasi-negosiasi menyusul sikap dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang.
Menurut dia, dengan menjadi negara maju, Indonesia harus kehilangan banyak fasilitas sebagai negara berkembang. Misalnya Indonesia akan kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat.
GSP merupakan sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum WTO. Dia mensinyalir, pencabutan status sebagai negara berkembang merupakan bagian dari strategi perang dagang yang sedang dilancarkan oleh negara-negara maju.
"Segala kemungkinan bisa saja menjadi tujuan mereka. Bisa jadi bagian dari masalah yang disengketakan ke WTO saat ini," beber Mardani.
Sedangkan Indonesia saat ini sedang berjuang agar kinerja ekspor lebih besar lagi untuk atasi defisit neraca dagang. Ditegaskan Mardani, jangan sampai keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat terganggu lagi. "Ini kan fasilitas yang diberikan untuk negara-negara kurang berkembang (LDCs) dan negara berkembang," timpalnya.
Penjelasan Lengkap Pemerintah Soal AS 'Tendang' RI dari Daftar Negara Berkembang
Kementerian Koordinator Perekonomian menjelaskan duduk perkara dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Amerika Serikat (AS). Di mana, pada 10 Februari 2020, United States Trade Representative(USTR) menerbitkan Notice yang mengeluarkan Indonesia dan sejumlah negara lain dari daftar negara berkembang.
Publikasi tersebut termaktub dalam Federal Register Vol 85 No 27 Halaman 7613 (85 FR 7613) 'Designations of Developing and Least-Developed Countries Under the Countervailling Duty Law'.
Pemerintah menjelaskan kebijakan tersebut berdampak pada US countervailing duty investigations terhadap negara-negara berkembang yang dideklarasikan sendiri oleh AS.
"Meliputi Albania; Argentina; Armenia; Brazil; Bulgaria; Cina; Kolumbia; Kosta Rika; Georgia; Hongkong; India; Indonesia; Kazakhstan; Republik Kyrgyzstan; Malaysia; Moldova; Montenegro; Makedonia Utara; Rumania; Singapura; Afrika Selatan; Korea Selatan; Thailand; Ukraina; dan Vietnam," tulis Kemenko Perekonomian di Jakarta, Selasa (25/2).
Kemenko Perekonomian melanjutkan, berbagai pelaku usaha di Indonesia, kemungkinan berpandangan bahwa kebijakan tesebut dapat berdampak pada manfaat Generalized System of Preferences (GSP) Amerika Serikat untuk produk ekspor Indonesia. Salah satu kriteria Fasilitas GSP adalah pemberian kepada negara least developed countries dan negara berkembang.
Namun demikian, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta telah memberikan klarifikasi yang menegaskan bahwa notice USTR yang baru tersebut tidak berpengaruh terhadap pemberian fasilitas GSP Indonesia. Kebijakan tersebut hanya berdampak pada US countervailing duty investigations bukan pada program GSP.
"Status penerima GSP yang didasarkan pada 15 kriteria eligibilitas, didasarkan pada Undang-undang yang berbeda, termasuk kriteria negara berkembang dan LDCs yang ditentukan oleh World Bank. Undang-Undang GSP tidak menjadikan status 'negara berkembang' sebagai pertimbangan," jelas Kemenko Perekonomian.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PMI Manufaktur RI Bertengger di Level Ekspansif 30 Bulan Berturut-turut, Apindo: Jadi Momentum Keluarkan Kebijakan Pro Industri
Capaian PMI manufaktur tersebut menandakan Indonesia telah benar-benar keluar dari pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaPersaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaJokowi Akui Banyak Pelaku Bisnis Khawatir Politik Indonesia Panas Jelang Pemilu 2024
Jokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menteri Bahlil Kaget Pajak Hiburan Naik Hingga 75 Persen: Ini Mengganggu Iklim Investasi
Bahlil menilai kenaikan tarif pajak hiburan ini bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenteri PUPR Basuki Hadimuljono Ajak Istri Pindah ke IKN Juli 2024: Saya Mau Duluan Sebelum Presiden
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono harus semakin intensif melakukan peninjauan pembangunan IKN.
Baca SelengkapnyaJokowi Bicara Hilirisasi: Indonesia jadi Negara Maju dalam 3 Periode Kepemimpinan ke Depan
Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia dapat menjadi negara maju dalam tiga periode kepemimpinan ke depan.
Baca SelengkapnyaPakar UI Nilai Hilirisasi Dapat Menghasilkan Nilai Tambah Masyarakat dan Negara
Pemerintah harus serius menggarap industri hilirisasi ini dengan membangun roadmap
Baca SelengkapnyaLampaui Target Eksplorasi, Kemampuan PHE Sejajar dengan Perusahaan Migas Asing
Apapun yang dilakukan PHE adalah kewajiban atau mandatory untuk bisa meningkatkan potensi cadangan migas di Indonesia.
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap Isi Pembicaraan dengan Presiden Filipina, Termasuk Soal Pertahanan
Jokowi menyebut tiga bidang kerja sama yang akan diperkuat oleh kedua negara.
Baca Selengkapnya